'Siapapun jadi dirjen pajak, saat ini hadapi situasi sangat berat'
"Presiden dan menkeu sebaiknya menetapkan target-target dan indikator reformasi pajak yang konkret dan terukur."
Direktur Jenderal Pajak, Sigit Priadi Pramudito memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya per 2 Desember 2015. Sigit secara resmi telah memberikan surat pengunduran diri kepada Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, Senin (1/12).
Sebagai pengganti, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro melantik Staf Ahli Dirjen Pajak Kemenkeu, Ken Dwijugiastadi.
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
Direktur Eksekutif CITA (Center for Indonesia Taxation Analysis), Yustinus Prastowo menilai, siapapun sosok yang menjabat sebagai Dirjen Pajak saat ini dihadapkan pada situasi yang sangat berat. Kondisi perekonomian yang sedang turun hingga aksi kriminal di sektor perpajakan harus diselesaikan secara bersamaan.
Langkah Sigit melepas jabatan Dirjen Pajak dinilai sebagai sikap seorang ksatria lantaran realisasi penerimaan pajak masih jauh dari target, sementara waktu yang dimiliki untuk mengejar target pajak semakin minim.
"Saya kira siapa pun yang akan jadi dirjen pajak memang situasinya berat. Saya mengapresiasi sikap ksatria dan gentlement tanpa menyalahkan pihak lain. Bagi saya ini preseden baik untuk kekuasaan," ujar Pras kepada merdeka.com, Rabu (3/12).
Kondisi sulit saat ini menurut Pras merupakan waktu yang pas untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh di wilayah dan lingkup kerja Ditjen Pajak. "Saatnya ini dijadikan momentum pembenahan menyeluruh di DJP, supaya jangan ada korban lagi di masa mendatang," imbuhnya.
Pembenahan yang dimaksud Pras meliputi pembenahan kebijakan, regulasi, dan administrasi yang harus dilakukan secara bersamaan, dan melibatkan multipihak. Selain itu, pembenahan juga harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan Indonesia dalam rentang waktu jangka panjang.
"Target bukan ukuran satu-satunya. Maka presiden dan menkeu sebaiknya menetapkan target-target dan indikator reformasi pajak yang konkret dan terukur," tegas Pras.
Secara rinci Pras menyebut target-target yang dimaksud konkret dan realistis semisal tax ratio selama 5 tahun, peningkatan jumlah wajib pajak (WP), peningkatan kepatuhan pajak, peningkatan audit coverage, hingga peningkatan kompetensi pegawai. "Itu lebih fair," tutup Pras.
Seperti diketahui, setoran pajak masih kurang Rp 430 triliun dari target yang dipatok dalam APBNP 2015 sebesar Rp 1.294 triliun. Padahal, tahun 2015 hanya tinggal sebulan lagi.
(mdk/idr)