Tak mau terima risiko buat perusahaan BUMN enggan hedging
Rahmat menilai hal tersebut karena aturannya belum tersusun secara komprehensif.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Rahmat Waluyanto mengungkapkan alasan tak mau menanggung risiko membuat sejumlah perusahaan pelat merah enggan melakukan hedging (lindung nilai). Pasalnya, hal tersebut terbentur oleh aturan yang belum tersusun secara komprehensif.
"Jadi terbentur di peraturan undang-undang yang belum komprehensif tentang hedging itu menjadi alasan utama sebagian besar BUMN mereka belum mau lakukan hedging," ujar Rahmat di Gedung BI, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (10/4)
Untuk itu, Rahmat menilai membutuhkan koordinasi antar stakeholder terkait agar dicarikan solusinya.
Upaya ini, tambahnya, diperlancar dengan berkoordinasi dengan 8 badan lembaga, atau kementerian negara. Antara lain yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPKP, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Negara, Kejaksaan Agung, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN.
"Ini merupakan wujud nyata dukungan pemerintah, untuk mewujudkan pengelolaan resiko yang lebih baik oleh BUMN khususnya dalam antisipasi perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap asing," tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta aparat penegak hukum meluncurkan Standar Operational Prosedur Lindung Nilai (Hedging) bagi perusahaan milik negara. SOP ini, untuk menghindarkan perusahaan pelat merah terhindar dari kerugian negara.
"SOP, ada semacam ketidakpastian hukum bisa selesai. Manfaatnya besar terhadap nilai tukar yang pada hari ini tekanan kuat dihadapi," ujar Menteri Keuangan Chatib Basri di Kemenkeu, Jakarta.
Anggota BPK Rizal Djalil menegaskan, dengan adanya SOP ini, menghilangkan keraguan untuk menerapkan dan melaksanakan lindung nilai atau pengadaan mata uang asing selain di pasar spot. "Kalau ada yang belum jelas tanyakan. Auditor kita sudah siap mengimplementasikan," katanya.
SOP lindung nilai mencakup pengaturan melalui instrumen transaksi derivatif seperti FX Forward, FX Swap, maupun FX Option. Masing-masing institusi bisa melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan, karakteristik, kemampuan dari masing-masing institusi. Paling tidak, tiga bank BUMN ditunjuk untuk melayani fasilitas lindung nilai, diantaranya, BRI, Mandiri, dan BNI.
"Secara makro, transaksi lindung nilai dapat memberikan dukungan terhadap upaya menjaga stabilitas nilai tukar, minimalkan resiko gagal bayar, dan mendukung pasar keuangan domestik," kata Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo.