Bukan cuma AU, saya perjuangkan TNI secara keseluruhan
Merdeka.com - Dua pekan lalu, jagad dunia maya dibuat geger. Mantan Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Purnawirawan Chappy Hakim tiba-tiba berbicara melalui akun Twitternya soal pergantian panglima. Dalam postingannya, Chappy yang juga pengamat penerbangan ini membuat pernyataan mengejutkan.
Ada tiga point dalam cuitan itu. Pertama soal pergantian pengaman Bandara Internasional Soekarno-Hatta dari Paskhas TNI AU menjadi Marinir TNI AL. Kedua soal Pangkalan Udara Halim yang kini dijadikan penerbangan komersil. Terakhir, rencana pergantian Panglima TNI pengganti Jenderal Moeldoko diisyaratkan bukan dari TNI Angkatan Udara.
Chappy menilai jika memang demikian, lebih baik TNI Angkatan Udara dibubarkan saja. Namun dia mengklarifikasi. Kepada merdeka.com, Chappy mengatakan, sebagai prajurit dia ingin memperjuangkan TNI secara keseluruhan, bukan hanya Angkatan Udara.
-
Bagaimana proses pemilihan Panglima TNI? 'Nama nanti akan disampaikan Ibu Ketua DPR ya. Calon tunggal sesuai amanah UU,' imbuhnya.
-
Mengapa Panglima TNI melakukan rotasi jabatan? “Dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi dan pembinaan karier serta mengoptimalkan pelaksanaan tugas-tugas TNI ke depan yang semakin kompleks dan dinamis,“ ujar Kabidpenum Puspen TNI Kolonel Sus Aidil dalam keterangannya, Minggu (27/8).
-
Siapa yang menjadi Panglima TNI? Saat Indonesia merdeka, Surono dan kawan-kawannya bergabung dengan Barisan Keamanan Raktay (BKR) di Banyumas. Di sinilah Surono selalu mendampingi Soedirman yang kelak menjadi Panglima TNI.
-
Apa tugas dari Panglima TNI? Dengan mempertimbangkan banyak aspek dan kepentingan nasional.
-
Apa yang dilakukan Letkol TNI saat bertemu dengan mantan Panglimanya? 'Siaap!' teriaknya sambil langsung berdiri dan memberi penghormatan sempurna ala militer.
-
Kenapa Ganjar melibatkan mantan Panglima TNI? Selain itu, Ketua Harian Partai Perindo TGB Muhammad Zainul Majdi juga mengisi posisi sebagai wakil ketua TPN Ganjar.
"Itu bukan hanya saya memperjuangkan Angkatan Udara. Saya memperjuangkan TNI secara keseluruhan," kata Chappy saat berbincang dengan merdeka.com di kantornya, Jalan Pejaten Barat Nomor 6, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu kemarin.
Mengenakan pakaian safari warna hitam, Chappy menjawab semua pertanyaan merdeka.com. Berikut penuturan Chappy Hakim kepada Arbi Sumandoyo, Muhammad Hasits Masrukin dan Juru Foto, Muhammad Lutfi Rahman:
Kemarin anda menulis pernyataan keras di Twitter agar TNI AU dibubarkan saja?
Kalau mau ngutip sih boleh-boleh aja, tapi jangan digunakan untuk mengadu domba, karena pernyataan seseorang itukan ada latar belakangnya. Tidak semata-mata begitu. Contoh misalnya, Menhub ingin menghentikan latihan di Bandara Adi Sucipto, itu sih kulit-kulitnya saja. Saya tidak yakin Jonan ngomong begitu. Cuma saya lagi ngomong begitu masuk berita begini. Saya bilang kalo begini sih idiot. Lalu diambil dan dibikin berita Chappy Hakim: Jonan Idiot. Ini kan kurang beretika, menggoreng-goreng begitu. Tidak mungkin saya nyerang Jonan begitu dan enggak mungkin dia membalas saya begitu. Saya juga kenal Jonan.
Hanya namanya Twitter, kecuali saya bikin statement itu berbeda. Kalo di Twitter itu kan hak pribadi, boleh diambil tapi tidak boleh digoreng-goreng. Ada sisi kepantasan. Ini intro saja, saya akan kasih sesuai dengan visi jurnalis dan background jurnalistik. Begini, saya dari kecil berada di lingkungan wartawan. Ayah saya wartawan. Saya tahu betul wartawan digunakan orang lain, tapi ada koridor etika. Di situlah kredibilitas seseorang. Jadi sebenarnya saya dapat space yang bagus juga bagi orang-orang yang tahu saya, alhamdulillah. Tapi bagi yang enggak ngerti saya kecewa. Itu merusak hubungan saya dengan orang lain.
