Utang Orang Indonesia Pakai Paylater Terus Naik, Kini Mencapai Rp6,81 Triliun
Pembiayaan paylater di Indonesia memiliki potensi pasar yang cukup besar sejalan dengan perkembangan perekonomian berbasis digital.
Peningkatan tersebut dibarengi dengan profil risiko pembiayaan yang tercermin dari rasio Non Performing Financing (NPF) Gross dan NPF Netto masing-masing sebesar 3,22 persen dan 0,84 persen per Mei 2024.
Utang Orang Indonesia Pakai Paylater Terus Naik, Kini Mencapai Rp6,81 Triliun
- Banyak Generasi Muda Terjebak Belanja Pakai Paylater, Buntutnya Utang Warga Indonesia Capai Triliunan
- Penyaluran Paylater BCA Capai Rp250 Miliar
- Jangan Asal Check Out Belanjaan, Simak Untung Rugi Pakai Paylater Menurut Pakar Ekonomi Unair
- Pahami Sebelum Transaksi, Paylater Ibarat Pedang Bermata Dua yang Bisa Bawa Manfaat dan Risiko
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran piutang pembiayaan perusahaan Buy Now Pay Later (BNPL) atau bayar nanti mencapai Rp6,81 triliun per Mei 2024.
"Total penyaluran piutang pembiayaan perusahaan Buy Now Pay Later (Paylater) Mei 2024 meningkat 33,64 persen yoy menjadi sebesar Rp6,81 triliun," kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman dalam keterangannya di Jakarta.
Peningkatan tersebut dibarengi dengan profil risiko pembiayaan yang tercermin dari rasio Non Performing Financing (NPF) Gross dan NPF Netto masing-masing sebesar 3,22 persen dan 0,84 persen per Mei 2024.
Menurutnya, pembiayaan BNPL di Indonesia memiliki potensi pasar yang cukup besar sejalan dengan perkembangan perekonomian berbasis digital.
Terkait aturan paylater OJK masih melakukan kajian. Hal ini sejalan dengan perkembangan layanan BPNL di tanah air, agar ke depannya bisa memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan inklusi keuangan di Indonesia.
merdeka.com
Adapun kajian yang dilakukan, pertama, mengenai persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan paylater. Kedua, terkait kepemilikan sistem informasi.
Ketiga, terkait pelindungan data pribadi. Keempat, rekam jejak audit. Kelima, terkait sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, terkahir terkait manajemen risiko.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan kepada masyarakat untuk bersikap bijak apabila melakukan pinjaman melalui produk buy now, pay later (BNPL) yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan membayar kembali serta diupayakan berutang untuk sesuatu yang produktif.
“Perlu diingat bahwa setiap utang harus dilunasi secara tepat waktu dan tepat jumlah. Apabila pembayaran tidak sesuai ketentuan maka dapat menyebabkan kredit macet dan membuat riwayat kredit buruk,” Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi.
Friderica mengamini bahwa produk paylater memang memberikan kemudahan transaksi dan tawaran promo. Namun, perlu diperhatikan bahwa masyarakat harus mampu melunasi pinjaman yang dimanfaatkan beserta biaya lainnya seperti administrasi, bunga, denda, dan lain-lain.
merdeka.com
“Saat ini pinjaman paylater juga sudah masuk dalam pencatatan riwayat kredit dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK – OJK Checking). Hal tersebut diartikan bahwa riwayat pembayaran cicilan paylater dapat memengaruhi riwayat kredit konsumen,” jelas dia.
Friderica menegaskan, konsumen paylater harus bertanggung jawab terhadap utang dan menjaga riwayat kredit. Sebab, pinjaman dan riwayat kredit menggambarkan karakter pribadi.
Selain itu, riwayat kredit juga dapat berdampak pada aspek kehidupan lain seperti proses lamaran kerja atau pengajuan pinjaman di sektor jasa keuangan.
merdeka.com
Riwayat kredit yang buruk, jelas Friderica, mengindikasikan karakter yang tidak mampu mengelola uang sehingga dianggap rentan melakukan kecurangan/fraud, berisiko merusak perusahaan, atau mengalami non-performing loan atau gagal bayar dalam pinjaman jangka panjang seperti KPR.
“Masyarakat perlu membekali dirinya dengan kemampuan pengelolaan keuangan agar dapat membedakan antara kebutuhan dengan keinginan, sehingga mampu mengendalikan diri dari perilaku konsumtif dan terjebak dalam hutang yang tidak produktif,” kata Friderica.