YLKI Catat Produk E-commerce dan Pinjaman Online Terbanyak Dikeluhkan Konsumen
Berdasarkan data Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, tercatat pengaduan yang terkait ekonomi digital menduduki rangking pertama, selama tiga tahun terakhir, berkisar 16 sampai 20 persen dan total komoditas pengaduan yang diterima YLKI.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan sebagian besar pengaduan masyarakat yang masuk ke pihaknya terkait dengan kerugian di sektor ekonomi digital. Berdasarkan data Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, tercatat pengaduan yang terkait ekonomi digital menduduki rangking pertama, selama tiga tahun terakhir, berkisar 16 sampai 20 persen dan total komoditas pengaduan yang diterima YLKI.
"Pengaduan itu berupa transaksi produk e-commerce, dan atau pinjaman online," kata dia, di Kantornya, Jakarta, Jumat (25/1).
-
Kenapa Hari Jomblo di Tiongkok menjadi Hari Belanja Online? Seperti halnya Hari Valentine di Amerika Serikat yang dianut oleh Hallmark, Hari Jomblo di Tiongkok juga dikooptasi oleh raksasa e-commerce Alibaba pada tahun 2009 dan diubah menjadi hari belanja online besar-besaran.
-
Siapa yang melakukan riset tentang kepuasan berbelanja online di e-commerce? Melihat situasi pasar digital di awal tahun 2024 yang terus bergerak mengikuti perkembangan kebutuhan dan preferensi masyarakat, IPSOS melakukan riset dengan tajuk ”Pengalaman dan Kepuasan Belanja Online di E-commerce”.
-
Kenapa daftar pustaka online penting? Media online acap dijadikan referensi karena memang ada banyak informasi dan data valid yang disampaikan ahli dan dibagikan kepada masyarakat secara online. Perkembangan internet mendorong referensi kredibel dari internet semakin banyak.
-
Mengapa penipuan online sering terjadi saat belanja online? Penipuan online bisa terjadi kapan saja, yang paling sering adalah saat belanja online. Diskon fantastis yang ditawarkan membuat konsumen rentan terkena tipu-tipu saat barang yang dikirim nggak sesuai.
-
Bagaimana cara kerja e-commerce dalam mengelola sistem pembayaran? Pada marketplace, sistem pembayaran dan pengiriman sudah diatur hingga tuntas tanpa melibatkan penjual ataupun pembeli. Namun, pada e-commerce tentu saja semuanya harus dijalankan secara independen. Mulai dari sistem pembayaran yang dipilih hingga metode pengiriman yang digunakan.
-
Apa yang membuat Bedu terjerat hutang pinjaman online? Kabar mengejutkan belakangan ini, Bedu disebut terjerat pinjaman online dan tidak mampu membayarnya.
Hal ini, kata Tulus, dikarenakan pengawasan dan regulasi pemerintah terhadap sektor bisnis daring alias ekonomi digital masih lemah. Dia mengatakan, saat ini pelaku pinjaman online yang terdaftar di OJK hanya 72 saja, tetapi di lapangan yang beroperasi mencapai lebih dari 350 pelaku.
"Kenapa dibiarkan? Padahal mereka adalah ilegal, OJK bisa langsung bersinergi dengan Satgas Waspada Investasi dan Kementerian Kominfo, untuk langsung memblokir pinjaman online yang ilegal tapi masih bergentayangan. Demikian juga dalam hal belanja online, e-commerce," ungkapnya.
Menurut dia, tentu amat berbahaya bila transaksi antara konsumen dengan pedagang berjalan tanpa pengawasan oleh regulator. Sebab, potensi pelanggaran hak konsumen sangat besar.
"Terbukti, menurut data 24 persen uang konsumen hilang dalam transaksi tersebut, alias terjebak aksi transaksi penipuan. Belum lagi pengaduan seperti barang yang diterima konsumen rusak, tidak sesuai, atau terlambat dalam pengiriman," ujar Tulus.
Dari sisi aturan, lanjut dia, harus diakui jika sampai sekarang belanja online belum ditopang dengan regulasi yang memadai. Mulai belum adanya UU Perlindungan Data Pribadi, sampai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
"Sampai sekarang masih tersimpan di laci Sekretariat Negara. Alias mangkrak! Padahal transaksi e-commerce saat Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional), angka pertumbuhannya melompat sampai dua digit. Jika Harbolnas 2012 angkanya hanya mencapai Rp 67,5 miliar; maka pada 2017 melambung menjadi Rp 4,7 triliun," tegasnya.
Hanya sektor transportasi online dan finansial teknologi (fintek) yang regulasinya lumayan bagus, walau dalam pengawasan masih kedodoran. Hal itu terbukti dengan pelanggaran hak konsumen taksi online dan juga ojek online, masih sangat masif. Berdasarkan survei YLKI pada September 2016, 45 persen konsumen transportasi online pernah dikecewakan.
Bahkan kini terbukti, transportasi online tidak senyaman dan tidak seaman yang dibayangkan sebelumnya. Berbagai kriminalitas, termasuk pembunuhan, beberapa kali terjadi di angkutan online. Dan korban utamanya adalah konsumen. Di sisi yang lain, driver angkutan juga hanya menjadi korban eksploitasi para kapitalis yang bercokol di angkutan online.
Pelanggaran hak konsumen yang tak kalah sadisnya adalah sektor finansial teknologi, dengan Peer to Peer Landing, alias pinjaman online. "Level keluhan pinjaman online bukan sekadar gangguan kenyaman saja, tapi sudah menembus ancaman keamanan dan keselamatan konsumen, dan berpotensi melanggar HAM konsumen," ungkapnya.
Penyebab lain masih tingginya pelanggaran hak konsumen di sektor ekonomi digital yakni masih literasi digital konsumen. Padahal, transaksi ekonomi digital mensyaratkan literasi yang tinggi pada konsumen, yakni kemampuan konsumen yang handal terkait sisi teknologi digital, dan atau kemampuan membaca berbagai persyaratan teknis sebelum transaksi dilakukan.
"Juga prinsip kehati-hatian konsumen terhadap data pribadi, mulai alamat email, alamat rumah, alamat kontak telepon, foto pribadi, dan video. Terhadap kehati-hatian perlindungan data pribadi, konsumen juga masih rendah. Rendahnya literasi digital ini, akan berdampak terhadap berbagai persoalan yang ending-nya merugikan konsumen," tandasnya.
Baca juga:
Benarkah Avtur Jadi Pemicu Mahalnya Harga Tiket Pesawat?
YLKI: Tiket Pesawat Domestik Naik Dekati 85 Persen, Tentu Masyarakat Shock
YLKI: Semua Mengeluh Bagasi Pesawat Berbayar
Pemerintah Jokowi-JK Didesak Naikkan Cukai Rokok Hingga 57 Persen
Cukai Tembakau Tak Naik, YLKI Kritik Keras Menteri Kesehatan
YLKI: Kebijakan Pengendalian Tembakau Era Jokowi Alami Kemunduran
YLKI Desak Kemenhub Atur Batas Tarif Bagasi Pesawat Berbayar