Mengenal Kesenian Ogleg, Tarian Khas Kulon Progo yang Punya Gerakan Unik dan Lahir di Masa Sulit
Kini kesenian Ogleg mengalami ancaman kesulitan regenerasi karena rata-rata pemainnya sudah berusia 45-50 tahun.
Kini kesenian Ogleg mengalami ancaman kesulitan regenerasi karena rata-rata pemainnya sudah berusia 45-50 tahun.
Mengenal Kesenian Ogleg, Tarian Khas Kulon Progo yang Punya Gerakan Unik dan Lahir di Masa Sulit
Pada akhir 1950-an, kondisi sosial ekonomi warga Kulon Progo benar-benar sulit. Nasi saat itu menjadi barang mewah dan mahal. Sehari-hari warga makan berbagai jenis palawija dan umbi-umbian agar tidak kelaparan.
Pada masa itulah kesenian Ogleg lahir. Tokoh penciptanya adalah Rubikin Noto Sunaryo, pria asal Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kulon Progo.
-
Gerakan tari apa yang ditampilkan dalam Reog Bulkiyo? Ciri Khas Walaupun sama-sama bernama reog, Reog Bulkiyo berbeda dengan Reog Ponorogo. Reog Bulkiyo tidak menggunakan barong. Selain itu, gerakan tariannya menggambarkan latar belakang peperangan.
-
Apa yang unik dari Tari Likok Pulo? Tari Likok Pulo menjadi tari tradisional satu-satunya yang dimiliki masyarakat Pulo Aceh.
-
Apa keunikan Tari Turuk Langgai? Tarian Turuk Langgai merupakan tarian yang gerakannya menyerupai hewan di hutan atau di lingkungan yang mereka tempati. Tarian ini juga menjadi bagian dari sebuah ritual dan juga melibatkan roh-roh halus.
-
Apa yang unik dari Tari Toga? Gerakan pada tari toga ini mirip dengan tari tradisional dari Minang dan juga Melayu.
-
Mengapa Tari Kretek dibuat? Saat itu Gubernur Jateng Sutarjo Rustam meminta Kasi Kebudayaan Dwijisumono, agar dibuatkan tari khas Kudus.
-
Apa itu Gamelan Kodok Ngorek? Salah satu bukti peninggalan Sunan Kalijaga di Cirebon adalah seperangkat Gamelan Kodok Ngorek yang kini tersimpan utuh di Museum Benda Pusaka Keraton Kasepuhan.
Mengutip Kemdikbud.go.id, sejak kecil Rubikin telah diajari orang tuanya tembang-tembang selawatan sekaligus belajar memainkan alat musik terbangan sebagai pengiring selawat.
Setelah lulus dari sekolah rakyat, ia belajar kesenian wayang orang, pencak silat, dan kethoprak. Kelak bekal selawatan dan seni tari yang ia pelajari menjadi modal berharga baginya dalam menciptakan kesenian Ogleg.
Pada bulan Maulud tahun 1957, ia menonton kesenian jathilan saat acara Grebeg Mulud di Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta.
Sepulang dari pertunjukan itu, ia merenung dan berniat mencoba menciptakan suatu jenis kesenian dengan gerak tari yang berbeda dari kesenian yang sudah ada.
Bulan berikutnya ia mencoba gerak tari baru dengan iringan musik terbangan.
Setelah merasa pas, ia mengajak kawan-kawannya yang masih satu keluarga besar untuk belajar kesenian baru ciptaannya. Kawan-kawannya setuju dan menyambut hasil karya baru itu dengan penuh semangat.
Empat orang temannya, Tukinin, Sugiyanto, Wiro Mularno, dan Giman, diplot sebagai penari.
Lalu ada Hadi Supono, Ngadirin, Ponikin, dan Sakijo yang diplot untuk memainkan alat musik sederhana seperti kenting, thinthung, kempul gede, kempul cilik, gong kayu, dan dua buah bende.
Rubikin bertindak sebagai pawang sekaligus pelantun tembang selawatan.
Setelah berlatih ala kadarnya, mereka mengadakan pentas perdana di rumah Bapak Tahir, Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo. Warga yang penasaran berdatangan untuk melihat pertunjukan itu.
Setelah memainkan beberapa babak, grup penari itu kelelahan sehingga pentas dihentikan.
Para penonton yang belum puas meminta Rubikin untuk mementaskan pertunjukan itu lagi keesokan harinya. Esok harinya pentas kembali dilanjutkan dan warga yang datang semakin banyak.
Karena antusiasme warga yang begitu besar, Rubikin mengajak anggota kelompok tarinya untuk berkeliling dari desa ke desa untuk mengadakan pertunjukan itu. Dari sanalah kemudian muncul istilah “Ogleg”.
Istilah itu pertama kali tidak diciptakan oleh Rubikin selaku pencipta gerak tarian, melainkan oleh para penonton karena merasa tertarik dengan kepala penari yang gerakannya patah-patah atau dalam bahasa Jawa disebut “ogleg-ogleg”. “Ayo nonton ogleg”, begitulah saat seorang warga mengajak warga lainnya untuk melihat pertunjukan Rubikin dan kawan-kawan.
Saat ini di Tuksono terdapat tiga kelompok Ogleg yang masih ada, yaitu Kridho Turonggo, Ogleg Langen Budoyo, dan Ogleg Kridho Wirowo.
Pada 2014, Ogleg ditetapkan sebagai kesenian unggulan masyarakat Sentolo, Kulon Progo karena keunikannya. Kini kesenian itu mengalami ancaman kesulitan regenerasi karena rata-rata pemainnya sudah berusia 45-50 tahun.