Mengapa Israel Kembali Bombardir Gaza Saat Waktu Sahur? Ternyata Ini Alasannya
Israel melancarkan bombardir ke Jalur Gaza, menewaskan lebih dari 400 warga Palestina, termasuk lebih dari 100 anak-anak pada Selasa (18/3) dini hari.

Serangan udara Israel menghantam lima kota madya Gaza dari utara ke selatan sekitar pukul 3 pagi waktu setempat, waktu sahur pada hari ke-18 bulan suci Ramadhan.
Serangan besar-besaran ini mengakhiri kesepakatan gencatan senjata yang dilakukan secara sepihak oleh Israel.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, setidaknya 413 orang tewas dan 660 orang luka-luka, terdapat 130 anak-anak hingga puluhan wanita tewas dalam pembantaian malam itu.
Yosri al-Ghar, warga Palestina yang mengalami langsung pengeboman itu, menggambarkan situasi yang terjadi.
“Serangan itu langsung, tanpa peringatan”, kata dia seraya mengatakan pengeboman Israel itu menewaskan saudara perempuannya yang sedang hamil, suaminya, dan tiga anak mereka.
“Itu jelas menargetkan warga sipil, termasuk anak-anak. Serangan itu benar benar biadab,” ungkapnya dengan penuh rasa frustasi, seperti dilansir Middle East Eye, Selasa (18/3).

AFP/ Omar Al-Qattaa AFP/ Omar Al-Qattaa
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak untuk melaksanakan tahap kedua gencatan senjata dengan Hamas. Israel mengatakan serangan saat sahur itu diperintahkan karena kurangnya kemajuan dalam pembicaraan untuk memperpanjang gencatan senjata. Padahal, Netanyahu sendiri yang menunda-nunda pembicaraan tersebut.
Pemerintah Amerika Serikat mengonfirmasi mereka telah diajak berkonsultasi tentang serangan malam itu sebelum akhirnya dilakukan.
Mengapa Israel Menyerang di Waktu Sahur?
Dikutip Middle East Eye, keputusan Israel memulai kembali serangan mematikan ini bukanlah karena strategi militer untuk mencapai tujuan perang mereka, tetapi jelas hanya sebagai keputusan pribadi Netanyahu dan pejabat senior Israel lainnya.
Ketentuan waktu serangan ini bukanlah suatu kebetulan, karena seharusnya Netanyahu menghadiri sidang pengadilan hari ini untuk memberikan kesaksian dalam persidangan korupsinya yang telah lama tertunda.
“Ia memerintah tentara Israel untuk melanjutkan pengeboman Gaza pada pagi hari, di mana sidang tersebut dijadwalkan.” Demikian dilansir dari akun Instagram @mohammadff x @middleeasteye.
Akibatnya, pengadilan distrik Yerusalem membatalkan sidangnya, dan mengatakan karena “perkembangan keamanan yang mendesak.”
Pengeboman malam itu memungkinkan Itamar Ben-Gvir, mantan menteri Israel yang berhaluan kanan dan partainya, Otzma Yehudit, untuk kembali ke pemerintahan koalisi Israel.
Netanyahu dan Ben-Gvir telah menyelesaikan kesepakatan untuk menerima partai tersebut kembali ke pemerintahan, setelah keluar pada Januari (setelah kesepakatan gencatan senjata).
Netanyahu berulang kali berjanji untuk melanjutkan perang, untuk mencegah pemerintahannya runtuh karena ancaman pengunduran diri secara terus-menerus dari para pejabatnya.
“Pemerintah koalisi Israel saat itu sedang dalam krisis karena berjuang untuk mendapatkan banyak suara mayoritas yang dibutuhkan untuk meloloskan anggaran 2025. Anggaran tersebut harus disahkan pada akhir Maret, atau pemerintah akan runtuh, dan pemilihan umum baru akan diadakan,” demikian menurut sumber-sumber Israel.
Kembalinya Ben-Gvir dapat memulihkan suara mayoritas yang dibutuhkan meloloskan anggaran yang kontroversial tersebut. Termasuk rencana untuk meningkatkan kontrol politik atas penunjukan hakim dan membebaskan komunitas ultra-Ortodoks dari wajib militer, dan mencegah jatuhnya pemerintahan Netanyahu.
Reporter Magang: Devina Faliza Rey
