Utang pemerintah Rp 2.023 triliun digunakan untuk apa?
Pemerintah dituding sengaja membuat postur APBN defisit agar diarahkan ditutupi dengan utang.
Lembaga swadaya Indonesia Budget Center menilai yang penting disoroti dari utang negara sebesar Rp 2.023 triliun adalah penggunaannya. Namun, sampai sekarang, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai tidak transparan dalam menjelaskan penggunaan utang tersebut.
Peneliti IBC Apung Widadi melihat adanya kecenderungan pemerintah sengaja membuat Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) defisit. Dengan begitu, kekurangannya selalu diarahkan agar ditutup dari utang. Pemerintah tidak pernah berkomitmen mencari sumber pendapatan baru untuk menutupi kebutuhan belanja yang semakin besar.
-
Kenapa SBY memberi lukisan kepada Prabowo? "Ini Pak Prabowo keyakinan saya atas pemipin kita mendatang, atas harapan saya, dan juga doa kita semua agar Pak Prabowo kokoh kuat seperti batu karang ini memajukan Indonesia, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menegakkan hukum dan keadilan, dan tugas-tugas lain yang diemban oleh beliau nanti. Semoga berkenan," imbuh SBY.
-
Kapan SBY memberikan lukisan kepada Prabowo? Lukisan tersebut diberikan, saat acara buka bersama seluruh jajaran Partai Demokrat, di Kawasan Jakarta Selatan, Rabu (27/3).
-
Siapa yang menemani SBY di atas panggung? SBY didampingi oleh Vincent dan Desta sebagai pembawa acara.
-
Kapan pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden? Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 pada 20 Oktober mendatang.
-
Apa yang diusulkan Mentan kepada Presiden? Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengusulkan kepada presiden penambahan kuota pupuk bersubsidi.
-
Bagaimana SBY membuat lukisan itu? SBY mengungkapkan sejarah dibalik lukisan yang akan dia berikan kepada Prabowo. Di mana, lukisan tersebut dirinya buat hanya kurun waktu 10 jam saja. "Kemarin saya baru melukis selama 5 jam, dengan harapan masih ada dua hari, ternyata dipercepat. Tadi, habis subuh, habis sahur habis salat saya langsung menuju studio selama 5 jam saya tuntaskan ini 10 jam Pak Prabowo untuk bapak tercinta," kata SBY.
"Misalnya dari perubahan APBN-P kemarin, yang lebih banyak dibahas alokasi makro, tapi sektor pendapatan tidak ada dorongan untuk ditingkatkan, sehingga akhirnya kita kembali berutang," ujarnya selepas diskusi Kemandirian Bangsa di Tebet, Jakarta, Minggu (7/7).
Apung mencontohkan komentar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa dua bulan lalu yang mengaku tidak khawatir dengan utang besar.
Saat itu Hatta beralasan, yang lebih penting adalah menjaga rasio utang terhadap GDP. "Yang penting dijaga adalah utang terhadap GDP. Orang anggap angka yang aman itu 60 persen. Kita hanya 24 persen," ujar Hatta.
Padahal, menurut Apung, yang lebih patut disorot adalah realisasi penggunaan utang itu. Apalagi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah melansir pernyataan ada potensi penggelembungan (mark up) utang tanpa ada audit yang jelas.
"Dibanding rasio terhadap PDB, yang lebih penting dari utang yang besar ini adalah akuntabilitas penggunaannya. Ketua BPK Hadi Purnomo pernah menyatakan ada potensi mark up utang, tapi sampai sekarang, auditnya itu-itu saja," paparnya.
Saat ini, audit pemanfaatan utang pemerintah hanya fokus pada persoalan administratif. Semisal Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan prosedur utang sudah benar atau tidak. Bagi Apung, sudah saatnya BPK menggandeng KPK, memperdalam pemeriksaan utang itu.
"Sekarang perlu item auditnya diperluas, utang itu produktif tidak sih, atau pengelolaan kebocorannya berapa," kata Apung.
Sebelumnya, data Koalisi Anti Utang (KAU) menyebutkan, sejak SBY berkuasa pada 2004, peningkatan utang luar negeri pemerintah mencapai Rp 724,22 triliun. Peningkatan ini signifikan lantaran pada 2004, utang pemerintah baru sebesar Rp 1,299 triliun.
"Rata-rata setiap warga Indonesia menanggung utang sekitar Rp 8,5 juta," kata Ketua KAU Dani Setiawan di tempat yang sama.
Penambahan utang luar negeri selama era SBY, menggerus anggaran negara dan mengurangi belanja sektor publik. Buktinya anggaran kemiskinan, imbuh Dani, saat 2005 ketika SBY baru setahun berkuasa, sebesar Rp 23 triliun. Pada 2013, akumulasi kenaikannya hanya Rp 115 triliun.
(mdk/noe)