Isi Perjanjian Kalijati 1942, Berikut Sejarah Lengkapnya
Perjanjian Kalijati adalah awal mula era penjajahan Jepang di Indonesia.
Perjanjian Kalijati adalah awal mula era penjajahan Jepang di Indonesia.
Isi Perjanjian Kalijati 1942, Berikut Sejarah Lengkapnya
Perjanjian Kalijati menjadi peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Perjanjian ini menjadi pertanda berakhirnya penjajahan Belanda sekaligus awal mula Jepang menduduki wilayah di Indonesia. Di balik perjanjian tersebut, ada hal penting yang perlu diketahui masyarakat Indonesia.
Pada 8 Maret 1942 silam, Belanda dan Jepang menandatangani Perjanjian Kalijati. Kesepakatan ini dinamakan Perjanjian Kalijati karena ditandatangani di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Selain menyerahkan kekuasaan Belanda kepada Jepang, perjanjian ini juga menjadi awal mula Jepang menjajah Indonesia.
Perjanjian Kalijati merupakan bagian sejarah panjang dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya sekadar menduduki Indonesia, tetapi Jepang juga melakukan sejumlah propaganda. Berikut sejarah singkat dan isi Perjanjian Kalijati.
-
Kapan Kalijodo dibenahi? Kalijodo setelah 5 tahun yang lalu kita benahi menjadi RTH-RPTRA.
-
Apa Isi Prasasti Sangguran? Prasasti Sangguran memiliki tinggi 1,61 meter, lebar 1,22 meter. Benda bersejarah setebal 32 centimeter beratnya diperkirakan mencapai 3,5 ton. Isi Prasasti Sangguran juga sangat panjang. Bagian depan prasasti berisi 38 baris tulisan, bagian belakang sebanyak 45 baris, dan bagian kiri terdapat 15 baris tulisan. Dua baris pertama isi Prasasti Sangguran ditulis dalam bahasa Sansekerta. Sedangkan seluruh bagian lainnya menggunakan bahasa Jawa Kuno.
-
Apa isi prasasti tersebut? bahasa-bahasa Timur Tengah kuno di University College London, enam baris pertama dari teks paku-paku pada prasasti itu mengatakan, dalam bahasa Het, 'empat kota, termasuk ibu kota, Hattusa, berada dalam bencana,' sementara 64 baris sisanya adalah doa dalam bahasa Hurria yang memohon kemenangan.
-
Apa yang dibangun di Kalijodo? Hingga pada tahun 2014, Basuki Tjahaja Purnama yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, menyulap Kalijodo menjadi RTH dan RPTRA.
-
Apa yang terjadi pada 2 Agustus 1922? Alexander Graham Bell, penemu telepon, meninggal dunia pada 2 Agustus 1922, di rumahnya di Baddeck, Nova Scotia, Kanada.
-
Mengapa Kalijodo diubah? Kawasan Kalijodo sebelumnya dikenal sebagai sarang judi dan prostitusi.
Latar Belakang Perjanjian Kalijati
Dilansir dari laman Academia.edu, sebagaimana kita tahu, Perjanjian Kalijati adalah sebuah perjanjian antara Jepang dan Belanda terkait penyerahan penjajahan di Tanah Air. Perjanjian ini ditandatangani oleh Jepang dan Belanda pada 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang, Jawa Barat.
Perjanjian ini memuat bahwa Belanda menyerahkan kekuasaannya di Indonesia kepada Belanda. Selain menyerahkan kekuasaan, Perjanjian Kalijati juga sebagai tanda berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia.
Latar belakang Perjanjian Kalijati sendiri berawal ketika Belanda diserang oleh Jerman dan membuat pemerintahan kolonial melemah, termasuk di wilayah jajahannya seperti Indonesia. Jepang pun masuk ke wilayah Indonesia saat Jerman memberi izin kepada Jepang untuk membangun pangkalan militer di Asia Tenggara.
Dikutip dari jurnal Sistem Ketatanegaraan Indonesia pada Pendudukan Jepang (2019), Negeri Matahari Terbit tersebut mendarat pertama kali di Tanah Air pada Januari 1942. Sejak saat itu, Jepang mulai merebut wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia.
Isi Perjanjian Kalijati
Perjanjian Kalijati menjadi awal mula masa kedudukan Jepang di Indonesia dan mengakhiri penjajahan Belanda. Penyerahan ini tertuang dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 8 Maret 1942. Adapun isi dari Perjanjian Kalijati tersebut adalah sebagai berikut:
1. Belanda menyerahkan wilayah Indonesia seluruhnya kepada Jepang tanpa syarat.
2. Jepang akan membentuk pemerintahan militer di Indonesia.
Sementara itu, pemerintahan militer yang dibentuk Jepang dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu:
• Pemerintah Tentara 16 AD, wilayah di Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta.
• Pemerintah Tentara 25 AD, wilayah di Sumatra yang berpusat di Bukittinggi.
• Pemerintah Armada AL, wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua berpusat di Makassar.
