Sudah Ada Sejak 6.200 Tahun Lalu, Tidak Ada Kaya-Miskin di Kota Pertama di Dunia
Sudah Ada Sejak 6.200 Tahun Lalu, Tidak Ada Kaya-Miskin di Kota Pertama di Dunia
Manusia prasejarah bisa dianggap ‘dalang’ utopia.
-
Kapan sejarah kota tua dimulai? Sejarah Kota Tua Jakarta berawal pada 1526, ketika Fatahillah, seorang komandan dari Kesultanan Demak, menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa yang merupakan milik dari Kerajaan Pajajaran.
-
Kapan kota kuno itu didirikan? Kota kuno ini diperkirakan didirikan pada akhir abad ke-6 SM dan eksis hingga abad ke-6 Masehi.
-
Kapan kota kuno ini ditemukan? Proses penggalian dimulai pada 2020 di bulan September, di lokasi antara kuil Ramses III dan Amenhotep III.
-
Kapan kota kuno ini dihuni? Kota ini berasal dari sekitar tahun 250 Masehi sampai 1000 Masehi dan diberi nama Ocumtun yang berarti “kolom batu“ dalam bahasa Maya.
-
Dimana kota kuno 2.500 tahun ditemukan? Sebuah kota kuno besar telah ditemukan di Amazon, tersembunyi selama ribuan tahun.
-
Kapan kota kuno itu berdiri? Menurut laporan Greek Reporter, kota ini berdiri pada abad keenam SM dan eksis sampai abad keenam Masehi.
Sudah Ada Sejak 6.200 Tahun Lalu, Tidak Ada Kaya-Miskin di Kota Pertama di Dunia
Dilansir dari IFL Science, Selasa (27/2), seluruh kota-kota besar manusia pertama diperkirakan tidak berbeda antara satu dengan lainnya, kesetaraan sosial yang ada, berhasil menarik ribuan orang ke pemukiman prasejarah yang masif ini.
Menurut sebuah analisis baru, hilangnya kesetaraan ini dan munculnya tatanan sosial yang lebih bertingkat mungkin telah memicu ditinggalkannya kota-kota metropolis kuno ini.
Terletak di Pontic Steppe di wilayah yang pada saat ini menjadi Ukraina, Moldova, dan Rumania, sebutan situs mega Trypillia pertama kali muncul sekitar 6.200 tahun yang lalu.
Permukiman Neolitikum ini meluas hingga sekitar 790 hektar, dengan setiap situs menampung hingga 15.000 orang selama masa kejayaan budaya Trypillia.
Meskipun berkembang menjadi pemukiman prasejarah terbesar di dunia, situs-situs ini sebagian besar tidak berpenghuni sekitar 5.600 tahun yang lalu.
Untuk mencoba menentukan bagaimana dan mengapa pusat-pusat Trypillia berkembang dengan sangat spektakuler sebelum akhirnya terlupakan, para penulis studi menggunakan koefisien Gini sebagai alat untuk menilai ketimpangan rumah tangga di kota-kota kuno ini.
Sering digunakan untuk mengukur ketidaksetaraan pendapatan dalam suatu masyarakat, koefisien Gini adalah alat yang mapan untuk mendeteksi ketidakmerataan.
Dalam kasus ini, para peneliti menggunakan metode ini untuk menganalisis variasi ukuran lantai sekitar 7.000 rumah dari 38 situs Trypillia yang berbeda.
"Dengan asumsi variabilitas dalam ukuran lantai rumah mencerminkan perbedaan kekayaan rumah tangga, kita dapat melihat penurunan ketidaksetaraan sosial di komunitas Trypillia hingga setidaknya tahun 3800 [Sebelum Masehi]," kata para penulis penelitian.
Selain kurangnya perbedaan dalam ukuran rumah, para peneliti juga mencatat "arsitektur rumah (yaitu denah dan konstruksi) menunjukkan tingkat standarisasi yang tinggi, begitu juga dengan perabotan rumah dan kegiatan ekonomi yang dapat dideteksi di dalamnya.”
Menelaah keseluruhan desain situs Trypillia, para peneliti selanjutnya menjelaskan tata letak bulat atau oval dari permukiman ini "memastikan akses yang sama ke elemen struktural dan infrastruktur."
Sementara itu, kehadiran "rumah pertemuan multifungsi" di ruang publik mengindikasikan seluruh masyarakat mungkin telah berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik.
"Perkembangan yang diuraikan di sini menunjukkan ideologi egaliter dan mekanisme yang efektif untuk menghindari kesenjangan sosial pasti ada di dalam komunitas Trypillia," tulis para penulis studi.
"Hal ini menyiratkan adanya mekanisme intra-pemukiman untuk mendamaikan kepentingan dan mendistribusikan surplus yang mungkin telah dibangun secara kolektif," tambah mereka.
Berdasarkan interpretasi ini, para peneliti menyatakan kesetaraan sosial "mungkin menjadi penentu untuk menarik, untuk sementara waktu, sejumlah besar orang ke komunitas-komunitas ini."
Namun, sejak sekitar 3800 SM dan seterusnya, penataan ruang permukiman Trypillia mulai berubah, yang mungkin mencerminkan peningkatan ketidaksetaraan dan perkembangan hirarki sosial.
Pada masa ini pula, situs besar Trypillia mulai berkurang ukurannya karena komunitas-komunitas yang lebih kecil mulai bermunculan di pedesaan sekitarnya.
Menurut penulis studi, hal ini mungkin mengindikasikan orang-orang memutuskan untuk meninggalkan kota-kota primordial setelah mimpi egaliter mulai memudar.
"Runtuhnya pemukiman besar Trypillia dan pembentukan komunitas yang lebih kecil di daerah sekitarnya dimulai tepat ketika ketimpangan sosial mulai meningkat lagi," tulis para peneliti.
"Dengan demikian, akhir dari komunitas Trypillia yang teragregasi dan situs-situs besar bertepatan dengan saat mekanisme penyamarataan sosial dan partisipasi politik mulai gagal dan ketidaksetaraan sosial muncul kembali," kata kesimpulan peneliti.
Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Antiquiy.