Perempuan Lebih Berisiko Terserang Migrain, Ini Penyebabnya
Risiko perempuan mengalami migrain sebesar tiga hingga empat kali lipat dibanding pria.
Risiko perempuan mengalami migrain sebesar tiga hingga empat kali lipat dibanding pria.
-
Kenapa perempuan lebih berisiko migrain? Perempuan mempunyai peluang untuk menderita migrain tiga sampai empat kali lebih sering dibandingkan pria,' kata Restu, Kamis (13/6). Dia menjelaskan, migrain adalah nyeri kepala berulang yang terjadi di satu sisi. Gejala migrain bisa bertambah berat apabila penderitanya melakukan aktivitas fisik intens.
-
Kenapa migrain lebih sering terjadi pada perempuan? Secara umum, migrain lebih sering terjadi pada perempuan karena mereka mengalami perubahan hormon, terutama saat sedang menstruasi.
-
Kenapa wanita lebih sering migrain? Wanita tiga kali lebih mungkin terkena migrain dibandingkan pria.
-
Kenapa wanita lebih rentan mengalami sakit kepala hormonal? Wanita lebih rentan mengalami sakit kepala hormonal dibandingkan dengan pria, karena kadar hormon mereka lebih fluktuatif.
-
Bagaimana hormon memengaruhi migrain perempuan? Peningkatan hormon estrogen pada perempuan, terutama dalam siklus menstruasi atau kehamilan, berperan dalam peningkatan kadar calcitonin gene-related peptide (CGRP), yang bisa memicu serangan migrain.
-
Siapa yang lebih sering terkena migrain? Dr. Theresia menyoroti bahwa perempuan lebih sering mengalami migrain dibandingkan laki-laki, terutama di usia 30 hingga 39 tahun, yang merupakan usia produktif.
Perempuan Lebih Berisiko Terserang Migrain, Ini Penyebabnya
Perempuan diketahui lebih berisiko mengalami migrain dibandingkan laki-laki. Dokter spesialis neurologi, dr. Restu Susanti, Sp.N(K), M.Biomed, mengungkapkan bahwa risiko perempuan menderita migrain tiga sampai empat kali lebih tinggi dibandingkan pria.
Migrain adalah nyeri kepala berulang yang terjadi di satu sisi kepala. Gejala migrain bisa semakin parah apabila penderitanya melakukan aktivitas fisik yang intens.
"Biasanya disertai dengan gejala mual, muntah, ataupun pasiennya merasa sensitif terhadap suara atau cahaya terang," jelas dr. Restu, yang juga seorang dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dilansir dari Antara.
Gejala migrain pada perempuan umumnya terjadi dalam durasi lebih lama, memiliki risiko kambuh lebih tinggi, dan waktu pemulihan yang lebih lama dibandingkan pria. Intensitas migrain ini bisa sangat mengganggu aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup penderitanya.
Dr. Restu menjelaskan bahwa serangan migrain pada perempuan memiliki keterkaitan erat dengan hormon. Perubahan hormon estrogen, terutama dalam siklus menstruasi atau selama kehamilan, berperan dalam peningkatan kadar calcitonin gene-related peptide (CGRP), yang bisa memicu serangan migrain.
"Pada wanita akan terjadi perubahan hormonal mulai dari pubertas, menstruasi, hamil, dan menopause. Dikatakan bahwa pada wanita estrogen memegang peran penting terhadap CGRP sebagai pencetus migrain," tambahnya.
Migrain pada perempuan biasanya mulai meningkat pada masa pubertas, memuncak pada masa reproduksi, dan menurun saat memasuki masa menopause. Ini menunjukkan bahwa fluktuasi hormon memiliki pengaruh besar terhadap frekuensi dan intensitas serangan migrain.
Serangan migrain yang berulang kali tidak hanya menimbulkan rasa sakit yang hebat tetapi juga dapat mengurangi produktivitas dan menyebabkan gangguan emosional. Kondisi ini bisa berdampak pada hubungan sosial dan bahkan mempengaruhi pengasuhan anak bagi penderita yang sudah berkeluarga.
"Apabila hal ini terus berlanjut, tentu dampak yang didapatkan adalah penderita yang memiliki anak akan mempengaruhi parenting dan prestasi akademik anaknya," ungkap dr. Restu.
Untuk mengurangi risiko dan gejala migrain, dr. Restu menyarankan penerapan pola hidup sehat. Ini termasuk olahraga teratur, makan makanan sehat, serta tidur cukup dan teratur. Selain itu, penting juga untuk menerapkan manajemen stres yang baik, membatasi konsumsi kafein, menghindari minuman beralkohol, berhenti merokok, dan minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter.
Pencegahan migrain dapat dilakukan dengan menjaga keseimbangan hormon dan menghindari pemicu yang diketahui. Misalnya, menghindari makanan atau minuman tertentu yang bisa memicu migrain, menjaga rutinitas tidur yang konsisten, serta melakukan teknik relaksasi seperti yoga atau meditasi.