Wamenkeu Thomas: Fenomena Penurunan Kelas Menengah Jadi PR Baru Prabowo
Thomas mengakui, fenomena penurunan kelas menengah ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono menanggapi fenomena penurunan kelas menengah, kelompok calon kelas menengah dalam beberapa tahun terakhir. Istilah ini mengacu pada kelompok penduduk yang berada di antara kelas bawah dan menengah atau calon kelompok kelas menengah baru.
Thomas mengakui, fenomena penurunan kelas menengah ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto. Meski begitu, sejak saat ini Pemerintah terus mencermati tren fenomena turunnya kelas menengah ini.
- Terungkap, Puan Blak-blakan Pramono Diutus Megawati Temui Prabowo
- Prabowo Diam-Diam Sudah Tes Para Calon Menterinya Sejak Lama, Apa Hasilnya?
- VIDEO: Resmi Jadi Wamenkeu, Thomas Djiwandono Beri Hormat ke Menhan Prabowo
- Dilantik Jadi Wamenkeu II, Thomas Djiwandono Siap Mundur dari Bendahara Umum Gerindra
"Ini memang menjadi suatu hal yang dicermati betul. Saya rasa ini memang menjadi PR pemerintahan pak prabowo yang utama bagaimana kita mencari solusi jangka panjang untuk kembali ke level pra pandemi tadi," kata Tommy dalam acara Media Gathering di Kawasan Anyer, Banten, dikutip Kamis (26/9).
Keponakan Prabowo Subianto ini menjelaskan fenomena kelas menengah turun ini tak lepas dari dampak pandemi Covid-19. Dia menilai fenomena ini terjadi akibat meningkatnya angka PHK yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu.
"Saya rasa konteksnya dulu kenapa kelas menengah ini turun. Itukan ada kaitannya sama pandemi. Mungkin mbak sendiri punya teman yang tadinya punya kerjaan di mana tiba-tiba (udah nggak kerja) atau mungkin masih (kerja), tapi enggak sebaik sebelum pandemi," beber dia.
Lanjutan dari Dampak Pandemi Covid-19
Dia meyakini pemerintah Jokowi telah mengambil langkah-langkah tepat untuk mencegah turunnya kelas menengah lebih banyak. Antara lain dengan menyalurkan program bantuan sosial (bansos) bagi kelompok masyarakat terdampak pandemi Covid-19.
"Saya mau garis bawahi bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi oleh kelas menengah ini bukan karena kebijakan yang kurang, tapi harus liat konteks pandemi tadi. Kalau kelas paling rentankan kan memang dibantu oleh perlindungan sosial," jelasnya.
Dia mencontohkan, saat ini Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu tengah berupaya untuk meminimalisir dampak scarring effect akibat pandemi Covid-19. Sehingga, membuka ruang untuk meningkatkan kembali kelas menengah sebagai penopang perekonomian nasional.
"Teman-tan BKF sedang fokus ke arah itu, bagaimana kita bukan hanya menopang, tapi justru memberikan ruang agar kelas menengah tumbuh. Scaring effect dari pandemi ini bagaimana itu kita setop. Tapi memang kelas menengah ini perlu perhatian khusus," tandasnya.
Data Penurunan Kelas Menengah
Menurut catatan BPS, jumlah kelas menengah terbukti terus mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir. Pada 2019, kelompok kelas menengah sebesar 57,33 juta orang atau sekitar 21,45 persen dari total jumlah penduduk.
Namun, BPS tidak menampilkan data proporsi kelas menengah di 2020 karena adanya pandemi Covid-19. Pandemi di tahun selanjutnya juga turut membuat jumlah penduduk kelas menengah turun, menjadi 53,83 juta orang atau sekitar 19,82 persen total penduduk.
Penurunan terus terjadi di tahun-tahun selanjutnya. Seperti di 2022, dengan jumlah populasi kelas menengah sebanyak 49,51 juta orang atau 18,06 persen total penduduk. Kembali berkurang menjadi 48,27 juta orang atau 17,44 persen total penduduk di 2023.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) per Maret 2024, proporsi kelas menengah tahun ini sebanyak 47,85 juta orang atau sekitar 17,13 persen.
Merujuk perhitungan terakhir, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, kelompok kelas menengah adalah mereka yang punya tingkat pengeluaran di kisaran Rp2.040.262 sampai Rp9.909.844 per kapita per bulan.