Bukan Sekadar Olahraga, Intip Keseruan Jemparingan, Panahan Tradisional Dulu hanya Dilakukan Keluarga Kerajaan Mataram
Jemparingan merupakan olahraga panahan tradisional yang dulu hanya dilakukan oleh keluarga Kerajaan Mataram.
Kini olahraga ini diminati banyak orang.
Bukan Sekadar Olahraga, Intip Keseruan Jemparingan, Panahan Tradisional Dulu hanya Dilakukan Keluarga Kerajaan Mataram
Jemparingan merupakan olahraga panahan tradisional yang dulu hanya dilakukan oleh keluarga Kerajaan Mataram. Seiring waktu, jemparingan dijadikan ajang perlombaan untuk para prajurit keraton.
-
Bagaimana gerakan Jaranan Pegon? Gerakan Jaranan Pegon dilakukan dengan lincah, dinamis dan agak rumit.
-
Siapa yang mengenalkan Panah Kasumedangan sebagai tradisi? 'Ini mulanya berawal dari raja pertama yakni Prabu Geusan Ulun yang membawa Panah Kasumedangan,' kata Ketua Wadah Endong Panah Kasumedangan Bayu Gustia Nugraha, menguntip YouTube Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX.
-
Jaranan Pegon untuk apa? Kesenian ini biasanya ditampilkan dalam hajatan nazar seseorang, misalnya yang bersangkutan ingin sembuh dari sakit, ingin segera menikah, dan lain sebagainya.
-
Bagaimana cara bermain permainan tradisional di Tarakan? 'Di Taman berlabuh, saya dan para tamu undangan melakukan penanaman pohon tabebuya dan mencoba berbagai permainan tradisional' kata Wali Kota Tarakan, Khairul.
-
Di mana Jaran Kepang di Malang sering dilakukan? Pertunjukan Jaran Kepang di Malang sering kali dilakukan pada malam Jumat Legi.
-
Kapan warga Klaten bermain layang-layang hias? Sore hari di akhir Bulan Juli menjadi waktu yang cocok untuk bermain layang-layang.
Sejarah
Mengutip situs indonesia.go.id, keberadaan jemparingan dapat ditelusuri sejak awal keberadaan Kesultanan Yogyakarta.
Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), raja pertama Yogyakarta, mendorong pengikutnya belajar memanah sebagai sarana membentuk watak ksatria.
Watak kesatria yang dimaksud ialah empat nilai, yaitu: sawiji (konsentrasi), greget (semangat), sengguh (percaya diri), dan ora mingkuh (bertanggung jawab).
Berbeda dari Panahan Lain
Berbeda dengan panahan lain yang biasanya dilakukan sambil berdiri, jemparingan dilakukan dalam posisi duduk bersila.
Jika pemanah dalam olahraga panahan umumnya berfokus pada kemampuan pemanah membidik target dengan tepat, pemanah jemparingan tidak membidik dengan mata, tetapi memposisikan busur di hadapan perut sehingga bidikan didasarkan pada perasaan pemanah.
Pekan Olahraga Nasional (PON)
Mengutip situs Jadesta Kemenparekraf RI, panahan tradisional gaya mataraman merupakan sebuah inovasi dari Pakualam VIII saat Indonesia menyelenggarakan PON I pada tahun 1948.
Saat itu, Indonesia baru saja merdeka dan belum banyak atlet memanah yang memiliki peralatan modern. Muncul lah gagasan untuk menggunakan peralatan tradisional, tetapi dengan teknik modern.
Perkembangan
Seiring perkembangan zaman, jemparingan mulai mengalami beberapa perubahan. Kini terdapat berbagai cara memana serta bentuk sasaran yang dibidik. Meski demikian, semuanya berpijak pada filosofi jemparingan sebagai sarana melatih konsentrasi.
Beberapa orang juga tidak lagi membidik dengan posisi gandewa di depan perut, tetapi dalam posisi sedikit miring sehingga dapat membidik dengan mata.
Hingga kini di lingkungan Keraton Yogyakarta, permainan jemparingan rutin dilaksanakan setiap minggu. Para pemanah mengenakan busana khas Jawa. Kebaya dan batik untuk perempuan, sementara kaum pria mengenakan surjan, kain batik dan blangkon.
Mereka duduk berjajar merentang busur untuk menempa hati, memusatkan pikiran dan konsentrasi untuk sebuah tujuan yang ingin dicapai.
Bukan Sekadar Olahraga
Mengutip situs resmi Pemprov DIY, jemparingan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dalam domain Kemahiran dan Kerajinan Tradisional.