Sungai di Seluruh Dunia Alami Kekeringan Terburuk dalam Tiga Dekade, Pasokan Air Global Terancam
Bencana alam terkait air, kekeringan atau banjir ekstrem, menjadi penanda bahaya krisis iklim di dunia.
Tahun 2023 mencatat tingkat kekeringan sungai yang tertinggi dalam tiga dekade terakhir, sehingga pasokan air global berada dalam ancaman serius. Hal ini diungkapkan dalam laporan State of Global Water Resources yang diterbitkan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).
Menurut laporan tersebut, dalam lima tahun terakhir, aliran sungai di seluruh dunia berada di bawah rata-rata, dan tingkat resapan air juga sangat rendah. Dilansir The Guardian, Kamis (10/10), lebih dari 50 persen wilayah tangkapan air sungai pada tahun 2023 mengalami kondisi tidak normal, dengan banyak area mengalami defisiensi.
-
Apa saja yang terdampak kekeringan? Berdasarkan data yang dihimpun BPBD, dari 14 kapanewon terdapat 55 kelurahan yang berpotensi terdampak.
-
Apa yang terjadi akibat kekeringan? Sudah sebulan ini warga Desa Petir harus berjuang mendapatkan air bersih.
-
Mengapa perubahan iklim memperburuk banjir? Perubahan iklim berkontribusi signifikan terhadap peningkatan frekuensi dan intensitas banjir.
-
Kenapa sungai di Banyumas kering? Di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Banyumas, air sungai jadi kering kerontang akibat musim kemarau.
-
Apa saja akibat kekurangan air bersih? Sehingga berpotensi menimbulkan penyakit kulit, infeksi pencernaan, dan lainnya.
-
Bagaimana perubahan iklim memengaruhi air bersih? Seiring adanya pertumbuhan populasi, semakin banyak air yang dibutuhkan untuk menopang industri, rumah tangga, dan lingkungan. Tidak semua air bisa digunakan untuk tujuan-tujuan ini.
Fenomena serupa juga terlihat pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu 2022 dan 2021. Daerah yang mengalami kekeringan parah dan aliran sungai rendah meliputi wilayah luas di Amerika Utara, Tengah, dan Selatan; contohnya, sungai Amazon dan Mississippi mencatatkan level air terendah.
Sementara itu, di Asia dan Oseania, lembangan sungai Gangga, Brahmaputra, dan Mekong juga mengalami kondisi di bawah rata-rata di hampir seluruh wilayahnya. Perubahan iklim tampaknya berperan dalam mempengaruhi distribusi air, yang menyebabkan terjadinya banjir ekstrem maupun kekeringan.
Aliran Air Minim
Tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah, ditandai dengan sungai-sungai yang mengalir dengan sedikit air dan banyak negara yang mengalami kekeringan, meskipun di sisi lain juga terjadi banjir di berbagai belahan dunia. Menurut WMO, fenomena alam ini dipengaruhi oleh peralihan dari La Niña ke El Niño yang terjadi pada pertengahan tahun 2023.
Pola cuaca alami ini ditandai dengan peningkatan suhu permukaan laut di atas rata-rata di bagian tenggara dan tengah Samudra Pasifik, sedangkan La Niña merujuk pada kondisi penurunan suhu di wilayah tersebut. Namun, para ilmuwan menyatakan bahwa perubahan iklim memperburuk dampak dari fenomena cuaca ini, sehingga membuatnya semakin sulit untuk diprediksi.
Beberapa wilayah yang terdampak banjir meliputi pantai timur Afrika, pulau utara Selandia Baru, dan Filipina. Di Inggris, Irlandia, Finlandia, dan Swedia, terjadi peningkatan debit sungai yang melebihi normal, yaitu volume air yang mengalir di sungai pada waktu tertentu.
"Air merupakan indikator bahaya perubahan iklim," ungkap Celeste Saulo, sekretaris jenderal WMO.
"Kita mendapatkan sinyal bahaya melalui curah hujan yang semakin ekstrem, banjir, dan kekeringan yang berdampak signifikan pada kehidupan, ekosistem, dan ekonomi. Mencairnya es dan gletser mengancam ketersediaan air jangka panjang bagi jutaan orang. Namun, kita belum mengambil tindakan mendesak yang diperlukan."
"Akibat dari peningkatan suhu, siklus hidrologi semakin cepat. Siklus ini juga menjadi lebih tidak stabil dan sulit diprediksi, sehingga kita menghadapi masalah yang semakin besar, baik dalam hal kelebihan maupun kekurangan air. Atmosfer yang lebih hangat menyimpan lebih banyak uap air, yang menyebabkan curah hujan yang tinggi. Selain itu, penguapan dan kekeringan tanah yang lebih cepat memperburuk situasi kekeringan," tambahnya.
Pasokan Air Terancam
Kondisi ekstrem ini mengancam pasokan air. Menurut UN Water, saat ini, 3,6 miliar orang mengalami kesulitan dalam mengakses air yang cukup setidaknya selama satu bulan dalam setahun. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 5 miliar pada tahun 2050.
Gletser juga mengalami penurunan signifikan, kehilangan lebih dari 600 gigaton air tahun lalu, yang merupakan angka tertinggi dalam 50 tahun pengamatan, berdasarkan data awal WMO untuk periode September 2022 hingga Agustus 2023.
Pegunungan di bagian barat Amerika Utara dan Pegunungan Alpen di Eropa mengalami pencairan yang ekstrem. Di Swiss, Pegunungan Alpen kehilangan sekitar 10 persen dari volume air yang tersisa dalam dua tahun terakhir.
"Kita masih kurang memahami kondisi sumber daya air tawar di seluruh dunia. Kita tidak bisa mengelola apa yang tidak kita ukur. Laporan ini bertujuan untuk meningkatkan pemantauan, berbagi data, kolaborasi lintas batas, dan evaluasi," ungkap Saulo.
"Ini sangat diperlukan."