Menilik Sejarah Masjid Kiai Muara Ogan, Berdiri di Pertemuan Sungai Musi dan Sungai Ogan Sejak Tahun 1871
Masjid ini memiliki kesamaan dengan Masjid Agung Palembang pada segi arsitektur.
Masjid ini memiliki kesamaan dengan Masjid Agung Palembang pada segi arsitektur.
Menilik Sejarah Masjid Kiai Muara Ogan, Berdiri di Pertemuan Sungai Musi dan Sungai Ogan Sejak Tahun 1871
Kota Palembang tidak hanya terkenal dengan sajian pempek atau ragam kuliner atau pariwisatanya saja, melainkan nilai-nilai sejarah yang ada juga tidak kalah menarik.
Salah satu peninggalan masa Islam yang sudah berusia ratusan tahun yaitu Masjid Kiai Muara Ogan yang berada di Kampung Kertapati, Kodya Palembang, Sumatra Selatan, atau sejauh 3 km sebelah barat pusat kota Palembang. (Foto: kiaimuaraogan.com)
-
Dimana masjid bersejarah itu berada? Situs ini merupakan sebuah masjid yang dibangun dari tanah dan batu oleh dinasti abad pertengahan yang berkuasa di Afrika Utara dan Spanyol.
-
Kapan Masjid Kedung Menjangan dibangun? Menurut pengurus, masjid dibangun pada tahun 2000 lalu, dengan beberapa kisah di baliknya. Berdiri di Atas Sungai Ketua DKM Masjid Kedung Menjangan, Haris, mengatakan bahwa masjid ini dulunya dikelilingi sungai.
-
Dimana masjid tertua ini berada? Tim Arkeolog Israel menemukan sebuah masjid kuno langka di Kota Rahat, Badui Negev, Israel.
-
Kapan masjid itu dibangun? Situs arkeologi Alto da Vigia, di dekat Praia das Maçãs di garis pantai Sintra, mengungkap keberadaan masjid kedua yang berasal dari abad ke-11 dan ke-12 ini.
-
Kapan Masjid Agung Palembang diresmikan? Masjid Agung ini merupakan bagian dari peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I atau biasa dikenal dengan Jayo Wikramo.
Dilansir dari beberapa sumber, masjid ini didirikan oleh seorang kiai bernama Ki Marogan atau Kiai Marogan atau Kiai Muara Ogan. Selain menyebarkan ajaran-ajaran Islam di Palembang khususnya di Sungai Musi, ia juga merupakan pengusaha yang sukses di zamannya.
Ia hidup dan tinggal di tepi Sungai Musi di Muara Sungai Ogan. Dari sinilah, penyebutan Muara Ogan berubah menjadi Marogan aatau Merogan sehingga dikenal dengan Kiai Marogan.
Awalnya Tempat Belajar
Dilansir dari situs kiaimuaraogan.com, masjid ini berdiri sekitar tahun 1871 Masehi. Awalnya, masjid ini digunakan sebagai tempat salat, belajar mengaji dan agama bagi para keluarga dan masyarakat sekitar Kampung Karang.
Seiring berjalannya waktu, Kiai Marogan memiliki banyak murid. Masjid tersebut kemudian diwakafkan bersamaan dengan masjid Lawang Kidul 5 Ilir Palembang.
Semakin banyaknya jumlah anggota jemaah dan pengikut Kiai Marogan, akhirnya masjid ini berubah fungsi menjadi tempat salat jumat atau Masjid Jami'.
Sempat Akan Digusur
Sejak berdirinya masjid ini, beberapa kali pernah menjadi percobaan penggusuran karena letaknya yang strategis antara Sungai Musi dan juga Sungai Ogan. Salah satunya ketika perusahaan kereta Belanda Zuit Spoor Sumatera (ZSS) melakukan ekspansi.
ZSS merencanakan ekspansi stasiun kereta api hingga ke wilayah masjid. Alhasil, beberapa areal tanah milik Kiai Muara Ogan terpaksa harus diambil dan tergusur. Kini hanya seluas 1.586 meter saja yang tersisa.
Di kompleks masjid ini terdapat tiga unit sekolah, makam Kiai Muara Ogan dan beberapa zuriat Kiai Muara Ogan. Di masa pemerintahan Jepang, tanah di sekitar kompleks masjid pernah digunakan untuk pengembangan batubara lalu diangkut menggunakan kapal besar.
Seiring berjalannya waktu, tanah yang dikeruk terus menerus mengakibatkan kompleks masjid mengalami erosi, sehingga tanah tersebut hanya tersisa 2 meter saja
Membentuk Yayasan
Pasca tanah tergusur oleh pendudukan Jepang, pada tahun 1969 dibentuklah sebuah yayasan bernama Yayasan Masjid Kiai Muara Ogan. Pengurus yayasan pun meminta bantuan pemerintah pusat untuk mengatasi tanah longsor di sekitar kompleks.
Tahun 1980, akhirnya Presiden Soeharto memberi bantuan berupa dana sebesar Rp10 juta yang diberikan secara bertahap. Tahun 1950, masjid ini sempat direnovasi pada bagian Mustaka atau Limas teratar yang berbentuk segi empat yang diganti dengan kubah berbentuk bulat terbuat dari seng.
Tahun 1989, masjid ini direnovasi besar-besaran, meninggikan bagian plafon, kubah bulat terbuat dari seng diganti dengan mustaka limas seperti semula dan beberapa bagian bangunan lainnya. (Foto: duniamasjid.islamic-center.or.id)