Mitos Burung Kedasih di Tengah Masyarakat Indonesia, Simak Ulasannya
Burung kedasih dipercaya sebagai penanda datangnya kematian seseorang.
Burung kedasih dipercaya sebagai penanda datangnya kematian seseorang.
Mitos Burung Kedasih di Tengah Masyarakat Indonesia, Simak Ulasannya
Beragam mitos hingga kini masih tumbuh dan berkembang di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu mitos yang hingga kini masih dipercaya yakni mitos tentang burung kedasih. Burung kedasih atau burung cirit uncuing dilingkupi mitos yang menyeramkan. Burung ini dipercaya sebagai penanda datangnya kematian seseorang.
Meski sangat sulit dijelaskan dalam sebuah kajian ilmiah, mitos atas burung kedasih terlanjur melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia sejak dahulu kala. Dan tak heran jika para penghobi burung sangat jarang ada yang mau untuk memeliharanya. Mendengar suaranya saja sudah bikin merinding. Apalagi untuk memeliharanya.Meski memiliki mitos yang menyeramkan, burung ini ternyata memiliki warna bulu yang cukup cantik. Penasaran dengan mitos burung kedasih? Ini ulasannya.
Karakteristik Burung Kedasih
Burung kedasih banyak dijumpai di daerah perdesaan, tepatnya di kawasan tepi hutan atau perkebunan dengan ketinggian ratusan meter di atas permukaan air laut. Burung ini biasanya hobi bertengger di ranting pohon-pohon tinggi.Mengutip laman Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, burung kedasih dewasa memiliki punggung, sayap, dan ekor berwarna cokelat keabu-abu. Sementara tubuh bagian bawahnya berwarna merah karat.
Di sisi lain, burung kedasih yang berwarna muda memiliki punggung berwarna cokelat terang. Tubuh bawahnya keputih-keputihan dengan garis-garis hitam yang cukup lebar dan jelas pada seluruh bulunya.
Burung kedasih termasuk insektivora atau pemakan serangga. Ia memakan ulat atau larva serangga yang terdapat di dalam hutan. Oleh karena itu, burung kedasih berfungsi sebagai pengendali populasi serangga di Hutan. Burung ini membasmi ulat dan larva secara alami.
Dilansir dari Liputan6.com, ada fakta menarik yang membuat burung kedasih terlihat kejam. Salah satunya cara burung ini dalam berkembang biak. Umumnya, burung kedasih hanya memproduksi dua telur setiap musim kawin.
Burung dengan nama latin Cuculus merulinus ini ternyata tak pernah membuat sarang. Induk jantan dan betina tak pernah mau membuat sarang untuk bertelur, apalagi mengerami telur-telurnya.
Agar telur-telurnya dapat menetas, induk betina pun menitipkan telur di dalam sarang milik burung-burung lain yang berukuran lebih kecil. Kemudian, pengeraman pun dilakukan oleh induk betina yang sarangnya dititipi telur burung kedasih tersebut.
Perlu diketahui, burung kedasih juga kerap kali membuang telur asli dari burung yang dititipinya. Namun berdasarkan beberapa penelitian, burung kedasih kadang kala tak membuang telur asli dari burung yang sarangnya ia titipi.
Akan tetapi, anak-anak dari burung kedasih itu lah yang merusaknya kelak saat mereka telah menetas. Tak hanya itu, saat telur burung kedasih menetas, induk burung yang dititipi biasanya diperbudak oleh anak-anak burung kedasih untuk memberi makan sampai tumbuh besar.
Karena berbagai perilaku buruknya itu, burung kedasih kerap dijuluki sebagai burung parasit. Begitulah perilaku burung kedasih. Cantik rupanya, menyeramkan suaranya, dan culas.
Mitos Burung Kedasih
Bagi masyarakat Jawa, mitos burung kedasih sudah beredar dan menyebar dari generasi ke generasi. Kehadiran burung yang satu ini dipercaya dapat membawa malapetaka.Dijelaskan dalam jurnal Emprit Gantil oleh Trirani, suara kicauan burung kedasih yang panjang dan menakutkan menandakan akan terjadi musibah pada keluarga yang mendengarnya. Biasanya, kicauan burung ini terdengar di malam hari.
Mitos ini berkembang dalam tradisi kejawen yang terdapat di Yogyakarta. Tidak diketahui pasti siapa yang pertama kali menyebarkannya sehingga ada pula masyarakat yang tidak memercayainya.
Untuk menolak bala tersebut, masyarakat Jawa zaman dulu sering berdoa dengan melantunkan tembang tertentu. Tembang macapat berjudul “Kidung Rumeksa Ing Wengi” ciptaan Sunan Kalijaga menjadi salah satu doa penolak bala yang dipercaya bisa menghalau segala marabahaya, termasuk bahaya kicauan burung kedasih. Sementara itu, jika ditilik dari pandangan agama Islam, burung secara umum merupakan binatang yang diberikan keistimewaan oleh Allah SWT. Mereka dianugerahi sayap yang bisa membuatnya terbang ke mana pun.
Burung kedasih menurut Islam pun tidak membawa pertanda apa-apa, entah itu baik ataupun buruk. Tak hanya kedasih, burung jenis lainnya pun tidak memiliki makna tertentu. Hal itu ditegaskan dalam hadis Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda:
“Tidak ada penyakit yang ditularkan, burung penentu nasib baik dan buruk, burung hantu pembawa nasib sial, dan bulan Safar pembawa keberuntungan atau kesialan.”
Jenis-Jenis Burung Kedasih
Spesies yang termasuk burung pengicau ini terdiri dari beberapa jenis yang tersebar di alam liar. Setiap jenis memiliki ciri khasnya tersendiri dan menjadi berbeda satu sama lainnya, antara lain:1. Kedasih Kelabu
Burung kedasih kelabu memiliki panjang tubuh sekitar 20 sampai 23 cm. Jenis burung ini mudah dijumpai di sekitar perkebunan dan di pinggiran hutan. Ciri fisik kedasih lelabu dewasa adalah warna bulu sawo matang di bagian kepala, serta berwarna abu-abu di bagian leher dan bagian dada.
Sedangkan kedasih kelabu muda memiliki tubuh yang berwarna cokelat muda dan garis-garis hitam di sisi atas tubuh dan bagian tubuh bawah berwarna putih.
2. Kedasih Hitam
Kedasih hitam atau dalam bahasa latin bernama Surniculus lugubris adalah spesies burung dari keluarga Cuculidae dari Genus Surniculus. Burung kedasih hitam ukuran tubuhnya sedang, yaitu sekitar 22-24 cm. Jenis kedasih ini memiliki warna bulu dominan berwarna hitam. 3. Kedasih Uncuing
Burung kedasih uncuing dapat kita jumpai di pinggiran perkebunan maupun kawasan hutan. Ciri fisik yang dimiliki kedasih uncuing adalah adanya warna cokelat kelabu pada bagian kepala, punggung, sayap, dan ekornya. Salah satu bagian yang menarik dari jenis kedasih uncuing adalah lingkar mata berwarna kekuningan.