Begini Ngerinya Serangan Harimau di Sukabumi saat Zaman Belanda, Jadi Sorotan Media Asing
Biasanya warga yang menjadi korban harimau akan diterkam tiba-iba, diseret ke hutan dan keesokan hari jasadnya sudah dalam bentuk tulang belulang.
Biasanya warga yang menjadi korban harimau akan diterkam tiba-iba, diseret ke hutan dan keesokan hari jasadnya sudah dalam bentuk tulang belulang.
Begini Ngerinya Serangan Harimau di Sukabumi saat Zaman Belanda, Jadi Sorotan Media Asing
Saat Sukabumi masih bernama Jampang paruh abad ke-19, kondisinya belum semodern sekarang. Masih banyak wilayah tersebut yang merupakan hutan, serta kebun milik warga dengan pepohonan yang rindang.
Akses juga dekat dengan lereng gunung, yang merupakan habitat hewan liar salah satunya harimau. Di masa itu tak sedikit konflik antara warga dengan kucing besar tersebut, bahkan hingga menimbulkan korban jiwa.
-
Mengapa Harimau Sumatera diburu? Diburu karena Mitos Kucing besar ini sangat dihormati masyarakat sejumlah daerah di Sumatera. Penghormatan terhadap si belang bagai pisau bermata dua. Ada yang melindungi, tapi banyak pula yang memburunya karena mitos ingin mendapatkan kekuatan mistis dari hampir semua bagian tubuhnya, mulai dahi, kumis, taring, kuku, kulit, dan lainnya.
-
Kenapa Harimau Jawa diburu? Sayangnya, harimau menjadi perlambangan roh-roh jahat sehingga harus dibasmi dan diusir lewat pembantaian.
-
Apa ancaman utama bagi Harimau Sumatera? Rusaknya ekosistem hutan membuat konflik antara harimau dengan manusia tidak pernah berhenti. "Kerusakan ini karena pembalakan liar serta pembukaan hutan untuk lahan perkebunan," kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Aceh Kamarudzaman di Banda Aceh, Senin (27/3).
-
Dimana habitat harimau Jawa dulu? Pada awal abad ke-19, harimau Jawa masih banyak berkeliaran di Pulau Jawa. Mengutip Instagram @blitar.heritage, sebelum letusan Gunung Kelud pada tahun 1901, perkebunan di lereng gunung ini merupakan habitat harimau Jawa.
-
Apa ciri khas harimau Jawa? Mengutip situs endangeredtigers-org, harimau Jawa rata-rata berukuran lebih kecil dibanding subspesies harimau modern lainnya. Ukuran tubuh ini merupakan bentuk adaptasinya terhadap ukuran mangsa utamanya berupa rusa. Mereka memiliki garis-garis panjang dan tipis serta wajah sempit dengan hidung relatif panjang dan sempit.
-
Fakta unik apa tentang harimau? Harimau, dengan pola belang yang memukau dan kegagahannya, merupakan salah satu hewan yang paling menakjubkan di dunia ini. Tidak hanya itu, harimau juga memiliki kekuatan yang luar biasa. Satu pukulan dari cakarnya saja bisa menjadi cukup kuat untuk membunuh seekor binatang dewasa yang berukuran sedang.
Pemerintah Belanda belum memiliki kebijakan khusus, atau aturan terkait konservasi hewan liar jenis harimau karena populasinya dianggap belum kritis. Belum lagi, hewan tersebut kerap terbunuh setelah menyerang manusia sehingga mengancam keberadaannya.
Kasus penyerangan harimau terhadap manusia sendiri kala itu sampai mendapat sorotan koran asing milik Belanda, karena seringkali brutal dan korbannya sulit tertolong.
Berikut kilas baliknya.
Gambar: Youtube Nusa History
Tahun 1800-an Harimau Sering Masuk Permukiman Warga
Sejumlah surat kabar Belanda banyak memuat keganasan harimau yang menyerang warga secara brutal.
Gambar: Ig Sejarah Jampang.
Hewan besar itu langsung menerkam, mencabik dan mengigit seseorang yang kebetulan bersinggungan.
