El Nino Justru Bawa Berkah Bagi Warga Rembang, Begini Penjelasannya
Produksi garam justru bisa lebih cepat saat terjadinya fenomena El Nino
Produksi garam justru bisa lebih cepat saat terjadinya fenomena El Nino
El Nino Justru Bawa Berkah Bagi Warga Rembang, Begini Penjelasannya
Sudah banyak daerah di Indonesia yang mengalami kekeringan akibat fenomena El Nino. Fenomena yang menyebabkan musim kemarau tahun ini lebih kering juga dirasakan oleh warga Rembang dan sekitarnya.
-
Bagaimana dampak El Nino di Banten? “Berdasarkan hasil monitoring, seluruh wilayah di Provinsi Banten mulai masuk musim kemarau. Sesuai dengan prediksi kami, tahun ini akan ada fenomena El Nino dengan kondisi lemah sampai sedang, “ kata Kepala Balai Besar Wilayah II Tangsel, Hartanto.
-
Bagaimana El Nino memengaruhi petani? Kalau kondisi seperti ini terus-menerus terjadi, bisa dipastikan para petani padi akan gagal panen.
-
Apa itu El Nino? El Nino adalah fenomena global yang terjadi hampir di seluruh negara yang terletak pada garis ekuator, salah satunya Indonesia.
-
Dimana El Nino berdampak di Indonesia? Hal ini menandakan berkurangnya curah hujan di wilayah Indonesia.
-
Bagaimana Mentan mengatasi dampak El Nino di Barito Kuala? “Kita dihadapkan El Nino, yaitu kemarau panjang dan dahsyat. Antisipasinya kita dapat percepat tanam menjadi 3 kali tanam setahun. Habis panen langsung tanam dengan menggunakan alsintan. Losses panen dapat berkurang dan produksi dapat ditingkatkan,“ terangnya.
-
Kenapa El Nino berdampak ke kekeringan? BMKG memprakirakan fenomena El Nino menerjang Indonesia pada tahun ini yang berdampak musim kemarau menjadi berkepanjangan.
Namun fenomena El Nino justru membawa berkah bagi warga Rembang, khususnya bagi para petani garam. Hal ini dikarenakan produksi garam akan meningkat saat cuaca panas dan kering.
“Pada bulan Juni 2023 cuacanya masih ada hujan sehingga proses pembuatan garamnya agak lama. Sedangkan saat ini setelah airnya matang dan dituang di lahan pengeringan dalam waktu sepekan sudah bisa dipanen,”
kata Mundi, salah seorang petani garam asal Desa Dresi Kulon, Kecamatan Kaliori, Rembang, dikutip dari Liputan6.com pada Minggu (13/8).
Selain cuaca panas, udara juga disertai angin timur yang cukup kencang sehingga mempercepat proses pembuatan garam. Mundi mengatakan, setiap panen ia bisa menghasilkan 5 kuintal garam, meskipun lahan yang digunakan masih menggunakan tanah tanpa menggunakan media geoisolator atau plastik pelapis tambak garam.
Hal sama juga diungkapkan petani garam lain, Kasipin. Dia mengaku sejak bulan Juli lalu hingga Agustus ini hasil panen cenderung meningkat.
“Biasanya hanya 2,5 ton garam dalam sepekan. Tapi sekarang sampai 5 ton sepekan,” ujar Kasipin.
Kasipin mengatakan bahwa lahan yang digunakan untuk pembuatan garam mencapai 1 hektare lebih dan menggunakan media geoisolator sehingga produksi lebih cepat dan hasil lebih banyak. Menurutnya, hal tersebut didukung cuaca terik yang disertai angin timur, sehingga proses pengkristalan air garam menjadi lebih cepat dari sebelumnya. Jika sebelumnya proses itu membutuhkan waktu 3-4 hari, kini hanya butuh 2 hari untuk panen.
Namun sayang, kondisi tersebut tidak disertai dengan harga garam yang menguntungkan petani. Saat Juni 2023 kemarin harga garam mencapai Rp4.000 per kilogram, kini hanya Rp1.000 per kilogram. Walau begitu, petani tetap mendapatkan keuntungan karena produksinya meningkat, sehingga potensi pendapatannya juga cukup besar.