Cerita Masa Lalu Masjid Raya Imanuddin Tanjung Redeb, Dulu Dibom Penjajah Namun Tidak Hancur
Menurut orang-orang tua yang menjadi saksi peristiwa itu, bom tepat jatuh di atas kubah masjid namun tidak hancur.
Menurut orang-orang tua yang menjadi saksi peristiwa itu, bom tepat jatuh di atas kubah masjid namun tidak hancur.
Cerita Masa Lalu Masjid Raya Imanuddin Tanjung Redeb, Dulu Dibom Penjajah Namun Tidak Hancur
Masjid Raya Imanuddin Tanjung Redeb memiliki kisah menarik di masa kolonialisme. Dahulu masjid ini kabarnya lolos dari serangan pasukan Belanda hingga tentara Jepang. Menariknya, rumah ibadah tersebut sempat dihantam bom namun tidak hancur.
Nuansa kuno memang sangat terasa dari segi bangunan. Letaknya berada persis di Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Simbol perjuangan dan penyebaran agama Islam kental terasa dari cerita masa lalunya.
-
Dimana masjid bersejarah itu berada? Situs ini merupakan sebuah masjid yang dibangun dari tanah dan batu oleh dinasti abad pertengahan yang berkuasa di Afrika Utara dan Spanyol.
-
Dimana letak Masjid Merah Kedung Menjangan? Terletak persis di Kampung Kedung Menjangan, Kelurahan Kalijaga, Kecamatan Harjamukti, masjid ini juga punya arsitektur unik.
-
Bagaimana Masjid Agung Banten bertahan sampai sekarang? Mereka kompak mendesain dan mengerjakan Masjid Agung Banten sehingga mampu bertahan hingga sekarang.
-
Apa keunikan dari Masjid Merah Kedung Menjangan? Masjid Kedung Menjangan juga dikenal sebagai masjid merah, selalui Masjid Sang Cipta Rasa yang sudah lebih dulu ada. Masjid Kedung Menjangan jadi salah satu destinasi religi yang menarik di Kota Cirebon. Rumah ibadah umat Islam ini memiliki tiga identitas budaya yang tampak yakni Cirebon, Tiongkok dan Kudus, Jawa Tengah.
-
Mengapa Masjid Kedung Menjangan berwarna merah? Seluruh bagian bangunan berwarna merah, sehingga masyarakat juga mengenalnya sebagai masjid merah Kedung Menjangan.
-
Dimana Masjid Perahu Tebet berada? Persisnya, masjid perahu ini berada di Jalan Raya Menteng Pulo, Kelurahan Menteng Dalam.
Jika masjid biasanya hanya digunakan sebagai tempat ibadah, namun masjid ini tidak.
Sejumlah aktivitas tersembunyi dari para pahlawan pernah dilakukan di sini untuk mengusir para penjajah.
Sampai sekarang, Masjid Raya Imanuddin Tanjung Redeb jadi salah satu destinasi religi yang tak boleh dilewatkan.
Dibangun Tahun 1800-an
Mengutip laman duniamasjid.islamic-center.or.id, masjid ini sebelumnya didirikan sekitar tahun 1800-an.
(Foto: duniamasjid.islamic-center.or.id)
Ketika itu pendiriannya sebagai sarana peribadatan umat Islam di masa Kesultanan Gunung Tabur yang dipimpin raja muslim, Sultan Aji Pangeran Raja Muda Si Barakkat.
Sejak didirikan, masjid telah dirancang dengan ukuran yang luas. Dari sana, masyarakat sekitar mengenalnya dengan nama Masjid Besar Kesultananan Gunung Tabur.
Jadi Bukti Kuatnya Pengaruh Islam di Berau
Mengutip situs diskominfo.kaltimprov.go.id, Kesultanan Gunung Tabur jadi salah satu kerajaan Islam terbesar di nusantara. Kerajaan ini terbentuk setelah pecahnya Kerajaan Berau di abad ke-19 silam.
Posisi masjid sejak awal tidak berubah, dan tetap berdiri di samping bangunan kerajaan atau satu kompleks dengan kerajaan tersebut.
Dari tampilan, kerajaan ini memiliki ciri busana yang sedikit mirip dengan Melayu Islam.
Mula terpecahnya Kesultanan Berau berawal dari konflik internal dua putra kerajaan yakni Pangeran Tua dan Pangeran Dipati.
Mereka sama-sama ingin duduk di singgasana kekuasaan, hingga akhirnya terpisah dan berdiri Kesultanan Gunung Tabur.
Digunakan sebagai Tempat Para Pejuang
Di masa penjajahan Belanda dan Jepang, masjid ini dijadikan sebagai tempat untuk merumuskan strategi.
(Foto: Kesultanan Gunung Tabur/Wikipedia)
Para ulama serta guru mengaji pun menjadikan masjid tersebut sebagai tempat mengobarkan semangat perlawanan.
Banyak para pemuda yang sebelumnya hanya beribadah kemudian ingin melawan penjajah.
Lambat laun, masjid ini didatangi banyak pejuang untuk merumuskan strategi perang.
Dicurigai Belanda
Adanya aktivitas keagamaan di sana rupanya tercium oleh Belanda. Pemerintah kolonial, kemudian berbelok mengawasinya.
Belanda pun menandai para ulama dan warga setempat yang memiliki kecenderungan melawan kebijakan politik gubernur jenderal Hindia Belanda.
Pengawasan pun terus dilakukan hingga masuk perang dunia ke-II. Saat itu, pemerintahan Jepang juga menandai tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat perumusan strategi perebutan kekuasaan oleh para pejuang.
Dibom Jepang Namun Tidak Hancur
Semangat anti penjajahan yang menyebar secara cepat di Kerajaan Berau dan Kesultanan Gunung Tabur akhirnya tercium Jepang.
Merasa terancam, seluruh kompleks istana pun dibom oleh penjajah. Bangunan kesultanan diketahui hancur.
Kemudian bom kedua dijatuhkan di atas kubah masjid dan mengenai bangunan utama, namun anehnya bangunan tidak hancur.
Ledakan hanya merusak sebagian kecil masjid, sehingga kubah dan bangunan utama tetap utuh seperti sedia kala.
Banyak saksi sejarah yang saat ini sudah sepuh menyaksikan penjatuhan bom pada tahun 1943 silam, namun nyatanya bangunan tidak terkena ledakan.