Didirikan Para Buruh Pelabuhan Asal Maluku, Ini Fakta Menarik Masjid Tertua di Kota Jayapura
Masjid itu menjadi saksi bisu pembebasan Irian Barat pada tahun 1960.
Masjid itu menjadi saksi bisu pembebasan Irian Barat pada tahun 1960.
Didirikan Para Buruh Pelabuhan Asal Maluku, Ini Fakta Menarik Masjid Tertua di Kota Jayapura
Agama Islam menyebar ke seluruh penjuru Indonesia, bahkan ajarannya telah sampai ke pelosok timur Nusantara.
Di Kota Jayapura, ada sebuah gedung bercat tiga yang tampak biasa saja. Bila sepintas tak terlihat kalau bangunan itu adalah sebuah masjid. Padahal bangunan itu merupakan masjid tertua di Kota Jayapura.
-
Apa peran Pelabuhan Muara di masa lampau? Pelabuhan Muara atau Muaro memiliki peran penting dan menjadi pelabuhan tertua di Kota Padang. Pelabuhan ini dibangun di sebuah kawasan yang secara tradisi telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk tempat bersandarna kapal-kapal lokal.
-
Kapan Pelabuhan Muara dibangun? Mengutip jurnal 'Pelabuhan-Pelabuhan Kota Padang Tempo Doeloe' karya Dr. Gusti Asnan, pelabuhan ini berada di muara Batang Arau.
-
Dimana masjid tertua ini berada? Tim Arkeolog Israel menemukan sebuah masjid kuno langka di Kota Rahat, Badui Negev, Israel.
-
Apa yang unik dari masjid tertua ini? 'Yang unik di masjid ini adalah berkembangnya keramik abad ke-7 di situs tersebut, menjadikannya salah satu masjid paling awal di dunia.'
-
Kapan Masjid Jami dibangun? Dikutip dari Islamic-center.or.id, Masjid Jami sendiri awalnya hanya sebuah langgar sederhana. Menurut hikayat, masjid ini mulai dibangun pada masa kepemimpinan Sultan Syarif Usman (1819-1855) yang merupakan sultan ketiga Kesultanan Pontianak.Peletakan batu pertama pondasi bangunan dilakukan pada tahun 1821.
-
Siapa yang menemukan masjid tertua ini? Tim Arkeolog Israel menemukan sebuah masjid kuno langka di Kota Rahat, Badui Negev, Israel.
Masjid itu berukuran 12x12 meter atau kira-kira dua kali lapangan bulu tangkis. Diperkirakan kapasitas masjid itu mampu menampung 200 jemaah.
Dindingnya berlapis keramik hijau dan lantainya dibuat dari keramik putih. Terdapat empat unit pendingin ruangan di dalam masjid yang hanya digunakan ketika salat Jumat.
Namanya Masjid Jami’. Jika dibandingkan dengan Masjid Baiturrahman yang merupakan masjid terbesar di Kota Jayapura, Masjid Jami’ merupakan masjid tertua. Jika Masjid Baiturrahman berdiri pada tahun 1974, Masjid Jami’ sudah berdiri pada tahun 1943.
Saat itu sejumlah buruh di Hollandia, nama Jayapura saat itu, adalah para pencetus berdirinya Masjid Jami ketika Belanda masih berkuasa.
Dilansir dari Indonesia.go.id, para buruh itu merupakan pendatang dari Buton, Ternate, Tidore, Halmahera, Waigeo, dan Salawati.
Semula bangunan masjid itu hanya terdiri dari satu lantai dengan atap yang terbuat dari seng dan kubah berbentuk limas seperti umumnya masjid di Jawa. Saat itu masjid tersebut hanya digunakan untuk salat lima waktu, dan jemaahnya masih sedikit.
Seorang pengurus masjid, H. Muhammad Syaiful, mengatakan bahwa peristiwa paling bersejarah pada rumah ibadah ini terjadi pada era 1962-1963. Saat itu terjadi peristiwa penyerahan wilayah Papua dari Belanda kepada Indonesia yang difasilitasi oleh militer sekutu.
Saat itu masjid tersebut banyak didatangi oleh tentara Muslim yang dibawa Inggris dari Asia Selatan seperti India dan Pakistan.
Para tentara asal Pakistan itu menjadikan masjid sebagai tempat salat dan beristirahat. Mereka turut merawat masjid dan menjadi imam salat. Keberadaan mereka disambut jemaah karena telah menghidupkan suasana masjid.
“Sebagian dari mereka memilih berkeluarga di Jayapura. Keturunan-keturunan bermarga Khan cukup banyak tinggal di permukiman sekitar masjid,” ujar Syaiful dikutip dari Indonesia.go.id.
Seiring waktu, tentara-tentara dari Pakistan dan India itu ditarik kembali ke negara masing-masing.
Selain itu, para buruh pelabuhan yang merupakan jemaah tetap masjid mulai geser lokasi kerja ke kawasan Abe Pantai.
Di sana mereka membangun masjid baru, yakni Masjid Al Falah yang menjadi masjid tertua kedua di Kota Jayapura.
Sejak pendirian masjid baru itu, Masjid Jami’ jadi sepi tak terawat. Mulai tumbuh ilalang di sekitar masjid. Di sekitarnya mulai hadir rumah karaoke serta bar.
Seorang tokoh masyarakat setempat yang sekaligus seorang pendeta, Saparai, kemudian meminta pemilik bar dan karaoke untuk menutup usaha di sekitar masjid agar suasana masjid jadi lebih bersih.
Pada tahun 1963, pengelolaan masjid diambil alih oleh Kodam XVII/Cendrawasih. Seorang pegawai dari Kementerian Agama bernama H. Mansyur D. Rahmad kemudian diminta untuk mengelola masjid tersebut selama 10 tahun.
Saat itu, masjid mulai membuka lembaga pendidikan yaitu Madrasah Diniyah Maarif pada tahun 1966. Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama Papua, H. Toni Wanggai, mengatakan pada tahun 1968 Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif dibentuk bersamaan digantinya diniyah dengan Madrasah Ibtidaiyah.
“Masjid ini tidak hanya rumah ibadah karena juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan wadah berkumpulnya organisasi-organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah,” kata Toni.
Lembaga pendidikan itu terus berkembang. Pada tahun 1970 dibangun SD Nurul Huda, dan disusul tahun 1985 SMP Nurul Huda yang bangunannya menempel dengan masjid.
Karena tingginya minat warga menyekolahkan anak mereka ke lembaga pendidikan di Masjid Jami’, maka pengelola dan pengurus mengubah total bangunan masjid, dan disatukan dengan gedung sekolah. Masjid pun dipindah ke lantai paling atas karena menghormati fungsi awalnya sebagai rumah ibadah.