Propaganda Gerakan 3A
Setelah menduduki wilayah Indonesia, Jepang melakukan serangkaian propaganda, salah satunya Gerakan 3 A, yaitu Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Cahaya Asia. Jepang melakukan propaganda tersebut, selain untuk mengambil hati bangsa Indonesia, juga dukungan kepada bangsa Indonesia dalam melawan Sekutu di Perang Dunia II.
Gerakan 3A digaungkan pada 29 April 1942. Pada hari itu bertepatan dengan hari nasional Jepang. Pembentukan gerakan 3A digagas oleh Kepala Departemen Propaganda Jepang, yaitu Hitoshi Shimizu.
Dialah yang kemudian menggandeng Mr. Syamsudin. Adapun tujuan dari propaganda ini, yaitu menarik simpati bangsa Indonesia, memberikan jaminan keamanan bagi bangsa Indonesia, serta meyakinkan bangsa Indonesia bahwa Jepang negara terkuat di Asia.
Kendati demikian, Gerakan 3A ini tidak membuat bangsa Indonesia tunduk kepada Jepang. Bahkan, kehadiran Jepang sama sekali tidak disukai oleh masyarakat Indonesia. Sebab, tujuan adanya Gerakan 3A ini tidak mengutamakan kepentingan bangsa Indonesia sehingga hal ini mendapatkan protes keras dari rakyat Indonesia pada 1943.
Kebijakan-Kebijakan Jepang Saat Menduduki Indonesia
Jepang memiliki beberapa tujuan dalam menduduki Indonesia. Pertama, Jepang ingin menjadikan Indonesia sebagai basis militer untuk melawan Sekutu di Asia Tenggara dan Pasifik. Kedua, Jepang ingin memanfaatkan sumber daya alam Indonesia untuk mendukung perangnya melawan Sekutu.
Ketiga, Jepang ingin menyebarkan pengaruhnya di Asia dengan menggalang kerjasama dengan bangsa-bangsa Asia yang dijajah oleh Barat. Keempat, Jepang ingin memperoleh dukungan dari rakyat Indonesia dengan menjanjikan kemerdekaan.
Untuk mencapai tujuan-tujuannya tersebut, Jepang menerapkan berbagai kebijakan di bidang-bidang tertentu selama pendudukannya di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa bidang kebijakan yang diterapkan oleh Jepang:
Bidang Ekonomi
Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, bank, dan perusahaan milik pemerintah kolonial Hindia Belanda. Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat, dan mengendalikan harga untuk mencegah meningkatnya harga barang.
Jepang juga melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam Indonesia, seperti minyak bumi, karet, timah, tembaga, emas, dan lain-lain. Selain itu, Jepang juga memaksa rakyat Indonesia untuk menanam tanaman ekonomi yang dibutuhkan oleh Jepang, seperti jarak pagar dan kapas.
Bidang Sosial
Jepang menerapkan kebijakan romusha, yaitu kerja paksa bagi rakyat Indonesia untuk membangun proyek-proyek militer dan infrastruktur bagi Jepang. Romusha dilakukan tanpa memperhatikan hak-hak asasi manusia dan kesejahteraan rakyat.
Banyak romusha yang meninggal karena penyakit, kelaparan, kelelahan, atau kekerasan. Selain romusha, Jepang juga merekrut wanita-wanita Indonesia sebagai jugun ianfu atau pelacur tentara Jepang. Jugun ianfu dipaksa untuk melayani nafsu seksual tentara Jepang dengan ancaman atau tipu daya.
Bidang Politik
Jepang membubarkan semua organisasi politik dan sosial yang ada di Indonesia sebelumnya. Jepang juga melarang segala bentuk pergerakan nasionalisme atau anti-Jepang. Siapa pun yang melawan atau menentang kebijakan Jepang akan ditindak dengan keras.
Namun demikian, Jepang juga berusaha mendapatkan simpati dari rakyat Indonesia dengan mengajak para tokoh nasional untuk bekerja sama dengan Jepang. Jepang juga menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia, meskipun hanya sebagai alat propaganda.
Bidang Militer
Jepang membentuk beberapa organisasi militer dan semimiliter yang melibatkan rakyat Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Heiho (pasukan bantuan), PETA (Pembela Tanah Air), Giyugun (tentara sukarela), dan Seinendan (barisan pemuda).
Organisasi-organisasi ini bertujuan untuk membantu Jepang dalam perang melawan Sekutu, sekaligus untuk mengawasi gerak-gerik rakyat Indonesia. Namun, organisasi-organisasi ini juga memberikan pelatihan dan pengalaman militer bagi rakyat Indonesia, yang nantinya berguna dalam perjuangan kemerdekaan.
Bidang Kebudayaan
Jepang menerapkan kebijakan kebudayaan yang bertujuan untuk menghapus pengaruh Barat dan menanamkan nilai-nilai Asia, khususnya Jepang, di Indonesia. Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda dan menggantinya dengan bahasa Jepang.
Jepang juga menghapus semua buku-buku dan media massa yang berbau Barat. Jepang mempromosikan budaya Jepang, seperti shintoisme, bushido, dan kesetiaan kepada kaisar. Namun, Jepang juga mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar di sekolah. Jepang juga mendukung perkembangan sastra dan seni Indonesia yang bersifat nasionalis.