Nekat Vonis Bebas Ronald Tannur Pelaku Pembunuhan, Ini Deretan Fakta Tiga Hakim PN Surabaya yang Kini Kehilangan Pekerjaan
Ketiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ini harus menelan pil pahit akibat keputusannya memvonis bebas pelaku pembunuhan
Kasus penganiayaan yang berujung tewasnya seorang perempuan bernama Dini Sera Afrianti terjadi di Surabaya pada 4 Oktober 2023 silam. Dini meninggal usai dianiaya kekasihnya, Ronald Tannur yang merupakan anak seorang anggota DPR RI dari Fraksi PKB, Edward Tannur.
Sejak awal, kasus ini mencuri perhatian publik karena melibatkan anak pejabat. Dampak baiknya, kasus ini pun mendapatkan pengawalan baik dari masyarakat dalam setiap tahapan proses hukumnya.
Saat akhirnya Ronald Tannur divonsi bebas, masyarakat dari berbagai kalangan pun menyatakan keberatannya.
Ulah Tiga Hakim
Tiga hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo memvonis bebas Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti. Padahal jaksa menuntut hukuman 12 tahun pidana penjara karena terbukti melanggar Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Vonis bebas terhadap Ronald Tannur ini pun menuai kritik pedas dari berbagai kalangan.
Vonis bebas Ronald Tannur juga membuat Komisi Yudisial (KY) turun tangan. KY memberikan sanksi pemecatan dengan hak pensiun kepada tiga hakim yang menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Gregorius Ronald Tannur.
Anggota Komisi Yudisial RI dan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Joko Sasmito mengatakan Erintuah, Mangapul, dan Heru terbukti melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim (KEPPH).
"Para terlapor terbukti melanggar KEPPH, dengan klasifikasi tingkat pelanggaran berat," ungkap Joko saat memaparkan hasil sidang pleno KY ketika rapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/8/2024).
Joko menjelaskan sidang pleno itu dilaksanakan sebelum KY mengikuti rapat bersama DPR RI. Rapat pleno putusan pemecatan terhadap tiga hakim itu diikuti oleh semua Anggota KY yang berjumlah tujuh orang.
Temuan
Berdasarkan sejumlah temuan, Joko memaparkan bahwa para hakim membacakan fakta-fakta hukum dan pertimbangan hukum terkait unsur-unsur pasal dakwaan yang berbeda antara yang dibacakan di persidangan dengan yang tercantum dalam salinan putusan perkara Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby.
Ketiga hakim tersebut juga membacakan pertimbangan hukum tentang penyebab kematian korban Dini Sera Afrianti yang berbeda dengan hasil visum et repertum, serta keterangan saksi ahli dr Renny Sumino dari RSUD Dr Soetomo.
Selain itu, menurutnya para hakim tidak pernah mempertimbangkan, menyinggung dan/atau memberikan penilaian tentang barang bukti berupa CCTV di area parkir basement Lenmarc Mall yang diajukan oleh penuntut umum dalam sidang pembacaan putusan.
"Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis Sidang Pleno berpendapat pelanggaran yang dilakukan oleh para terlapor masuk dalam klasifikasi pelanggaran berat, dan Majelis Sidang Pleno Komisi Yudisial RI telah bermusyawarah dan sepakat menjatuhkan sanksi berat," tegas Joko, dikutip dari Liputan6.com.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa putusan bebas yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Surabaya kepada Ronald Tannur cukup fenomenal karena menyita perhatian publik.
Dia pun menilai KY telah bekerja maksimal terhadap adanya kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan ketiga hakim PN Surabaya. Bahkan, ia berpendapat seharusnya KY menjatuhkan pemberhentian tetap tanpa hak pensiun.
"Tapi nggak apa-apa pak, sudah sangat maksimal, terima kasih. Saya pikir teman-teman (Anggota DPR) akan menyampaikan apresiasi semua kepada Komisi Yudisial," tandas Habiburokhman.
Sosok Tiga Hakim
Mengutip laman resmi PN Surabaya, berikut profil ketiga hakim yang kini telah kehilangan pekerjaan akibat memvonis bebas Ronald Tannur sang pelaku pembunuhan.
Erintuah Damanik merupakan hakim tingkat pertama di Pengadilan Negeri Surabaya. Hakim yang menyelesaikan pendidikan sarjana dan magister bidang hukum ini berpangkat Pembina Utama Madya dengan golongan IV/d.
Seperti Erintuah, Mangapul juga berstatus sebagai hakim tingkat pertama di PN Surabaya. Pria bergelar magister hukum ini berpangkat Pembina Utama Madya dengan golongan IV/d.
Sementara itu, Heru Hanidnyo yang berstatus sebagai hakim tingkat pertama di PN Surabaya berpangkat Pembina Utama Muda dengan golongan IV/c.