Profil Dokter Detektif Amira Farahnaz, Mengungkap Praktik Overclaim Skincare dan Terjerat Kasus Hukum
Amira Farahnaz, Dokter Detektif yang dikenal karena investigasi produk skincare dan klaim berlebihan, kini berstatus tersangka kasus ITE.

Amira Farahnaz, atau yang lebih dikenal sebagai Doktif, seorang dokter kecantikan berusia 44 tahun (per Maret 2025) kelahiran 12 Januari 1981, telah menjadi sorotan publik. Ia lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya dan kini menjadi pemilik Amira Aesthetic Clinic.
Namun, popularitasnya bukan berasal dari praktik kedokteran kecantikannya semata, melainkan karena investigasi berani yang dilakukannya terhadap industri skincare di Indonesia, yang berujung pada penetapannya sebagai tersangka kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Doktif menggunakan metode UPLC (Ultra Performance Liquid Chromatography) di laboratorium SIG untuk menguji kandungan berbagai produk skincare populer. Ia kemudian membandingkan hasil uji tersebut dengan klaim yang disampaikan oleh produsen.
Pengungkapan ketidaksesuaian antara klaim dan kandungan produk ini seringkali menimbulkan kontroversi dan perselisihan dengan berbagai brand skincare di Indonesia. Tindakannya ini telah menuai pujian dari sebagian masyarakat yang mengapresiasi upaya pengungkapan praktik overclaim yang merugikan konsumen.
Pada Maret 2025, Doktif ditetapkan sebagai tersangka kasus ITE atas laporan Dokter Andreas Situngkir, seorang dokter kecantikan dan pemilik klinik Mutiara Medical. Dokter Andreas melaporkan Doktif atas dugaan pencemaran nama baik.
Profil Dokter Detektif: Amira Farahnaz
Amira Farahnaz, seorang muslim, aktif di media sosial melalui akun @dokterdetektif (TikTok) dan @dokterdetektifreal (Instagram). Ia menikah dengan Teuku Nasrullah, seorang pengacara. Komitmennya dalam mengungkap praktik overclaim di industri skincare telah membawanya ke pusat perhatian, baik pujian maupun kecaman.
Metode UPLC yang digunakan Doktif dalam investigasinya memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan metode uji lainnya. Hal ini memungkinkan Doktif untuk mengungkap ketidaksesuaian antara klaim produsen dan kandungan sebenarnya dari produk skincare. Keakuratan data yang disajikan menjadi salah satu faktor yang mendukung kredibilitas investigasinya, meskipun tetap memicu kontroversi.
Meskipun kontroversial, aksi Doktif telah mendorong kesadaran publik akan pentingnya kehati-hatian dalam memilih produk skincare dan membaca label dengan teliti. Ia juga secara tidak langsung mendorong industri skincare untuk lebih transparan dan bertanggung jawab dalam klaim produk mereka.
Latar Belakang Dokter Andreas Situngkir
Dokter Andreas Situngkir, pelapor Doktif, juga seorang dokter kecantikan yang aktif di media sosial memberikan edukasi kepada pengikutnya tentang bahaya skincare yang tidak aman. Ia terdaftar sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan memiliki klinik kecantikan sendiri. Perspektifnya berbeda dengan Doktif, sehingga memicu perselisihan yang berujung pada pelaporan hukum.
Sebagai anggota IDI, Dokter Andreas memiliki tanggung jawab profesional untuk menjaga etika dan reputasi profesi kedokteran. Pelaporan yang dilakukannya terhadap Doktif mencerminkan perbedaan pandangan dan pendekatan dalam menangani isu terkait industri skincare di Indonesia. Kedua dokter ini memiliki basis pengikut yang cukup besar di media sosial, sehingga kasus ini semakin menarik perhatian publik.
Kasus hukum antara Doktif dan Dokter Andreas Situngkir menjadi perdebatan publik, dengan sebagian pihak mendukung Doktif karena upayanya mengungkap praktik overclaim, sementara pihak lain mendukung Dokter Andreas karena merasa dirugikan atas tindakan Doktif. Perkembangan kasus ini masih terus dipantau dan menjadi perhatian bagi industri skincare Indonesia.