Sejarah Singkong di Pulau Jawa, Dulu Jadi Makanan Para Petapa Majapahit
Ada teori yang mengatakan singkong pertama kali dibawa oleh Portugis ke bumi Nusantara
Ada teori yang mengatakan singkong pertama kali dibawa oleh Portugis ke bumi Nusantara
Sejarah Singkong di Pulau Jawa, Dulu Jadi Makanan Para Petapa Majapahit
Singkong merupakan salah satu tanaman yang populer di Indonesia. Saking terkenalnya, masing-masing daerah tanaman ini punya namanya sendiri. Di Jawa tanaman ini disebut pohung, di Sunda disebut sampeu, di Sangihe disebut bungkahe, dan di Gorontalo disebut kasubi.
-
Apa itu tapai singkong? Tapai adalah sejenis penganan dan makanan tradisional yang dibuat dari proses fermentasi bahan pangan berkarbohidrat oleh ragi. Di Indonesia dan negara-negara tetangganya, bahan pangan yang biasa digunakan untuk membuat tapai adalah beras ketan dan singkong.
-
Apa itu keripik singkong? Sesuai dengan namanya, keripik ini terbuat dari bahan dasar singkong yang diiris tipis-tipis dan digoreng hingga garing atau renyah.
-
Dimana bingka singkong berasal? Bingka adalah kue khas Banjar, Kalimantan Selatan, yang cukup populer dan disukai banyak masyarakat.
-
Bagaimana cara membuat tapai singkong? Berikut proses pembuatan tape singkong yang lezat dilansir dari fimela:Bahan:2 kg singkong2 keping ragi tape Cara Membuat:Kupas singkong dan cuci bersih, potong-potong sesuai selera. Kukus singkong hingga matang. Biarkan hingga benar-benar dingin. Tumbuk ragi tape hingga halus. Pindahkan dan tata singkong di wadah plastik yang memiliki penutup. Taburi dengan ragi hingga merata dan tutup wadah. Simpan di dalam lemari makan yang gelap dan suhu ruangan. Diamkan selama 2-3 hari. Tape sudah siap dinikmati.
Padahal sebenarnya singkong bukan tanaman asli Indonesia. Dilansir dari suluhnuswantarabakti.or.id, singkong diperkirakan dibawa oleh penjajah Portugis ke Maluku sekitar abad ke-16. Seiring waktu, tanaman ini terus berkembang di seluruh penjuru kepulauan Nusantara.
Teori yang menyebut bahwa singkong bukan berasal dari Indonesia adalah sebuah catatan pada tahun 1876 oleh seorang kontrolir Tenggralek, H.J van Swieten.
Ia mencatat bahwa singkong kurang dikenal atau tidak ada sama sekali pada beberapa daerah di Pulau Jawa, namun ditanam secara besar-besaran di daerah lain, khususnya di daerah yang kandungan airnya minim.
Menelusuri sejarah singkong di Pulau Jawa ternyata bukan perkara mudah. Apalagi nama “pohung” yang merujuk pada singkong sendiri berasal dari bahasa Jawa Baru, bukan dari Jawa Kuno.
Dalam bahasa Jawa Kuno sendiri, tidak ditemukan secara spesifik sebagaimana kata “pohung”.
Kata yang ada lebih merujuk pada tanaman sebangsa umbi-umbian secara umum, misalnya kata “huwi” yang merujuk pada tanaman sebangsa umbi-umbian.
Namun dalam catatan yang lain, tepatnya dalam buku “Arjunawijaya a Kakawin Of Mpu Tantular”, peneliti Supomo menyebut tentang cacah, yaitu campuran antara nasi dengan singkong.
Dalam catatannya Supomo menulis:
“Di tempat-tempat di mana irigasi tidak memungkinkan, sawah kering ditanami. Ini adalah cara bercocok tanam padi yang biasa dilakukan oleh komunitas religius yang tinggal di perbukitan dan di hutan yang baru dibuka jauh dari desa-desa yang sudah mapan. Di lahan kering, selain padi gaga, masyarakat juga menanam berbagai jenis umbi-umbian: mowi, suga, dan tales, dan mungkin beberapa jenis singkong. Nasi campur singkong yang disebut cacah dan sayur-sayuran tampaknya telah menjadi makanan pokok bagi mereka yang tinggal di pertapaan.”
Dilansir dari suluhnusantarabakti.or.id, catatan menarik tentang cacah tersebut menyebutkan kalau singkong sebenarnya sudah dikenal sejak era Majapahit, khususnya era Raja Rajasanagara di mana Mpu Tantular hidup pada eranya.
Ia mungkin lebih dikenal karena singkong merupakan salah satu makanan untuk para pertapa. Apalagi tradisi pertapa jauh sudah ada sebelum era Majapahit.
Jika benar demikian, singkong bukanlah tanaman yang dibawa oleh Portugis, melainkan tanaman asli Indonesia. Pada masa Majapahit, singkong menjadi makanan para pertapa di mana penyajiannya dicampur dengan nasi.
Kemungkinan besar makanan itu digunakan sebagai salah satu cara menanggalkan kemewahan kehidupan duniawi.