Jadi, kalau saya nyerang-nyerang ini enggak adil, itu bukan hanya saya memperjuangkan angkatan udara. Saya memperjuangkan TNI secara keseluruhan. Dan itu beberapa teman-teman saya di angkatan darat juga mensuport saya. Saya puluhan tahun di TNI. Dan kalau saya bisa bicara di sisi lainnya, Joko Suyanto itu saya yang berusaha agar dia jadi Panglima TNI. Karena pada waktu itu saya bisa berbicara dengan Endriartono Sutarto, saya bisa bicara dengan SBY. Dan itu bukan masalah satu, dua hari tapi masalah puluhan tahun terakumulasi seperti itu, sampai saya dapat peluang untuk bisa seperti itu. Malahan saya ditawarkan, pada saat saya ditawarkan oleh Endriartono untuk jadi Panglima TNI saya tidak mau.
Kenapa tidak mau? Karena ada tiga prinsip pada waktu itu. Sebagai teman saja saya ngomong sama Pak Endriartono, karena dia mau memberikan kesempatan kepada saya dan dia mengundurkan diri karena usia.
Pak Endriartono satu angkatan dengan anda?
Oh sama. Lulusan 71. Yang kedua, saya memperjuangkan agar ada kesetaraan di angkatan, itu saya yang jadi. Bukan saya saja, banyak orang. Saya kan bikin statement di DPR. Sudah waktunya kita bergiliran. Bukan saya ingin hebat, saya ingin TNI yang hebat. Dan itu bisa ditangkap oleh perwira-perwira yang memiliki visi, pandangan yang sama dan tidak punya interest yang lain, itu bisa dengan mudah diterima. Dan pada waktu Endriartono menawarkan, saya enggak mau dan saya kasih alasan.
Artinya bisa berteori tetapi enggak pernah praktik?
Alasan lain lagi, mekanisme untuk pergantian seorang Panglima TNI itu tidak benar. Kalau keadaan darurat, perang misalnya, presiden ingin mengganti panglima dan dia mesti ke DPR dulu, hancur kita sudah. Jadi mekanisme itu yang sangat tidak benar. Walaupun saya tau sejarahnya untuk membatasi presiden sewenang-wenang. Tapi itu kan masa lalu. Itu sebagai intro.
Sekarang saya mau lihat Panglima TNI. Panglima TNI begini, saya tidak mau protes. Banyak orang protes, saya belum dapat giliran. Yang saya protes, adalah bahwa tolong angkatan perang ini dikelola dengan baik, sehingga pada setiap fase pergantian panglimanya tidak kelihatan seolah-olah rebutan. Kenapa harus seperti itu, TNI itu terdiri dari Darat, Laut dan Udara, jadi kalau kita bicara tentang Panglima TNI, Darat, Laut, Udara. Itu logika.
Tiap pergantian Panglima muncul di permukaan seperti rebutan dan itu tidak main-main, yang ngomong Seskab, Wapres, ada apa sebenarnya? Sementara di sisi lain prajurit-prajurit mendaftarkan diri jadi tentara, dia menyerahkan diri jiwa dan raganya, tiba-tiba setiap pergantian panglima dipertontonkan, bukan hanya prajurit lho, perwira, orang melihat seperti rebutan. Kita tidak usah bicara politis dulu lah. Rebutan itu sama sekali tidak mendidik. Tidak hanya mendidik bagi prajurit yang ingin perang menjaga kehormatan bangsa dan negara, dia juga tidak mendidik bagi semua orang. Masa jabatan rebutan sih.
Sekarang begini, itu (jabatan Panglima TNI) kan hak presiden. Saya tidak berbicara hak presiden, tapi saya berbicara bagaimana mengelola. TNI itu kan berati Angkatan Darat, Laut, dan Udara, terus apakah TNI itu hanya Darat, Laut, Darat, Laut saja. Kenapa? Tolong bisa dijawab sebenarnya. Sejak orang masuk menjadi tentara, jabatan itu selalu dilihat dari sisi tanggung jawab dan tugas yang dikerjakan atau sebaliknya, dia adalah tugas yang harus dikerjakan dan tugas menjalankan fungsi. Kelihatan dari situ. Kalau dilihat dari sini, siapa yang mau terus-terusan begini. Ronda deh, siapa yang mau terus-terusan ronda.
