Kisah Pasutri Asal Ngawi Sukses Kuasai Pasar Nasional Baju Muslimah, Tolak Berutang hingga Ciptakan 10 Ribu Lowongan Kerja
Ide memulai bisnis pakaian tiba-tiba muncul saat pasutri asal Ngawi ini kesusahan mencari jilbab untuk anaknya yang masih bayi.
Pasangan suami istri (pasutri) asal Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, memulai bisnis di bidang pakaian muslimah anak karena pengalaman mereka kesusahan saat hendak membeli jilbab untuk bayinya.
"Inspirasinya dari kelahiran anak saya yang pertama. Saat itu tahun 2018 mencari hijab untuk bayi lumayan susah. Terus saya bilang ke istri kenapa kita enggak buat aja, istri setuju," ungkap Wahyu Ahmad Hasan, pemilik Shahia Hijab Indonesia, dikutip dari YouTube PecahTelur, Selasa (3/9/2024).
Berbekal semangat berapi-api, pasutri baru ini mengajak bayinya yang belum berusia satu bulan untuk berbelanja kain di Kota Surakarta.
"Pertama ke Pasar Klewer, terus ke Beteng dan sebelahnya. Muter kepanasan, anak rewel, menyusui, dan lain sebagainya itu sudah kami lalui," imbuh Wahyu.
Merintis Bisnis
Wahyu yang memiliki latar belakang pendidikan sebagai Sarjana Teknik Sipil sudah lama bergelut di bidang konstruksi dan properti. Namanya cukup mentereng sebagai pebisnis pemborong perumahan dan properti di Kabupaten Ngawi.
"Ada peluang dari keisengan tadi ya saya jalani, akhirnya bisa berkembang bahkan karyawannya melebihi bisnis utama (konstruksi dan properti) saya," ungkap Wahyu.
Awalnya, bisnis pakaian Shahia Hijab Indonesia hanya dikelola oleh sang istri.
"Awalnya seminggu hanya terjual satu paket, berlanjut sehari satu paket, terus sehari bisa terjual puluhan paket," terang pria berusia 30 tahun ini.
Wahyu dan sang istri sepakat mulai merekrut karyawan saat penjualan baju mereka mencapai puluhan paket per harinya. Bahkan pada tahun 2020 melihat sang istri semakin kerepotan karena bisnis pakaiannya makin berkembang, Wahyu akhirnya ikut turun tangan.
Sang istri mengurusi bagian desain dan mengontrol kualitas produk, sementara Wahyu mengurus bagian riset, pengembangan sumber daya manusia, dan infrastruktur.
Jatuh Bangun
Saat ini, Wahyu dan sang istri berhasil menjual 2.000 hingga 2.500 baju per harinya. Mereka juga sudah memiliki ratusan karyawan dengan target pertumbuhan bisnis tahunan sebesar 25-35 persen.
Segala pencapaian bisnis Wahyu dan sang istri tak muncul begitu saja. Mereka telah merasakan asam garam industri pakaian. Misalnya, pada awal produksi, seluruh penjahit gagal menghasilkan produk pakaian sesuai keinginan Wahyu dan istrinya.
"2018 rumah pribadi aja belum punya. Dari nol sampai sekarang punya ratusan karyawan karena visinya ingin memberi manfaat untuk banyak orang," tutur Wahyu.
Ia dan sang istri ingin menciptakan banyak lapangan pekerjaan untuk warga Kabupaten Ngawi. Tujuannya agar mereka tidak perlu jauh-jauh mencari pekerjaan ke kota lain. Hingga kini, ia telah berhasil membuka sekitar 10 ribu lowongan pekerjaan.
"Saat orang hitung-hitungan jam kerja, kami ada 2-3 jam khusus untuk kajian (Islam)," imbuh Wahyu.
Selain itu, salah satu kunci sukses bisnis pakaian yang dijalani Wahyu dan istrinya yakni pendirian teguh mereka untuk tidak berutang. Bahkan, pesan tidak berutang meski bisnis dalam kondisi lesu ini juga dipesankan secara khusus oleh orang tua Wahyu. Pasalnya, orang tua Wahyu sempat merasakan dampak buruk dari utang keluarga.