Berburu Hewan Buas Dulu Dibayar Negara, Ini Alasannya Sekarang Dihapus
Sejarawan Adolf Heuken SJ, menuliskan hewan buas seperti macan dan badak masih banyak berkeliaran di hutan-hutan sekitar Jakarta yang dulu bernama Batavia.
Sejarawan Adolf Heuken SJ, menuliskan hewan buas seperti macan dan badak masih banyak berkeliaran di hutan-hutan sekitar Jakarta yang dulu bernama Batavia.
Berburu Hewan Buas Dulu Dibayar Negara, Ini Alasannya Sekarang Dihapus
Berburu Hewan Buas Dulu Dibayar Negara
Hampir mustahil menemukan hewan buas di tengah hiruk pikuk dan keramaian Jakarta sebagai kota metropolitan.
Namun, pada masa kolonialisme Belanda, Gubernur Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), justru memberi imbalan besar bagi Pemburu hewan buas.
Dalam buku berjudul 'Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta pada abad ke-17' yang ditulis sejarawan Adolf Heuken SJ, menuliskan hewan buas seperti macan dan badak masih banyak berkeliaran di hutan-hutan sekitar Jakarta yang dulu bernama Batavia.
Bahkan, buaya juga masih kerap ditemukan di beberapa kali di dalam kota.
"Pada tahun 1692, tiga orang laki-laki yang baru saja tiba dari Eropa hanya sempat menyelamatkan diri dengan memanjat tiang gantungan dekat sebuah kali sebab dari kali itu seekor buaya besar yang lapar mengejar mereka" tulis Heuken.
Korban jiwa dari serangan hewan buas juga bahkan sempat terjadi di tahun 1659.
Saat itu, 14 orang yang sedang menebang kayu dekat pusat kota diterkam macan.
Pada tahun 1662, seorang pekerja di Ancol juga menjadi korban jiwa atas keganasan hewan liar tersebut.
Pekerja itu sempat dibawa ke rumah sakit atau pusat medis yang tersedia. Namun karena luka cukup parah, nyawanya tidak tertolong.
Sejarawan Peter Boomgard dalam buku berjudul Frontiers of Fears 1600-1950 menjelaskan, ancaman hewan buas membuat kegiatan berburu marak dilakukan oleh penduduk Batavia tidak terkecuali pejabat VOC.
Pejabat VOC juga akan memberikan imbalan bagi warga yang berhasil menangkap hewan buas. Nantinya, hasil tangkapan tersebut akan dipamerkan di lapangan kastil.
Salah satu warga yang menerima upah Dari menangkap hewan liar yaitu Jan Cleijn. Ia berhasil menangkap harimau betina dan membawanya ke hadapan pejabat VOC.
Menurut Boomgaard, uang yang diberikan kepada penangkap hewan maupun membunuh hewan bervariasi.
Besarannya ada yang mencapai puluhan gulden.
merdeka.com
"Kadang-kadang jika pertemuan dengan harimau sangat mengerikan dan ada orang yang membunuh harimau tersebut sangat berani, Gubernur Jenderal dapat menunjukkan penghargaannya dengan memberikan hadiah yang jauh lebih besar," tulis dia.
Sayembara memburu hewan buas lambat laun menjadi perhatian penduduk Batavia.
"Barang siapa berhasil menangkap seekor buaya atau ular menyeretnya ke tepi sungai dan membunuhnya menerima upah 10 real," sambungnya.
Namun, perburuan hewan buas saat ini sudah dilarang.
Larangan ini tercantum dalam Undang-Undang no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Dalam pasal 50 ayat 3 disebutkan bahwa setiap orang dilarang mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Aturan ini menjelaskan jika membawa satwa liar jenis apapun yang asalnya dari hutan, termasuk hasil buruan itu dilarang.
Fakta menunjukan orang yang berburu satwa liar di hutan itu pasti membawa satwa hasil buruannya ke luar hutan.
Pelanggar dari ketentuan ini diancam dengan pidana penjara 1 tahun dan denda Rp50 juta.
Membawa atau mengangkut satwa liar itu juga tidak bisa sembarangan, harus ada izinnya yang disebut SATS-DN (Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri).
SATS-DN tersebut dikeluarkan oleh kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Jika yang diburu adalah jenis satwa yang dilindungi, akan dijatuhi sanksi pidana penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta. Hal ini mengacu UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dalam Pasal 21 ayat (2a) disebutkan bahwa setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.