Muncul Beriringan dengan Hadirnya Listrik, Ini Sejarah Warung Angkringan di Kota Solo
Mulai dari Solo, keberadaan angkringan muncul di kota-kota lain.
Mulai dari Solo, keberadaan angkringan muncul di kota-kota lain.
Muncul Beriringan dengan Hadirnya Listrik, Ini Sejarah Warung Angkringan di Kota Solo
Keberadaan warung Angkringan begitu menjamur pada setiap daerah di Pulau Jawa, mulai dari pedesaan hingga kawasan perkotaan hampir mudah dijumpai warung angkringan. Keberadaan warung angkringan juga menjamur di Kota Solo.
-
Kenapa Angklung Caruk berkembang? Saat itu, Angklung caruk berkembang pesat di kalangan masyarakat suku Using Banyuwangi.
-
Bagaimana Warung Kopi Ake berkembang? Warung Kopi Ake berperan penting sebagai penjaga tradisi sekaligus pionir dalam sektor perkopian di Belitung. Bukanlah hal mudah, dulunya mereka membeli biji kopi dari Jawa dan Lampung, karena Belitung bukanlah daerah penghasil biji kopi.
-
Dimana Nasi Goreng Parahyangan awalnya tersedia? Nasi goreng Parahyangan mulanya merupakan menu khas kereta api Argo Parahyangan yang melayani rute Jakarta – Bandung dan sebaliknya.
-
Kapan Nasi Goreng Parahyangan pertama kali hadir? Keberadaannya sendiri sudah ada sejak 1971 silam.
-
Kapan engklek muncul di Indonesia? Permainan engklek diperkirakan sudah ada di Indonesia sejak zaman kolonial, dan memiliki akar budaya yang panjang.
-
Apa yang membuat Singkawang terkenal? Singkawang adalah sebuah kota di Kalimantan Barat yang terkenal dengan keindahan alamnya yang memukau serta keragaman budayanya yang kaya.
Dilansir dari Narasisejarah, keberadaan angkringan di Kota Solo muncul beriringan dengan hadirnya listrik. Dibanding nama “angkringan”, warga Solo lebih mengenalnya dengan nama “hik”. Sebutan “hik” muncul akibat dari teriakan yang dilakukan penjual ketika menjajakan dagangannya.
Pada awalnya, sebutan “hik” bukan merupakan suatu singkatan atau apapun. Namun dalam perkembangannya “hik” diartikan sebagai singkatan dari Hidangan Istimewa Kampung. Pengertian ini merupakan gambaran dari dagangan yang dijual para pedagang hik.
Meski nama “hik” lebih populer di kalangan masyarakat Solo, namun terminologi “angkringan muncul lebih dulu.
Dalam buku “Jejak Listrik di Tanah Raja” karangan Eko Sulistyo, diwartakan dalam koran Djawi Hiswara tahun 1918 tentang adanya maling yang bersembunyi di “angkring” (keranjang pikul yang digunakan untuk tempat makanan dan kopi).
Diketahui pada waktu itu para pedagang angkringan harus memikul dagangannya keluar masuk kampung demi mencari pembeli.
Pada 12 Maret 1901, Kota Solo resmi dialiri listrik. Kebiasaan masyarakat untuk beraktivitas pada malam hari mulai terbentuk. Berbagai hiburan malam bermunculan seperti pertemuan malam hari di restoran, bioskop, layar tancap di alun-alun, dan sebagainya.
Kesempatan ini diambil masyarakat kelas bawah untuk mengambil peluang. Mereka mencoba peruntungan menjajakan makanan bagi masyarakat yang beraktivitas pada malam hari. Mereka menjual makanan dengan bakul angkringan di titik-titik keramaian.
Mulai dari Kota Solo, keberadaan angkringan menyebar ke berbagai daerah. Menu yang khas yaitu nasi dengan tempe.
Seiring berjalannya waktu, warung angkringan semakin modern dengan menu yang semakin bervariasi.