Cara Melayani Suami pada Masa Haid dalam Islam, Pahami Hukumnya
Ketentuan melayani suami saat istri sedang haid telah diatur dengan jelas dalam Islam.
Ketentuan melayani suami saat istri sedang haid telah diatur dengan jelas dalam Islam.
Cara Melayani Suami pada Masa Haid dalam Islam, Pelajari Hukumnya
Hubungan intim adalah suatu hal yang tak lepas dari kehidupan bersuami-istri. Meski demikian, ada saat-saat tertentu di mana istri tak bisa melayani suami secara penuh, misalnya saat istri sedang haid. Haid sendiri adalah fitrah bagi seorang wanita. Tak ada yang dapat menolak datangnya hal ini.
Islam adalah agama yang memiliki penjelasan lengkap mengenai berbagai hal, salah satunya tentang hukum dan cara melayani suami pada masa haid dalam Islam. Disebutkan, seorang wanita yang sedang mengalami haid maka diharamkan baginya untuk melayani hasrat suami.
-
Gimana cara istri bantu suami saat haid? Dalam kondisi tertentu, Islam memberikan kelonggaran kepada istri untuk membantu suaminya melepaskan hasrat seksual dengan cara onani, namun bukan dengan menggunakan alat-alat atau media lain yang diharamkan.
-
Apa yang boleh dilakukan suami istri saat haid? Meskipun berhubungan intim dilarang, masih ada banyak cara bagi pasangan untuk saling menunjukkan cinta dan kasih sayang.
-
Apa definisi masa suci haid dalam Islam? Masa suci ini merujuk pada periode antara dua siklus menstruasi di mana seorang wanita dianggap bersih dan bisa melaksanakan ibadah seperti sholat dan puasa.
-
Apa yang dimaksud Doa Mandi Wajib Haid? Doa Mandi Wajib Haid dan Tata Cara Pelaksanaannya, Muslimah Wajib Tahu Haid adalah peristiwa keluarnya darah dari rahim wanita yang telah mencapai usia dewasa atau baligh. Pada saat wanita berada dalam kondisi haid, kondisi tubuhnya kotor atau tidak suci.
-
Apa yang harus dilakukan wanita saat haid datang? Ketika haid datang di tengah puasa, perempuan diwajibkan untuk segera membatalkan puasanya.
-
Apa tugas istri menurut Islam? Tugas istri menurut Islam perlu dipahami setiap muslim. Dalam pandangan Islam, peran seorang istri sangat penting dalam membangun rumah tangga yang harmonis dan penuh berkah.Islam memberikan pedoman yang jelas tentang tanggung jawab istri, yang tidak hanya berfokus pada aspek domestik, tetapi juga mencakup kontribusinya dalam membina hubungan yang sehat dengan suami dan keluarganya.
Suami tidak boleh melakukan hubungan badan dengan istri yang tengah haid. Sebab, selain menjadi hal yang diharamkan oleh Allah SWT, juga dapat memberikan efek yang buruk bagi suami dan istri.
Meski begitu, interaksi antara suami dan istri masih tetap bisa terjalin. Karena Islam tidak menghukumi fisik wanita haid sebagai benda najis yang selayaknya dijauhi. Sebagaimana praktek yang dilakukan orang Yahudi.
“ Sesungguhnya orang Yahudi, ketika istri mereka mengalami haid, mereka tidak mau makan bersama istrinya dan tidak mau tinggal bersama istrinya dalam satu rumah. Para sahabat pun bertanya kepada Nabi Kemudian Allah menurunkan ayat, yang artinya, ‘Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah bahwa haid itu kotoran, karena itu hindari wanita di bagian tempat keluarnya darah haid…’ (Surat Al-Baqarah).”
Lalu, bagaimana cara melayani suami pada masa haid dalam Islam yang boleh dilakukan dan seperti apa landasan hukumnya? Dilansir dari berbagai sumber, simak penjelasannya.
Hukum Berhubungan Intim dengan Istri yang Sedang Haid
Melansir NU Online, haramnya berhubungan suami istri (jimak) tercatat dalam Al-Qur’an:
وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: Haid itu adalah kotoran. Sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri." (QS Al-Baqarah: 222)
Dalam Kitab Al-Ibanah wal Ifadah maksud ayat dijelaskan:
ثُمَّ بَيَّنَ جَلَّ جَلاَلُهُ فِي الْأيَةِ الْكَرِيْمَةِ أَنَّهُ لَا يَجُوْزُ أَنْ يَأْتِيَ الزًّوْجُ زَوْجَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ. فَإِذَ انْقَطَعَ دَمُّ الْحَيْضِ وَاغْتَسَلَتْ جَازَ لَهُ أَنْ يَقْرَبَهَا مِنَ الْمَكَانِ الَّذِيْ أَمَرَهُ اللهُ تَعَالَى أَنْ يَأْتِيَهَا مِنْهُ
Artinya: “Kemudian Allah menjelaskan dalam ayat yang mulia ini bahwa suami tidak boleh menggauli istrinya dalam keadaan haid. Jika darah haidnya sudah terputus (suci) dan ia telah mandi maka boleh bagi suami untuk menggauli istrinya dengan cara yang Allah perintahkan.” (Abdurrahman bin Abdullah As-Saqqaf, Al-Ibanah wal Ifadah, [Surabaya, Al-Haramain: 2019], halaman 15).
