Belajar Semangat Persatuan dari Seni Ngagotong Lisung di Sukabumi, Warisan Kerajaan Pajajaran
Ngagotong Lisung jadi kesenian khas Sukabumi yang membawa semangat persatuan.
Ngagotong Lisung jadi kesenian khas Sukabumi yang membawa semangat persatuan.
Belajar Semangat Persatuan dari Seni Ngagotong Lisung di Sukabumi, Warisan Kerajaan Pajajaran
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kesenian tradisional di suatu daerah. Di Sukabumi, Jawa Barat terdapat kearifan lokal bernama Ngagotong Lisung yang sarat makna.
-
Bagaimana cara Festival Kedawung Ngesti Luhung melestarikan budaya Cirebon? “Kami berusaha untuk menyeimbangkan antara globalisasi dan modernisasi dan itu bisa tertanam dengan adanya kearifan lokal,“ katanya .
-
Apa tradisi unik di Desa Linggawangi? Desa Linggawangi di Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya, memiliki tradisi unik. Pria dan wanita (jejaka dan gadis) saling menggoda di area sawah agar tertarik satu sama lain.
-
Apa itu Tradisi Ngabungbang? Ngabungbang adalah ritual nyari sapeupeuting yang secara makna dalam bahasa Indonesia yaitu bergabung semalaman.
-
Apa yang ditampilkan di Festival Kedawung Ngesti Luhung? Selain tari topeng, kesenian lokal lainnya yang ditampilkan adalah pembacaan puisi Kacirebonan, berbagai macam seni etnik dan pameran jajanan tradisional.
-
Mengapa Festival Kedawung Ngesti Luhung diadakan? “Festival ini merupakan salah satu bentuk dan upaya kami melestarikan budaya Cirebon, agar anak-anak mengetahui budaya apa saja yang ada di daerahnya,“ terang Imron yang hadir di lokasi, Rabu (28/6).
-
Dimana Festival Kedawung Ngesti Luhung diadakan? Festival ini digagas oleh Pemerintah Kecamatan Kedawung, Cirebon.
Kesenian ini merupakan warisan leluhur yang masih dilestarikan hingga sekarang.
Menurut pegiatnya, Ngangotong Lisung membawa pesan persatuan dari sebuah negara sehingga menghindarkan perpecahan.
Berdasarkan asal usul, warisan budaya ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Pajajaran, di bawah pimpingan Prabu Siliwangi.
Khas Pondok Pesantren Al Fath
Mengutip Instagram Budaya Jabar, Rabu (20/9), seni Ngagotong Lisung masih terus dirawat oleh Pondok Pesantren Dzikir Al Fath di Desa Karangtengah, Kecamatan Gunungpuyuh.
Di waktu-waktu tertentu, para santri di sana memainkan kesenian lokal Ngagotong Lisung.
Kesenian ini dilaksanakan secara meriah, dengan keikutsertaan tokoh-tokoh agama dan budaya di Kota Sukabumi.
Ngagotong Lisung
Menurut bahasa, Lisung berarti tempat menumbuk padi tradisional yang dibuat dari kayu besar. Sedangkan Ngagotong berarti mengangkat atau menggotong.
Dapat diartikan Ngagotong Lisung adalah mengangkat atau menggotong alat penumbuk padi yang sudah ada sejak Kerajaan Pajajaran.
Untuk menggotong lisung seberat 70 kilogram, dibutuhkan tenaga hingga empat orang santri, yang kemudian dibarengi dengan iringan musik tradisional Sunda.
Tidak digotong sembarangan
Merujuk YouTube Aguy Sukabumi, pengangkatan lisung sendiri tidak bisa sembarangan dilakukan oleh santri.
Pimpinan akan mengarahkan mereka yang memiliki ketahanan tubuh yang kuat, serta kemampuan beladiri pencak silat.
Ini akan menjadi tolak ukur kuatnya para santri dalam mengendalikan lisung yang bergerak tak beraturan saat alat musik Sunda dibunyikan.
Filosofi persatuan dalam Ngagotong Lisung
Berdasarkan pengetahuan yang diwariskan, kesenian Ngagotong Lisung memiliki filosofi persatuan bernegara. Ini turut dibenarkan oleh pimpinan Pondok Pesantren Dzikir Al Fath, Fajar Laksana.
Gambar: YouTube Lukmanul Ikhwan.
Menurutnya, filosofi dari Ngagotong Lisung bisa dilihat dari tiga lubang yang ada di benda warisan Kerajaan Pajajaran itu.
“Ngagotong Lisung itu ada tiga kekuatan, yang pertama pada lubang di tengah merupakan kekuatan dari sang Hyang, atau yang maha pencipta, Allah SWT. Lalu ada lubang di bagian depan, yang bermakna kekuatan dari pemimpin, sedangkan yg di belakang adalah lubang dari kekuatan rakyat,” kata dia di YouTube tersebut.
Ngagotong Lisung simbol persatuan negara.
Kemudian, Fajar menambahkan bahwa Ngagotong Lisung akan bermakna khusus sebagai sebuah simbol persatuan dan kekuatan dari sebuah bangsa.
Ini juga terlihat dari bentuk lisungnya yang menyerupai perahu atau bisa diartikan sebagai negara yang ditopang oleh tiga kekuatan agar tetap bersatu.
“Jadi sebuah negara ini harus ditopang oleh tiga kekuatan, dari sang Maha Pencipta, kekuatan dari pemimpin dan terakhir dari rakyat, ini akan menjaga keamanan. Ini juga harus ditunjang oleh sebuah tongkat untuk menumbuk padi itu sendiri,” katanya lagi.