RUU tembakau: Di luar cukai, perokok diusul bayar premi asuransi
Itu untuk membiayai pengobatan berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh rokok.
Ketua Badan Legislasi DPR-RI Supratman Andi Atgas mengusulkan agar perokok membayar premi asuransi. Itu untuk membiayai pengobatan berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh rokok.
"Semisal premi asuransi 10 persen dari harga sebungkus rokok," katanya saat diskusi terkait Pro dan Kontra RUU Tembakau, Jakarta, Sabtu (28/5).
-
Apa yang ditemukan di Kawasan Industri Batang? Pada tahun 2019, seorang arkeolog asal Prancis bernama Veronique de Groot menemukan sebuah situs diduga candi di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang di Desa Sawangan, Kecamatan Gringsing, Batang.
-
Kapan Rumah Apung Tambaklorok diresmikan? Rumah apung ini telah rampung dibangun dan diresmikan pada tahun 2016 silam.
-
Apa yang dibuat oleh Rumah Produksi Kelorida di Bantul? Selain digunakan untuk produksi, Ida juga menanam daun kelor sendiri di rumahnya. Selain mengambil daun dari rumah sendiri, Ida juga mendapat pasokan kelor dari anggota Kelompok Tani (KWT) Ngudi Rejeki. Ida membeli langsung daun kelor tersebut.
-
Bagaimana dampak cukai rokok terhadap industri hasil tembakau? "Kita dibatasi produksinya, tapi di lain pihak rokok ilegalnya meningkat. Kalau rokok ilegal menurut informasi dari kawan-kawan Kementerian Keuangan, itu hampir 7 persen. Kalau itu ditambahkan kepada produksi yang ada, pasti akan tidak turun," tuturnya.
-
Di mana lokasi home industry produksi ekstasi dan pil koplo yang dibongkar? Polisi membongkar home industry yang memproduksi ekstasi dan pil koplo di Jalan Kertajaya Indah Timur IX Nomor 47, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya.
-
Bagaimana Djarum berhasil menjadi perusahaan raksasa di industri rokok? Tiga tahun berikutnya, Djarum berinovasi dengan meluncurkan Djarum Filter, merek rokok pertama yang diproduksi secara mekanis. Kesuksesan ini menjadi pijakan untuk diperkenalkannya Djarum Super pada tahun 1981. Saat ini, Djarum bukan hanya menjadi perusahaan raksasa, tetapi juga menjadi pilar industri rokok dengan lebih dari 75 ribu karyawan yang berdedikasi.
Supratman mengakui, rokok menimbulkan biaya kesehatan besar yang harus ditanggung pemerintah. Ditengarai, sebanyak 30 persen dari total klaim harus dibayar dibayar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh rokok.
"Di sisi lain, negara juga mendapatkan kas dari cukai Rp 150 triliun dan omset industri rokok mencapai Rp 250 triliun per tahun."
Atas dasar itulah, menurut Supratman, Badan Legislasi tengah mengharmonisasi draf undang-undang pertembakauan agar tak bertentangan dengan beleid lain. Terutama terkait kesehatan, tenaga kerja, dan perindustrian.
"Badan Legislasi ingin melihat secara komprehensif. Mumpung masih dalam taraf harmonisasi, semua pihak bisa memberi masukan agar kepentinganya terakomodir."
Kartono Muhammad, Ketua Dewan Penasehat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, menilai pengenaan premi asuransi khusus perokok bakal sulit diterapkan. Sebagai alternatif, dia mengusulkan, penaikan harga rokok.
"Semisal, rokok seharga Rp 10 ribu per bungkus dinaikkan menjadi Rp 15 ribu per bungkus. Nah, yang Rp 5 ribu disetor ke BPJS Kesehatan untuk antisipasi pembengkakan klaim karena rokok."
(mdk/yud)