Dalam Instagram @sejarahjampang, wilayah yang kala itu merupakan Das Sungai Cimandiri tersebut dilaporkan berkali-kali terjadi serangan harimau Jawa. Datangnya secara tiba-tiba, dari kawasan hutan lereng gunung sekitar.
Dalam pemberitaan surat kabar De Staandard edisi 13 Februari 1883, diberitakan tentang seorang warga yang diterkam harimau dan jasadnya ditemukan di hutan.
Kronologis Kejadian
Wartawan koran Standaard melaporkan bahwa mulanya kejadian tersebut berlangsung pada malam hari. Jam sudah menunjukkan sekitar tengah malam, dan seorang warga yang tengah terlelap kemudian mendengar suara hewan ternaknya secara tak wajar.
Kemudian, sang pemilik bergegas mengecek kondisi kandangannya dan mendapati hewan ternaknya sudah tak bisa diselamatkan.
Tak berselang lama, pria malang itu tiba-tiba disergap oleh hewan buas tersebut dan diseret ke dalam hutan. Tubuhnya terkoyak, hingga pagi hari jasadnya ditemukan dalam kondisi sudah menjadi tulang belulang.
Sering Tiba-tiba Menerkam Apapun
Lain lagi dalam pemberitaan Surat Kabar Spion dan Pemandangan yang terbit di Jampang, Sukabumi.
Dua koran itu juga memberitakan harimau yang masih menyerang warga sampai sekitar tahun 1930-an.
Dilaporkan sebuah kejadian mengerikan dirasakan oleh seorang warga Tionghoa saat hendak menuju Jalan Doea Ambtenaar (Doa Ambtenar – ejaan lama), Desa Ujunggenteng, Kecamatan Ciracap.
Ia yang menaikki taksi pada malam hari, dikejutkan dengan serangan harimau yang datang tiba-tiba dari arah hutan.
Harimau bergerak begitu cepat, dan menabrak kendaraan taksi tersebut hingga bergoyang. Baik penumpang yakni warga Tionghoa, dan sang sopir bernama Ma’roef langsung terkejut dan mengendalikan laju kendaraan.
Beruntung mobil bisa kembali stabil, dan raja hutan itu langsung berlari ke arah hutan seberang dengan berlari cepat. Walau demikian, Ma’roef dan sang penumpang sempat syok karena hampir masuk ke dalam jurang.
Diyakini Habitatnya di Gua
Harian Spion dan Pemandangan sempat mewawancarai warga setempat. Ketika itu banyak yang percaya bahwa harimau tersebut tinggal di sebuah gua yang gelap dan besar.
Harimau biasanya akan keluar untuk mencari makan di malam hari, seperti kejadian yang dialami sopir taksi Ma’roef dan seorang penumpang Tionghoa tersebut.
Gerakannya cepat, lincah dan mengejutkan sehingga calon mangsa kebanyakan tak menyadari serangan tersebut.
Sampai pertengahan abad ke-20, harimau dan hewan buas lainnya kerap jadi musuh warga dan seringkali dibunuh saat dijumpai masuk ke permukiman masyarakat.
Ancaman Bagi Pejalan Kaki
Di masa itu harimau menjadi ancaman yang serius bagi para pejalan kaki. Dalam laporan koran Belanda saja banyak diberitakan tentang pejalan kaki yang tiba-tiba diterkam, tanpa diketahui posisi harimau sebelumnya.
Ketika pejalan kaki tidak membawa senjata, dapat dipastikan kondisinya tidak terselamatkan. Bisa saja, jasadnya diseret ke hutan lalu menjadi santapan koloninya. Keesokan hari, yang ditemukan hanya tulang belulang.
Kondisi ini lah yang menggambarkan kecemasan warga Jampang alias Sukabumi di zaman Hindia Belanda, ketika hewan liar dan buas masih sangat banyak dan kerap bersinggungan dengan masyarakat.
Ini kemudian memunculkan pertanyaan peranan pemerintah kolonial tentang jaminan keamanan warga yang rentan diserang, terutama yang bertempat tinggal di wilayah pedesaan atau kampung pelosok.