Kemlu RI Pulangkan 84 WNI, Termasuk 3 Ibu Hamil yang Jadi Korban Penipuan Online di Myanmar
Kemlu RI mengangkut 84 WNI dengan perjalanan darat selama delapan jam ke Bangkok, sebelum diterbangkan ke Jakarta pada Jumat malam, 28 Februari 2025.

Sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban kasus online scam di Myanmar akan segera dipulangkan ke Tanah Air. Hal ini diinformasikan oleh Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia dari Kementerian Luar Negeri. Ia menyebutkan bahwa sebanyak 84 WNI yang terjebak dalam kasus penipuan daring tersebut telah berhasil dipindahkan dari Myawaddy ke Maesot, Thailand, pada hari Kamis, 27 Februari 2025. Para korban berasal dari berbagai daerah, termasuk Sumatera Utara, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Jakarta, dengan rentang usia antara 20 hingga 30 tahun.
Judha juga mengungkapkan bahwa di antara mereka terdapat tiga orang ibu hamil yang memiliki usia kandungan di bawah lima bulan. Mereka terpaksa berada di Myanmar karena mengikuti suami mereka yang dipaksa terlibat dalam aktivitas penipuan online di negara tersebut. "Semua WNI yang akan dipulangkan dalam kondisi sehat," ujarnya. Sebelumnya, tim Kementerian Luar Negeri, bersama dengan KBRI Yangon dan KBRI Bangkok, telah berada di Maesot sejak 23 Februari untuk menjalin komunikasi intensif dengan berbagai pihak di Thailand dan Myanmar.
Menurut Judha, pihak berwenang Thailand telah memberikan izin untuk melintas bagi para WNI pada tanggal 27 Februari 2025 melalui Jembatan Persahabatan Kedua yang menghubungkan Myawaddy dan Maesot. "Atas kerja sama yang baik dengan otoritas Thailand dan Myanmar, tim Kementerian Luar Negeri, KBRI Bangkok, dan KBRI Yangon berhasil menyebrangkan 84 WNI dari Myawaddy ke Maesot.
Setiba di Maesot, otoritas Thailand melakukan pemeriksaan kesehatan, imigrasi, dan national referral mechanism sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Thailand," ungkap Judha kepada VOA pada malam hari, 27 Februari, yang kemudian dikutip pada 28 Februari 2025. National Referral Mechanism (NRM) sendiri adalah sebuah kerangka kerja yang dirancang untuk mengidentifikasi dan memberikan dukungan kepada korban perdagangan manusia atau modernisasi perbudakan.
Selanjutnya, Judha menjelaskan bahwa tim Kemlu RI akan membawa 84 WNI tersebut dengan perjalanan darat selama sekitar delapan jam menuju Bangkok, sebelum akhirnya diterbangkan ke Indonesia, dan diperkirakan tiba di Jakarta pada malam hari Jumat, 28 Februari 2025.
"Kementerian/lembaga terkait melalui koordinasi Kemenko Polkam akan memfasilitasi asesmen lanjutan termasuk rehabilitasi sosial, sebelum mereka dapat dipulangkan ke daerah asal masing-masing," tegas Judha. Ketika ditanya mengenai kemungkinan bahwa WNI tersebut adalah korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Judha menyatakan bahwa setelah kedatangan mereka, Kementerian Sosial dan Bareskrim Polri akan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengidentifikasi status mereka sebagai korban TPPO.Saat ini, Judha menambahkan, masih terdapat sekitar 366 WNI yang berada di Myawaddy. Data mengenai mereka sedang dalam proses verifikasi, dan mereka juga akan segera dipulangkan ke Indonesia.
Asia Tenggara Menjadi Wilayah Rawan Perdagangan Manusia

Walaupun tidak semua kasus judi online dan penipuan daring yang melibatkan Warga Negara Indonesia (WNI) dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat peningkatan jumlah korban perdagangan manusia. "Kalau dulu, wajah korban perdagangan manusia biasanya adalah perempuan dari daerah miskin, yang ekonominya rendah. Sekarang meluas wajahnya menjadi orang muda, bahkan sarjana lulusan perguruan tinggi," jelas Wahyu.
Asia Tenggara menjadi salah satu wilayah di mana praktik perdagangan orang mengalami perkembangan yang signifikan, terutama karena belum ada platform kolaboratif di ASEAN yang dapat melindungi para pekerja migran, yang merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap TPPO. Wahyu, yang memiliki pengalaman mendalam mengenai isu pekerja migran selama lebih dari sepuluh tahun, memberikan contoh bagaimana konflik yang terjadi di Myanmar dimanfaatkan untuk mendirikan kamp-kamp operasi penipuan online, yang diduga melibatkan beberapa pejabat dari negara tersebut.
Aktivis yang menerima penghargaan "Trafficking in Persons Report Hero Award" dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada tahun 2007 ini juga menyebutkan bahwa hanya ada dua negara di Asia Tenggara yang dianggap efektif dalam memerangi perdagangan orang, yaitu Filipina dan Singapura. "Sedangkan Indonesia masih dianggap belum serius dalam memberantas perdagangan orang," tambahnya.
Berdasarkan data dari PBB, ratusan ribu individu telah menjadi korban perdagangan ke Myanmar, Kamboja, dan Laos dari berbagai belahan dunia, sering kali karena terbuai oleh tawaran pekerjaan yang menjanjikan.
Setelah mereka tiba di lokasi tersebut, banyak yang terpaksa tinggal di luar kehendak mereka dan dipaksa untuk menghasilkan uang melalui penipuan online yang menyasar korban di seluruh dunia. Penelitian yang dilakukan oleh US Institute of Peace memperkirakan bahwa praktik penipuan ini menghasilkan pendapatan global yang mencapai $63,9 miliar setiap tahunnya, dengan sebagian besar pendapatan ($39 miliar) berasal dari Kamboja, Myanmar, dan Laos.