Kisah Macan Tutul Terakhir di Jakarta, Ditembak Pak Camat usai Serang Warga Kampung karena Kelaparan
Asisten wedana dengan kepolisan dari polsek setempat langsung melakukan perburuan ke lapangan dan mencari ke tempat persembunyian macan itu.
Asisten wedana dengan kepolisan dari polsek setempat langsung melakukan perburuan ke lapangan dan mencari ke tempat persembunyian macan itu.
Kisah Macan Tutul Terakhir di Jakarta, Ditembak Pak Camat usai Serang Warga Kampung karena Kelaparan
Pagi hari sebelum pukul 09.00 WIB, keheningan warga Condet di bilangan Jakarta Timur tiba-tiba pecah usai seorang warga diserang seekor macan tutul.
-
Siapa pemimpin Rampokan Macan di Blitar? Di Blitar, pagelaran ini dipimpin Patih Djojodigdo, pelaksana administratur tertinggi di bawah Bupati Raden Warso Koesomo yang bertugas pada tahun 1877-1895.
-
Kenapa Rampokan Macan di Blitar dilakukan? Pelaksanaan tradisi Rampokan Macan menjadi bukti bahwa keraton masih memiliki kekuatan serta mencegah Belanda bertindak sewenang-wenang di wilayah kekuasaan keraton.
-
Siapa yang menembak Kyai Makmur? Pada 14 Oktober 1947 ia ditembak mati oleh Belanda pada Agresi Militer I karena tidak mau diajak bekerja sama.
-
Dimana Rampokan Macan di Blitar di gelar? Pegelaran Rampokan Macan di mulai dengan datangnya Raja, seluruh sanak kerabat, dan para tamu termasuk dari pihak Belanda. Mereka duduk berjajar di kanan dan kiri Raja pada sebuah bangsal. Sementara Alun-alun sudah dipenuhi abdi dalem atau prajurit yang melingkar dan berbaris berdasarkan golongan masing-masing.
-
Siapa yang dimusnahkan oleh petani-pemukim? Sebuah studi baru mengungkap bahwa bangkitnya pertanian ini sebenarnya menyebabkan genosida tragis terhadap populasi pemburu-nomaden yang dimusnahkan oleh para petani-pemukim dalam beberapa generasi.
-
Siapa yang melakukan pemalakan? Dijelaskan bahwa oknum di PPDS Anestesi Undip ini meminta uang senilai Rp20-40 juta. Permintaan uang ini bahkan berlangsung sejak dokter Risma masuk PPDS Anestesi sekitar bulan Juli hingga November 2022 lalu. 'Dalam proses investigasi, kami menemukan adanya dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program tersebut kepada almarhumah Risma. Permintaan uang ini berkisar antara Rp20-Rp40 juta per bulan,' ungkap Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril pada Minggu (1/9).
Hari itu bulan Oktober 1929. Macan tersebut menerkam korban untuk dijadikan sebagai target mangsanya.
Namun dengan refleksnya, pria itu mencoba sekuat tenaga melakukan perlawanan agar tidak tewas dijadikan menu sarapan dari kucing besar itu.
Tidak jelas datangnya dari mana, namun kejadian itu langsung menggegerkan warga di sana.
Warga Condet Hampir Diterkam
Penyerangan macan tutul itu berawal ketika pria tersebut melintas di sekitar lokasi. Tiba-tiba saja hewan itu langsung berlari ke arah dirinya.
Korban marah dan lekas memukul macan itu dengan sebatang kayu agar hewan tersebut tidak lagi menyerangnya.
Upayanya kemudian berhasil. Macan tutul kemudian kembali bersembunyi masuk ke wilayah hutan untuk melindungi diri.
Panjang Macan Tutul 1,70 meter
Menurut informasi, macan tutul itu cukup besar dan panjang, dengan panjang tubuh mencapai 1,70 meter.
Kejadian disebutkan berlangsung pada hari Senin, di sekitar wilayah Pasar Rebo yang tak jauh dari kantor Polsek.
Pertarungan keduanya kemudian mengundang perhatian asisten wedana yang langsung mendatangi lokasi.
Macan Kelaparan
Kemarahan warga yang diserang itu juga didukung amarah dari asisten wedana atau camat di lokasi. Ini berkaitan dengan banyaknya ternak warga yang dilaporkan hilang.
Sejak itu diketahui jika macan tutul tersebut mengalami kelaparan, sehingga memangsa ternak dan menyerang warga tersebut.
Asisten wedana dengan kepolisan dari polsek setempat langsung melakukan perburuan ke lapangan dan mencari ke tempat persembunyiannya.
Macan Terakhir di Condet Tewas
Setelah ditemukan, polisi langsung menembak macan itu dengan pistol dinasnya. Kemudian macan itu sekarat dan mengerang kesakitan.
Setelahnya asisten wedana ikut menembak ke arah telinga sehingga macan terakhir di Condet itu langsung tewas.
Berita ini diketahui terbit di sebuah surat kabar zaman Hindia Belanda bernama Soerabaijas Handlesblad edisi 16 Oktober 1929.