Sejarah Surau Gadang, Warisan Peninggalan Syekh Burhanuddin saat Penyebaran Islam di Sumbar
Tanah Minang memiliki banyak peninggalan sejarah yang menjadi saksi perjuangan para ulama besar dalam menyebarkan Islam di sana.
Tanah Minang memiliki banyak peninggalan sejarah yang menjadi saksi perjuangan para ulama besar dalam menyebarkan ajaran agama Islam di sana.
Sejarah Surau Gadang, Warisan Peninggalan Syekh Burhanuddin saat Penyebaran Islam di Sumbar
Masyarakat Minang pasti sudah tidak asing lagi dengan kata Surau. Dalam sejarah pendidikan Islam di Minangkabau, Surau sangat berperan penting dalam proses penyebaran ajaran-ajaran Islam jauh sebelum adanya metode pendidikan modern yang berbasis Madrasah.
Banyak tokoh-tokoh ulama besar Minangkabau yang mungkin menghabiskan separuh hidupnya di Surau. Salah satunya Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syekh Thahir Jalaluddin, dan masih banyak lagi. (Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id)
-
Dimana letak surau yang menjadi cikal bakal Masjid Raya Ganting? Dulu di Kapalo Koto (sekarang daerah Seberang Padang) terdapat surau yang dibangun sekitar abad ke-18.
-
Di mana Masjid Raya Sumatera Barat berada? Terletak di Kecamatan Padang Utara, Kota Padang, pembangunan masjid ini berlangsung cukup lama.
-
Dimana Sunan Muria berdakwah? Setelah menuntaskan pendidikannya, Sunan Muria melakukan dakwah Islam di Gunung Muria, daerah yang kini dikenal sebagai Kudus, Jawa Tengah.
-
Dimana Masjid Raya Imanuddin Berau terletak? Letaknya berada persis di Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
-
Dimana Sunan Bejagung Lor berdakwah? Sesampainya di Jawa, Syekh Jumadil Kubro membagi tugas kepada anak-anaknya serta anggota rombongan lain untuk berdakwah di daerah berbeda-beda. Sunan Bejagung Lor diberi tugas berdakwah di wilayah Tuban.
-
Di mana Sunan Kudus berdakwah? Sunan Kudus memilih Kudus sebagai tempat berdakwah terlamanya hingga bertahun-tahun.
Kehadiran Surau saat era kolonial Belanda kerap disebut sebagai Indische Scholen (sekolah orang Melayu) atau Godstientscholen (sekolah agama). Bahkan, Surau sendiri menjadi lembaga yang cukup maju pada saat itu hingga orang-orang Belanda pun ikut ambil bagian dalam aktivitas Surau.
Salah satu peninggalan Surau yang ada di Tanah Minang yaitu Surau Gadang. Tempat ini merupakan warisan dari Syekh Burhanuddin yang kini masih dapat ditemukan keberadaannya.
Siapa Syekh Burhanuddin?
Melansir dari situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, sebelum membahas Surau Gadang, mari menengok sebentar sosok Syekh Burhanuddin. Ia dikenal dengan nama Burhanuddin Ulakan Pariaman atau disebut juga dengan Syekh Burhanuddin Ulakan.
Ia lahir di Sintuk, Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 1646 dan wafat pada 20 Juni 1704. Syekh Burhanuddin adalah ulama yang cukup berpengaruh di Minangkabau terutama dalam menyebarkan ajaran Islam di wilayah Kerajaan Pagaruyung.
Selain menyebarkan ajaran Islam, Syekh Burhanuddin rupanya salah satu tokoh Islam yang ikut andil dalam melawan penjajah Belanda. Ia juga dikenal sebagai ulama sufi pengamal (Mursyid) Tarekat Sathariyah.
Berdirinya Surau Gadang
Setelah Syekh Burhanuddin menuntut ilmu di Aceh, ia kembali ke tanah kelahirannya dan menyebarkan ajaran Islam di sana. Tahun 1680, ia kembali ke Urakan untuk mendirikan Surau di Tanjung Medan.
Di Surau ini beberapa aktivitas keagamaan dilakukan, mulai dari salat lima waktu, mempelajari ilmu agama, musyawarah, berdakwah, hingga kesenian dan belajar ilmu bela diri. Seiring berjalannya waktu, Surau ini berkembang pesat dan menjadi pondok pesantren.
Karena menganut paham Shyatariah, Surau Syech Burhanuddin dikenal sebagai pusat Thareqat Satharyah. Adapun ulama besar yang pernah belajar di Surau ini yaitu Tuanku Koto di Nagari Ampek Angkek Luhak Agam yang merupakan guru dari Tuanku Imam Bonjol.
Bangunan Terbuat dari Kayu
Bangunan Surau ini bentuknya persegi yang terbuat dari kayu dan memiliki kolong setinggi 1,2 meter artinya bangunan ini memiliki tiang-tiang seperti rumah panggung. Atapnya pun juga terbilang unik terutama atap ketiga yang berbentuk seperti gonjong.
Kemudian, pintunya memiliki dua buah daun pintu yang masing-masing lebarnya 1,4 meter dan tinggi 2 meter. Lantai dan dindingnya murni terbuat dari kayu yang telah mengalami pergantian beberapa kali.
Surau ini memiliki 16 buah jendela, 5 di sebelah Utara, 2 di sebelah Barat, 5 di sebelah Selatan, dan 4 buah lagi berada di sebelah Timur. Plafonnya pun juga seluruhnya terbuat dari kayu yang dibagian tengahnya terdapat anyaman kelapa yang berfungsi sebagai penampung kotoran burung.
Di dalam Surau, tepatnya di sisi Barat terdapat Mihrab Surau yang menonjol keluar. Mihrab ini berbentuk persegi panjang dan memiliki tiga buah jendela di sisi Barat.