Rizal Ramli tuntut gerak cepat pemerintah atasi pelemahan Rupiah
Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli, menyatakan nilai tukar Rupiah yang tembus hingga 15.000 per dolar AS bukan akhir dari gejolak nilai tukar, tetapi merupakan sebuah awal. Oleh sebab itu, pemerintah perlu bergerak cepat agar depresiasi rupiah ini tidak terus berlanjut.
Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli, menyatakan nilai tukar Rupiah yang tembus hingga 15.000 per dolar AS bukan akhir dari gejolak nilai tukar, tetapi merupakan sebuah awal. Oleh sebab itu, pemerintah perlu bergerak cepat agar depresiasi rupiah ini tidak terus berlanjut.
"Apakah akan terjadi stabilitas baru Rp 15.000, ini sebuah akhir? Ini baru permulaan," ujar dia di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/10).
-
Mengapa Rizal Ramli dijuluki "Rajawali Ngepret"? Masyarakat Indonesia pasti mengenal Rizal Ramli sebagai Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya. Namun, banyak juga yang mengenal Rizal Ramli sebagai sosok yang kritis terhadap sesuatu yang dianggapnya tidak berpihak pada kepentingan bangsa dan negara, sehingga dia mendapat julukan baru "Rajawali Ngepret".
-
Siapa Rizma? Seorang guru SD Negeri 2 Karangmangu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah bernama Rizma Uldiandari sempat viral pada 2016 lalu.
-
Kapan Pejuang Rupiah harus bersiap? "Jangan khawatir tentang menjadi sukses tetapi bekerjalah untuk menjadi signifikan dan kesuksesan akan mengikuti secara alami." – Oprah Winfrey
-
Apa yang membuat Pejuang Rupiah istimewa? "Makin keras kamu bekerja untuk sesuatu, makin besar perasaanmu ketika kamu mencapainya."
-
Siapa Rizky Irmansyah? Rizky Irmansyah, sekretaris pribadi atau ajudan Prabowo, menjadi sorotan karena memiliki postur tubuhnya yang tinggi tegap serta kehadirannya yang sering mendampingi kegiatan Prabowo selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
-
Apa yang dijual oleh Rizal untuk menghasilkan omzet Rp9 juta per hari? Kini, usaha lapapan dan sambal bakarnya bisa meraup omzet hingga Rp9 juta per hari.
Ada sejumlah hal yang akan menjadi pemicu bagi berlanjutnya depresiasi Rupiah. Salah satunya kenaikan suku bunga Bank Sentral AS yang masih akan berlanjut. "Kemudian apakah emerging market akan berdampak ke Indonesia? Ya. Dan apakah trade war berdampak? Pasti. Tapi ini juga opportunity. Nah pemimpin yang hebat ubah krisis jadi kesempatan," ungkap dia.
Namun demikian, lanjut Rizal, pemerintah masih bisa meredam gejolak nilai tukar Rupiah agar tidak terus melemah. Pertama, dengan mengerem 10 impor komoditas yang besar, seperti baja dan kendaraan.
"Sebagai contoh impor baja dari China yang nilainya mencapai USD 10 miliar. Itu yang menyebabkan Krakatau Steel rugi. Berani dong kenakan anti dumping pada produk China. Kalau itu bisa, impornya bisa turun USD 5 miliar," kata dia.
"Kemudian untuk impor mobil kenakan dong (dihentikan), memang Jepang akan kesel. Tapi kita lobi ke Abe (Perdana Menteri Jepang), tolong dong impor dikurangi, nanti kalau sudah membaik impor lagi," lanjut Rizal.
Kedua, memaksa para eksportir untuk menarik devisa hasil ekspornya ke dalam negeri, tidak lagi di simpan di negara lain. Meski hal ini akan mendapatkan keberatan dari para pengusaha dan lembaga keuangan internasional seperti IMF, namun hal ini efektif untuk menyelamatkan rupiah.
"Kita buat UU terkait dengan ekspor. Kita pasti akan dilobi oleh IMF karena ini, tapi seluruh revenue ekspor harus masuk ke sini dulu. Sejak 2 tahun lalu pemerintah selalu terlambat mengambil langkah sehingga risiko makro ekonomi meningkat, hasilnya pertumbuhan ekonomi menjadi stunting di 5 persen," tandas dia.
Reporter: Septian Deny
Sumber: Liputan6
Baca juga:
Atasi defisit transaksi berjalan, Indonesia wajib ramah investasi asing
Dolar tembus Rp 15.000, BI yakinkan masih aman
Sri Mulyani: Pelemahan Rupiah bukan karena bencana alam, tapi faktor eksternal
Ini dampak melemahnya nilai tukar Rupiah pada APBN
Rupiah merosot ke Rp 15.100-an per USD, pengusaha masih tahan harga produk
Terus merosot, Rupiah sentuh level Rp 15.156 per USD
Membongkar penyebab terkaparnya Rupiah ke level Rp 15.000 terendah sejak krisis 1998