Jadi esensinya di situ. Jadi di situlah letak nilai-nilai keperwiraan, nilai-nilai ksatria, nilai-nilai yang dibutuhkan dalam konteks sebagai warga negara menjalankan tugas untuk mempertahankan kehormatan bangsa dan negara. Dia harus bersih, enggak bisa. Terus harus dicari yang hebat dan lebih bagus, tidak bisa. Setiap prajurit menata karirnya dengan puncak titik karir bintang 4, jadi saat sudah bintang 4 ditanya lagi kesiapannya, itu sudah sangat tidak logis dan masuk akal. Ditanya dia bisa atau tidak, dia hebat atau tidak, itu sama sekali tidak masuk akal. Karena pangkat dan jabatan dia sudah menjawab semua kenapa dia bisa sampai di situ. Kok dipertanyakan lagi. Lebih naif lagi dibanding-bandingkan, itu tidak kompatibel. Dia bukal apple to apple. Bagaimana kita bisa lihat yang darat lebih hebat, yang laut lebih hebat, tidak bisa. Itu betul-betul alasan sangat naif. Itu di satu sisi.
Disisi lain, apabila presiden sebagai pemimpin tertinggi komando angkatan perang, dia menentukan siapapun itu hak dia. Karena presiden dengan timnya mengatakan bahwa ini kita perlu komandan angkatan darat, itu hak dia. Itu namanya national policy, legal discruisition, itu namanya keputusan pimpinan, itu namanya national interest. Dia terpisah dari giliran atau tidak giliran. Jangan dilapisasi lagi ini tidak giliran lho, ketentuannya enggak begini-begitu lho, ini hak prerogatif presiden lho. Ini alasan-alasan yang sangat tidak mendidik. Betul enggak dipilih yang lebih hebat, jadi nanti orang adu hebat kan.
Ukuran hebatnya apa? Itu hak prerogatif presiden lho, terus mau apa ramai-ramai. Ini harus di-fit and propertest di DPR dong, ramai lagi. Ini orang apa politisi, sangat tidak mendidik. Bagaimana seseorang yang menjaga kehormatan bangsa dibesarkan dengan cara seperti ini. Itu yang selalu diangkat.
Lalu sejak kapan ada fit and proper test di DPR?
Reformasi. Itu produk dari reformasi. Antara lain pokjanya Salim Said. Semua menjaga pada bikin undang-undang agar presiden tidak punya hak untuk sewenang-wenang menunjuk seseorang. Itu dasar pemikiran saat membuat undang-undang.
Kalau menurut anda, haruskan seperti dulu Panglima TNI ditunjuk langsung oleh presiden?
Itu yang saya sampaikan tadi inti sarinya. Tapi kalau kita bicara lagi angkatan perang, itu panjang lagi. Saya lagi menulis buku yang ke-17, saya akan uraikan semua kenapa angkatan perang harus begini, begini, begini. Pengalaman saya puluhan tahun dan berbagai sumber yang saya dapat, itu akan saya tuangkan dalam satu buku, yang tadi saya katakan mengenai pertahanan keamanan. Karena ini berbahaya jika salah dalam mengelola ini.
Kalau kita berbicara angkatan perang, semua orang akan berbicara angkatan perang yang kuat. Tidak ada yang bicara begini, begini, begitu, tidak ada. Angkatan perang selalu mengatakan yang kuat. Kalau mempelajari sejarah dunia tidak ada angkatan perang yang kuat dari satu negara yang tidak dipimpin oleh orang yang punya ambisi dan punya visi. Misalnya, Hitler, Musolini, Lee Kwan Yew, Bung Karno, itu adalah pemimpin yang memiliki visi dan ambisi dan karakter, hight moral character, sehingga dengan high moral character, dengan visi dan ambisinya dia membangun angkatan perang kuat.