Berdasarkan ayat ini terdapat dua syarat bolehnya berhubungan suami istri setelah haid, yaitu haidnya sudah putus (suci) dan sudah mandi wajib.
Orang yang melakukan hubungan suami istri ketika haid setidaknya memiliki dua kemungkinan:
1. Karena kesengajaan, tidak terpaksa, mengetahui tentang keharamannya.
2. Karena tidak sengaja, dipaksa, mengetahui keharamannya.
Orang yang melakukannya dengan sengaja mendapatkan dosa besar dan wajib baginya untuk bertobat. Jika ia tidak sengaja maka tidak ada dosa baginya.
Al-Khatib As-Syirbini menjelaskan dalam Kitab Mughnil Muhtaj:
وَوَطْءُ الْحَائِضِ فِي الْفَرْجِ كَبِيرَةٌ مِنْ الْعَامِدِ الْعَالِمِ بِالتَّحْرِيمِ الْمُخْتَارِ، يُكَفِّرُ مُسْتَحِلُّهُ كَمَا فِي الْمَجْمُوعِ عَنْ الْأَصْحَابِ وَغَيْرِهِمْ، بِخِلَافِ الْجَاهِلِ وَالنَّاسِي وَالْمُكْرَهِ لِخَبَرِ «إنَّ اللَّهَ تَعَالَى تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اُسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ» وَهُوَ حَسَنٌ رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُ
Artinya: “Menggauli istri yang sedang haid di kemaluannya adalah dosa besar bagi suami yang sengaja, mengetahui keharamannya, dan tidak terpaksa. Orang yang menghalalkan perbuatan ini dianggap kafir seperti disebutkan di dalam Kitab Al-Majmu’ dari Ashabus Syafi’i dan selainnya.
Berbeda dengan orang yang tidak tahu keharamannya, orang lupa, dan terpaksa (maka dimaafkan), karena hadits Nabi: “Sungguh Allah memaafkan dari umatku yang tersalah, lupa, dan yang terpaksa. Ini hadits hasan yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan selainnya).” (Al-Khatib As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut: Darul Ma’rifah], jilid I, halaman 173).
Cara Melayani Suami pada Masa Haid dalam Islam
1. Bercumbu
Cara melayani suami pada masa haid dalam Islam yang pertama adalah dengan saling bercumbu. Interaksi dalam bentuk bermesraan dan bercumbu selain di daerah antara pusar sampai lutut istri ketika haid diperbolehkan. Interaksi semacam ini hukumnya halal dengan sepakat ulama. A’isyah radhiyallahu ‘anha menceritakan;
"Apabila saya haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk memakai sarung kemudian beliau bercumbu denganku." (HR. Ahmad 25563, Turmudzi 132 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Maimunah radhiyallahu ‘anha,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercumbu dengan istrinya di daerah di atas sarung, ketika mereka sedang haid. (HR. Muslim 294)
2. Memberikan Kasih Sayang
Meskipun dilarang berhubungan intim, suami dan istri tetap diperbolehkan menunjukkan kasih sayang satu sama lain. Nabi Muhammad SAW sendiri menunjukkan contoh dengan tetap mencium dan memeluk istri-istrinya saat mereka dalam keadaan haid.
3. Bersikap Lemah Lembut
Seorang istri bisa tetap melayani suaminya dengan sikap lemah lembut dan penuh perhatian. Ini bisa dilakukan melalui komunikasi yang baik, perhatian terhadap kebutuhan suami, dan menciptakan suasana rumah tangga yang nyaman.
4. Memberikan Pelayanan Rumah Tangga
Selama masa haid, istri tetap bisa melayani suami dalam hal-hal yang tidak berkaitan dengan hubungan intim, seperti memasak, membersihkan rumah, atau mengurus kebutuhan suami sehari-hari.
5. Mempererat Hubungan dengan Aktivitas Lain
Pasangan suami istri bisa mengisi waktu bersama dengan melakukan aktivitas lain yang tidak melibatkan hubungan intim, seperti berbicara dari hati ke hati, menonton film bersama, atau berjalan-jalan. Hal ini bisa mempererat hubungan emosional mereka.
6. Berdoa dan Berdzikir Bersama
Mengisi waktu dengan berdoa dan berdzikir bersama juga bisa menjadi cara untuk memperkuat ikatan spiritual antara suami dan istri.
7. Menghormati Batasan Syariah
Penting bagi suami dan istri untuk memahami dan menghormati batasan-batasan syariah terkait masa haid. Ini termasuk tidak melakukan aktivitas yang dilarang dan tetap menjalankan kewajiban agama yang lain.
Dengan menjalankan panduan-panduan ini, seorang istri bisa tetap melayani suaminya dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam, meskipun dalam masa haid.