Tekan Emisi, Wamenkeu Ajak Grab Indonesia Gabung ke Ekosistem Kendaraan Listrik
Sektor transportasi sendiri merupakan salah satu penyumbang emisi terbesar di Indonesia. Khususnya dari moda kendaraan yang menggunakan BBM berbasis fosil.
Apalagi, lanjut Suahasil, PT PLN sudah mampu memproduksi energi listrik bersih. Yakni, produksi listrik yang tidak berasal dari batu bara melainkan sumber energi ramah lingkungan.
Tekan Emisi, Wamenkeu Ajak Grab Indonesia Gabung ke Ekosistem Kendaraan Listrik
- Tekan Emisi Karbon, Gobel Grup Alihkan Transportasi Pengiriman Barang dari Truk ke Kereta Api
- Berada di Indonesia, Ini Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Terbesar di ASEAN
- Jika China Mau, Ekosistem Mobil Listrik Dunia Bisa Dibikin Kelabakan
- PLTU Ini Ganti Bahan Bakar Batu Bara dengan Sampah dan Limbah Uang Kertas, Emisi CO2 Langsung Turun 555.000 Ton
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengajak Grab Indonesia untuk bergabung ke dalam ekosistem kendaraan listrik.
Ajakan ini sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintah untuk mencapai net zero emission pada 2060 mendatang.
"Saya ingin menyampaikan di penutup ini, Grab moga-moga juga ikut memikirkan bagaimana membuat kita lebih sustainable, masuk ke ruang ekonomi hijau, bukan dipikirkan sebagai tambahan biaya, tapi sebagai ruang bisnis baru," kata Suahasil dalam acara Grab Business Forum di Kempinski Hotel, Jakarta, Selasa (14/5).
Apalagi, lanjut Suahasil, PT PLN sudah mampu memproduksi energi listrik bersih. Yakni, produksi listrik yang tidak berasal dari batu bara melainkan sumber energi ramah lingkungan.
"Beberapa dunia usaha sudah minta kepada PLN sebagai penyedia listrik, saya mau listrik yang green dong, sekarang sudah bisa diberikan, bisa dibuat lebih maju," bebernya.
Suahasil menyebut, sektor transportasi sendiri merupakan salah satu penyumbang emisi terbesar di Indonesia.
Khususnya dari moda kendaraan yang menggunakan BBM berbasis fosil.
"Yang juga mengeluarkan emisi cukup besar di Indonesia sektor transportasi dan sektor transportasi karena pakai fosil BBM," bebernya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi), berkomitmen untuk menekan emisi di Indonesia. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memproyeksikan total pembiayaan iklim yang dibutuhkan dalam E-NDC mencapai Rp 4.200 triliun.
"Tidak bisa ada komitmen tanpa ada sumber daya pendukungnya, dan berdasarkan estimasi yang berdasarkan total pembiayaan iklim yang dibutuhkan E-NDC mencapai Rp 4.200 triliun, mungkin kalau saya sebut dalam rupiah yaitu sekitar USD 281 miliar hingga 2030," kata Sri Mulyani.
Menurut Sri, sangatlah penting untuk bisa merancang suatu kerangka kebijakan dan peraturan yang tepat maupun iklim investasi yang yang cocok agar bisa lebih banyak lagi mengundang partisipasi investasi swasta maupun internasional.
"Jadi, di sini juga kita akan mengundang banyak filantropi untuk berpartisipasi dalam hal ini," ujarnya
Saat ini, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan beberapa insentif fiskal maupun melakukan inovasi pembiayaan untuk bisa mewujudkan net zero emission, dan menciptakan dana yang dibutuhkan untuk investasi di proyek-proyek hijau atau ramah lingkungan, diantaranya insentif ini termasuk dalam penggunaan tax holiday, tax allowance, fasilitasi PPN dan bea impor.
"Jadi, kami juga menciptakan berbagai instrumen yang termasuk penerbitan sukuk hijau dan juga obligasi hijau di tingkat domestik maupun internasional, dan kami harapkan bahwa obligasi hijau maupun SDGs Kami akan membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan ini perlu didukung dengan kerangka peraturan yang konsisten," pungkasnya.