Komentari Fenomena Banyak Publik Figur Raih Gelar Doktor, Begini Sosok Radius Setiyawan Dosen Muda UM Surabaya
Ia mengatakan publik figur memiliki tujuan khusus dengan gelar akademik.
Beberapa waktu lalu masyarakat sempat gaduh mengenai gelar doktor kehormatan yang diterima Raffi Ahmad dari Universal Institute of Professional Management (UIPM) Thailand serta fenomena Bahlil Lahadalia, Menteri ESDM RI yang lulus dari program doktoral Universitas Indonesia (UI) dalam waktu 20 bulan.
Banyak orang mempertanyakan profil kampus di Thailand yang memberikan gelar doktor kehormatan kepada suami Nagita Slavina itu. Respons demikian juga terjadi saat Bahlil lulus dalam waktu singkat dari program doktoral UI.
Menanggapi fenomena banyaknya publik figur yang memperoleh gelar doktor, Dosen Cultural Studies Universitas Muhammadiyah Surabaya, Radius Setiyawan menjelaskan fakta di baliknya.
"Fenomena di atas (meraih gelar doktor) merupakan upaya individu memperkuat pengaruh dalam struktur sosial di masyarakat," ujar Radius di Surabaya, Rabu (23/10/2024).
Fakta di Baliknya
Radius menyitir perkataan seorang sosiolog terkemuka, Bourdieu yang menyatakan bahwa untuk memperkuat posisi diri di masyarakat, seseorang harus memiliki kapital atau modal.
Kapital ekonomi meliputi kekayaan, sumber daya fisik, dan instrumen produksi yang dimiliki individu. Kapital budaya dipahami sebagai akses individu terhadap pendidikan dan posisi mereka dalam struktur sosial.
Sementara itu kapital sosial dipahami sebagai akses jaringan dan kapital simbolik merupakan pengakuan sosial yang menghasilkan kekuasaan simbolik.
"Dalam konteks pendidikan, usaha yang dilakukan beberapa publik figur merupakan upaya untuk memperkuat kapital budaya," terang Radius, dikutip dari ANTARA.
Radius menambahkan, kapital budaya merupakan aset sosial yang dapat memengaruhi akses individu terhadap pendidikan dan posisi mereka dalam struktur sosial.
Apa yang dilakukan para publik figur untuk mendapatkan gelar doktor dalam dunia pendidikan sejatinya ialah hal wajar dan normal. Meski demikian, masalah akan muncul jika dalam proses meraihnya publik figur menujukan gejala deotonomisasi dalam pendidikan. Meraih gelar akademik tanpa modal spesifik yang ketat dan serius. Melainkan modal sosial dan ekonomi yang memegang peranan penting.
"Bisa jadi sedang terjadi konversi atau pertukaran modal ekonomi untuk mendapatkan modal budaya. Hal tersebut semakin mengukuhkan dominasi aktor dalam arena sosial. Ini bisa mengancam ekosistem pendidikan kita dan tentu mengkhawatirkan,” tandas Radius.
Sosok Radius
Radius merupakan dosen dan peneliti di Universitas Muhammadiyah Surabaya. Alumnus program Magister Kajian Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada ini juga tengah berupaya meraih gelar doktor Ilmu Sosial dari FISIP Universitas Airlangga.
Mengutip situs pakar.um-surabaya.ac.id, Radius memiliki beberapa bidang kepakaran, yakni: cultural studies, multiculturalism, critical discourse analysis, dan literarute and gender. Ia tercatat sebagai peneliti pada beberapa lembaga, yakni Pusat Studi Politik dan Transformasi Sosial (Puspolnas) UM Surabaya, Pusat Studi Anti-Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) UM Surabaya, Surabaya Academia Forum, dan LPPM UM Surabaya.
Selain menjalani kesibukan sebagai dosen dan peneliti, Radius merupakan sosok pebisnis. Mengutip Instagram @radiussetiyawan, bisnisnya bergerak di bidang dekorasi rumah ramah lingkungan yang berbahan limbah kayu.