Ilmuwan Ungkap Satu Gen Bisa Jelaskan 30 Kelainan Medis Misterius
Puluhan pasien yang diteliti mengalami berbagai macam gejala.
Investigasi para ilmuwan terhadap kelainan langka pada satu pasien berhasil memecahkan misteri medis yang mempengaruhi setidaknya 30 orang. Puluhan pasien ini mengalami berbagai macam gejala, mulai dari keterlambatan perkembangan hingga malformasi tulang, dan bahkan kematian dini.
Namun, ternyata mereka semua memiliki kelainan yang disebabkan oleh mutasi pada gen yang sama, yang disebut FLVCR1, menurut penelitian baru yang diterbitkan dalam jurnal Genetics in Medicine.
-
Apa yang diidentifikasi oleh para ahli genetika? Setelah 60 tahun melakukan pencarian, para ahli genetika akhirnya mengidentifikasi gen di balik warna oranye pada kucing rumahan.
-
Apa yang ditemukan tim ahli genetika pada tahun 2013? Pada tahun 2013, sebuah tim ahli genetika menerbitkan penelitian dalam jurnal 'Human Biology' yang menemukan kesamaan DNA antara Napoleon dan orang Yunani modern, berdasarkan sampel rambut Napoleon yang diambil dari sebuah museum di Paris.
-
Apa yang ditemukan ilmuwan? Menariknya, para ilmuwan baru-baru ini menemukan salah satu fosil burung terror yang diyakini menjadi yang terbesar yang pernah ditemukan.
-
Apa saja jenis penyakit keturunan? Ada tiga jenis penyakit keturunan, yaitu Penyakit Monogenik, Penyakit Multifaktorial, dan Penyakit Kromosom.
Pemimpin penelitian dan instruktur neurologi pediatrik dan ilmu saraf perkembangan di Baylor College of Medicine di Texas, Dr Daniel Calame mengungkapkan, gen ini mengontrol pengangkutan dua nutrisi utama, kolin dan etanolamin, di sekitar sel. Baik kolin dan etanolamin memiliki peran mendasar dalam metabolisme, reaksi kimia yang memasok energi bagi tubuh.
"Dengan mengingat hal tersebut, dan fakta bahwa FLVCR1 berada di seluruh tubuh, masuk akal jika Anda bisa mendapatkan spektrum masalah yang luas tergantung pada seberapa parah defisit transportasi kolin/etanolamin Anda,” jelas Calame, dikutip dari Live Science, Kamis (26/12).
Pasien pertama dalam penelitian baru ini dirawat di klinik Calame di Rumah Sakit Anak Texas. Bocah laki-laki tersebut mengalami keterlambatan perkembangan saraf yang parah, riwayat kejang, dan tubuhnya kebal akan rasa sakit. Menurut Calamel, kejang dan keterlambatan perkembangan saraf adalah kombinasi gejala yang umum, tetapi kurangnya sensasi nyeri pada anak merupakan hal aneh. Bocah tersebut dan orang tuanya sebelumnya telah menjalani tes genetik, namun tidak ada yang mampu mengidentifikasi akar penyebab kelainannya.
Jadi Calame dan timnya menggali lebih dalam data tersebut, mempelajari seluruh konstelasi gen dalam genom anak laki-laki yang mengkode protein. Mereka melihat mutasi yang sangat langka pada kedua salinan gen FLVCR1. Hal ini menarik perhatian Calame karena gen tersebut sebelumnya telah dikaitkan dengan gangguan berbeda yang melibatkan koordinasi otot dan degradasi retina.
Kurang Sensitif Terhadap Rasa Sakit
Calame mengatakan, gejala tersebut sangat berbeda dengan gejala yang terlihat pada pasiennya. Namun ada satu kesamaan: Dalam beberapa kasus, pasien dengan kondisi lain tersebut juga mengalami penurunan sensitivitas terhadap rasa sakit.
Untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi, Calame dan tim melihat kembali basis data DNA yang dikumpulkan dari 12.000 individu dengan kondisi genetik dan mereka menghubungi laboratorium penelitian lain di seluruh dunia dengan data serupa. Mereka mengidentifikasi 30 pasien dari 23 keluarga berbeda dengan mutasi FLVCR1. Total ada 22 mutasi, 20 di antaranya belum pernah dilaporkan sebelumnya.
Beberapa dari 30 orang tersebut meninggal saat lahir karena masalah perkembangan yang parah di dalam rahim. Yang lain selamat tetapi mengalami keterlambatan perkembangan, malformasi tulang, atau mikrosefali, suatu kondisi di mana tengkorak menjadi lebih kecil dari seharusnya.
Sampel Darah
Dalam percobaan laboratorium, penulis studi lainnya, Long Nam Nguyen yang juga seorang profesor di Fakultas Kedokteran Yong Loo Lin Universitas Nasional Singapura, menyelidiki fungsi FLVCR1. Penelitian ini mengungkap peran gen dalam menggerakkan kolin dan etanolamin di sekitar sel, membantu menjelaskan bagaimana satu perubahan genetik dapat mempengaruhi begitu banyak sistem dalam tubuh.
Calame dan timnya kini mengumpulkan sampel darah dari pasien dengan mutasi FLVCR1 untuk melihat apakah mereka dapat menemukan cara untuk mengobati kondisi langka ini. Calame mengatakan, dalam beberapa kasus, ada kemungkinan bahwa melengkapi sel dengan tambahan kolin dan etanolamin dapat membantu. Alternatifnya, peneliti mungkin perlu menggunakan obat lain untuk mencegah penumpukan racun yang dapat terjadi ketika proses dasar seluler menjadi tidak berjalan baik.
Penelitian ini mungkin mempunyai implikasi terhadap kondisi lain yang melibatkan kolin, nutrisi penting yang bisa didapatkan dari sayuran hijau, kacang-kacangan, dan banyak produk hewani. Calame menambahkan, kekurangan kolin telah dikaitkan dengan kerusakan saraf yang berkaitan dengan usia dan gangguan neurodegeneratif, seperti Alzheimer.
"Ini mempunyai banyak implikasi di luar penyakit yang sangat langka ini," pungkasnya.