Melihat Sejarah Rampogan Macan, Tradisi Adu Harimau Lawan Manusia yang Populer di Tanah Jawa
Sebuah pertunjukan antara Harimau Jawa dengan Manusia ini sangat populer di era kolonial Belanda. Suasananya pun terasa seperti menonton pertunjukan Gladiator.
Sebuah pertunjukan antara Harimau Jawa dengan Manusia ini sangat populer di era kolonial Belanda. Suasananya pun terasa seperti menonton pertunjukan Gladiator.
Melihat Sejarah Rampogan Macan, Tradisi Adu Harimau Lawan Manusia yang Populer di Tanah Jawa
Pada zaman penjajahan banyak ditemukan sebuah pertunjukan yang bertujuan untuk sarana hiburan bagi masyarakat Pribumi maupun di kalangan elit Belanda. Media hiburan itu bukan hanya mengandung unsur kesenian dan budaya, tetapi juga pertarungan bak Gladiator.
Salah satu pertunjukan yang cukup populer di kalangan masyarakat Jawa yaitu Rampogan Macan atau biasa disebut Rampokan Matjan. Tradisi pertunjukan ini sudah mulai nge-tren sejak abad 17 hingga 19.
-
Apa ciri khas harimau Jawa? Mengutip situs endangeredtigers-org, harimau Jawa rata-rata berukuran lebih kecil dibanding subspesies harimau modern lainnya. Ukuran tubuh ini merupakan bentuk adaptasinya terhadap ukuran mangsa utamanya berupa rusa. Mereka memiliki garis-garis panjang dan tipis serta wajah sempit dengan hidung relatif panjang dan sempit.
-
Dimana habitat harimau Jawa dulu? Pada awal abad ke-19, harimau Jawa masih banyak berkeliaran di Pulau Jawa. Mengutip Instagram @blitar.heritage, sebelum letusan Gunung Kelud pada tahun 1901, perkebunan di lereng gunung ini merupakan habitat harimau Jawa.
-
Bagaimana cara harimau Jawa mencari makan? Satwa liar ini biasa memangsa babi hutan, rusa jawa, banteng, reptil, hingga burung air. Harimau Jawa melakukan pembunuhan dalam jumlah besar seminggu sekali dan menghabiskan 2-3 hari untuk makan dalam jumlah besar.
-
Dimana Rampokan Macan di Blitar di gelar? Pegelaran Rampokan Macan di mulai dengan datangnya Raja, seluruh sanak kerabat, dan para tamu termasuk dari pihak Belanda. Mereka duduk berjajar di kanan dan kiri Raja pada sebuah bangsal. Sementara Alun-alun sudah dipenuhi abdi dalem atau prajurit yang melingkar dan berbaris berdasarkan golongan masing-masing.
-
Kapan Babancong digunakan untuk adu harimau? Diperkirakan pelaksanaan kegiatan itu berlangsung antara 1870 M sampai 1915 M.
-
Kenapa harimau Jawa punah? Harimau Jawa mengalami kepunahan karena banyaknya perburuan terhadap satwa liar ini. Pada masa kolonial Belanda, banyak orang memburu harimau Jawa untuk kemudian dijadikan pajangan. Kini, tak ada lagi harimau Jawa di hutan-hutan lereng Gunung Kelud atau di hutan lain di Jawa Timur.
Melansir dari kanal Liputan6.com, tradisi Rampogan Macan ini kerap dipertontonkan di lingkungan Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta. Sejak pemerintahan Amangkurat II, tradisi Rampogan Macan sudah berlangsung dan sudah menjadi tradisi para Ningrat saat itu.
Di balik hiburan bagi masyarakat kebanyakan, tradisi Rampogan Macan ini menjadi salah satu penyebab punahnya spesies Harimau Jawa. Selain itu, punahnya kucing besar ini juga disebabkan pembukaan lahan untuk pertanian, sehingga habitat aslinya pun hilang.
Hubungan Harimau dengan Jawa
Dilansir dari beberapa sumber, sejak dulu harimau selalu dikaitkan dengan orang Jawa. Hal ini karena mereka dianggap sebagai teman atau sahabat oleh petani atau peladang yang lahannya berbatasan dengan hutan.
Harimau cukup membantu para petani dalam mengurangi keberadaan hewan yang bisa merusak lahan pertanian. Mereka pun bertugas sebagai pemburu hewan seperti babi, rusa, maupun kawanan monyet. (Foto: Wikipedia)
Namun, tidak seterusnya hubungan harimau dan orang Jawa itu harmonis. Di sisi lain binatang buah tersebut diburu dan ditangkap.
Tradisi Rampogan Macan ini awalnya hanya dilakukan untuk simbolisme suatu ritual, namun seiring berjalannya waktu fungsi dari Rampogan Macan ini berubah drastis.
Populer di Kalangan Sultan
Di Jawa, tepatnya Yogyakarta dan Surakarta, tradisi Rampogan Macan sangat populer dan menjadi sarana hiburan di kalangan para Sultan maupun masyarakat sekitar. Salah satu sosok yang gemar mengadakan tradisi ini adalah Paku Buwono X.
Selain itu, di sudut alun-alun banyak kandang hewan liar yang memang dengan sengaja dipelihara. Biasanya, Rampogan Macan akan dilaksanakan di Alun-Alun Utara yang biasa untuk menyambut para tamu agung.
Pelaksanaannya pun biasa dilakukan pada pagi hari, sehingga banyak para pembesar yang datang dan berkumpul. Kemudian, para prajurit bersiap di tengah alun-alun lalu membentuk formasi mengelilingi arena pertarungan.
Para penombak biasa adalah orang-orang biasa atau prajurit baru sehingga banyak yang ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa ketika berhadapan langsung dengan kucing besar tersebut.
Membunuh Menggunakan Tombak
Tombak yang digunakan dalam acara Rampogan Macan ini biasanya akan dijual atau digadaikan apabila memalukan. Penamaan aksi Rampogan ini sendiri diartikan sebagai "Rayahan" atau "Rebutan", di mana ratusan orang berebut untuk membunuh harimau menggunakan tombak.
Aksi ini juga digelar di Kadipaten sebagai pemaknaan ruwatan atau mengusir roh-roh jahat. Sayangnya, harimau menjadi perlambangan roh-roh jahat sehingga harus dibasmi dan diusir lewat pembantaian.
Dilarang Pihak Belanda
Seiring berjalannya tradisi ini, jumlah atau populasi dari Harimau Jawa ini semakin berkurang dan bahkan punah. Faktor lain dari punahnya kucing besar tersebut akibat pembukaan lahan besar-besaran pada zaman Belanda sehingga habitat aslinya pun berkurang.
Kemudian, pada tahun 1905 tradisi Rampogan Macan sudah mulai dilarang oleh Pemerintahan Belanda dengan alasan etika. Menurut mereka, bukan suatu sikap kesatria dan terhormat, karena harimau tidak dihadapi sendirian atau satu lawan satu.