Waspada, Harga Pangan Global Naik di Tengah Pelemahan Nilai Tukar Rupiah
"Kita harus fokus ke produksi dalam negeri. Ini waktunya kita lakukan peningkatan produksi. Apalagi kurs dolar saat ini sedang tinggi," kata Kepala Bapanas.
Berdasarkan data di The FAO Food Price Index (FFPI), pada Mei 2024 indeks harga pangan naik 1,1 poin menjadi 120,4 poin. Padahal di bulan sebelumnya indeks tercatat di 119,3 poin.
Waspada, Harga Pangan Global Naik di Tengah Pelemahan Nilai Tukar Rupiah
Waspada, Harga Pangan Global Naik di Tengah Pelemahan Nilai Tukar Rupiah
- Laba Anjlok Tajam, Perusahaan Pedagang Komoditas Pertanian Terbesar Dunia Pecat 8.000 Karyawan
- Waspada, Penurunan Daya Beli Berpotensi Tambah Jumlah Pengangguran di Indonesia
- Waspada, Dunia Tengah Hadapi Neraka Iklim Bisa Berakibat Kelaparan Hebat
- Pemerintah Jamin Harga Beras Turun Mulai Maret, Begini Penjelasannya
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi mengatakan kondisi harga pangan global belakangan ini mulai menunjukan kenaikan, diiringi pelemahan nominal kurs rupiah terhadap dolar AS.
Berdasarkan data di The FAO Food Price Index (FFPI), pada Mei 2024 indeks harga pangan naik 1,1 poin menjadi 120,4 poin. Padahal di bulan sebelumnya indeks tercatat di 119,3 poin.
Sementara di awal 2024, indeks masih berada di 117,7 poin. Oleh sebab itu, Arief mendorong adanya peningkatan produksi pangan pokok strategis yang bersumber dari dalam negeri.
Perlu diketahui, FFPI adalah pengukuran perubahan harga bulanan lingkup internasional untuk sejumlah komoditas pangan. Indeks ini terdiri dari rerata harga 5 komoditas, antara lain sereal, minyak nabati, produk susu, daging, dan gula.
“Kita harus fokus ke produksi dalam negeri. Ini waktunya kita lakukan peningkatan produksi. Apalagi kurs dolar saat ini sedang tinggi, di atas Rp16.400 per dolar. Kita sangat ingin efek ekonomi dari importasi tidak hanya di negara mitra melulu, tapi kembali lagi ke Indonesia,” ujar Arief dalam keterangannya, Selasa (24/6).
Arief menuturkan apabila setiap bulannya bisa menanam lebih dari 1 juta hektare sawah padi akan menghasilkan 2,5 juta ton beras, mana kondisi produksi negara aman.
"Selanjutnya kita tinggal intensifikasi, mau berapa dinaikan rata-rata produksi per hektarnya. Kemudian ditambah ekstensifikasi, ini tentunya perlu infrastruktur teknologi pertanian. Di pasca panen juga perlu disiapkan. Meningkatkan produksi itu sangat bisa,” tuturnya.
Namun apabila peningkatan produksi dalam negeri berhasil diterapkan, tentunya pemerintah bisa kian memperkuat stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Ini karena dalam kondisi apapun, jumlah stok CPP harus senantiasa mampu menopang berbagai program intervensi pemerintah ke pasar dan masyarakat.
“Jadi hari ini Badan Pangan Nasional tentunya menyiapkan CPP, baik dari dalam maupun luar negeri. Ini semua demi CPP. Jadi kenapa kita melakukan importasi, itu semata-mata untuk CPP. Tapi adanya importasi tidak berpengaruh buruk ke harga petani kita, karena pemerintah terus pantau dan jaga di semua level rantai pasok kita, baik harga di produsen, pedagang, maupun konsumen," terang Arief.