Saat Bung Karno berkuasa, rakyatnya antre minyak tanah dan beras. Saya alami ngantre beras, tapi pada waktu itu Indonesia mempunyai the most power full and forces, and is wild. Itu kita berbicara angkatan perang yang kuat, kenapa kita berbicara begitu, karena angkatan perang tidak bisa dibangun dari APBN. Kalau angkatan perang dibangun dari APBN, maka predikatnya itu, minimun esential forces, prajurit mau mati untuk negaranya. Belum berangkat sudah dibilang minimum. Jadi tipe dalam konteks spirit korps itu kurang menguntungkan. Dalam konteks pembinaan karakter kurang menguntungkan.
Itu boleh, klaim itu boleh di Kementerian Keuangan, bukan di Kementerian Pertahanan. Bagaimana kita dididik, disekolahkan tapi dilengkapi sebagai angkatan perang yang minumum.
Dan kondisi itu yang terjadi sekarang?
Oh iya karena APBN. Karena APBN. Selama tidak mempunyai visi dan ambisi dan moral karakter yang kuat dan tinggi untuk menjaga kehormatan bangsanya, tidak ada satu pun negara yang memiliki angkatan perang kuat. Cari di seluruh dunia. Tidak ada. Selama pemimpinnya tidak punya ambisi, tidak ada. Kenapa enggak bisa APBN, kan anggarannya dibahas di DPR, daripada beli F 16 mendingan beli krupuk bisa dibagiin. Analogi-analogi yang tidak logis karena APBN.
Itu yang pertama. Kedua, menurut Prof Tim Ashley, angkatan perang itu didesain oleh dua hal. Pertama didesain untuk ofensif konvensional, bukan dengan bom atom. Kedua adalah internal security teritorial defense. Dia inboard looking yang sama, out of looking yang sama. Apa bedanya? Begini bedanya, ofensif dan output. Dia lihat keluar bukan lihat ke dalam. Contoh Singapura. Singapura itu tidak punya laut dalam, mana laut dalam Singapura, tidak ada. Di batas teritorial keluar masih cetek, tapi dia punya enam kapal selam. Dalam tanda petik, karena ini masih gosip yang menyebar, dua diantaranya nuklir power. Itu namanya ofensif. Sekarang bagaimana yang internal security teritorial defense, yang ini ward looking, itu kita. Puluhan tahun kita latihan tentara, itu selalu musuh sudah ada di dalam. Puluhan tahun, mungkin sampai saat ini.
Kalau bagaimana seharusnya pertahanan kita?
Saya sudah bilang. Apa sih internal security teritorial defense, susah neranginnya kalau pakai definisi yang agak ribet. Yang sederhana begini, kalau dia internal security dan teritorial defense maka struktur organisasi tentaranya sejajar dengan struktur organisasi pemerintahan lain. Ini adalah pertahanan yang paling solid untuk perang gerilya. Peran non-teknologi namanya. Sudah tidak ada lagi yang mendesain teritorial defense, kenapa? Karena ancaman dari luar yang bisa masuk, itu latar belakang visi bagaimana mengorganisir dan memanage unforces. Baru kita berbicara sekarang, prajurit itu harusnya menjadi komandan. Panglima bukan kepala staf, kepala staf itu admin.
Ini juga teritorial defense internal security, karena yang dibutuhkan seperti itu. Tentara dulu kan partai, jadi panglima harus dia terus-terusan dan yang lain itu kepala staf aja, yang lain bisa dikendalikan oleh panglima. Dulu Panglima ABRI, bayangin di seluruh dunia pun tidak ada seorang panglima memegang kekuasaan pengendalian senjata di seluruh negara ini, tidak ada. Amerika tidak begitu, Amerika yang megang presiden. Tentaranya bagaimana? Tentaranya wilayah, Panglima Pasifik, Panglima Eropa, Panglima Utara, Amerika di Afganistan, dia orientasinya wilayah tentu command and controlnya negara, dalam hal ini presiden. Jadi sebenarnya sudah waktunya Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Udara dia panglima.
Terus bagaimana, tidak perlu lagi Mabes TNI. Mabes TNI dulu digunakan sebagai alat politik. Di situ ada Kasospol, segala macam yang mengontrol. Dia kan negara dalam negara, Mabes TNI dulu. Ketua partai saja nyarinya Kasospol. Sekarang sudah tidak ada lagi, buat apa itu. Sekarang kerjaan-kerjaan besar di markas angkatan dikerjain lagi di markas besar TNI. Anggaran jadi boros. Jadi setiap pergantian panglima jadi rebutan, jadi norak. Lalu bagaimana panglima-panglima ini, panglima di bawah kepala staf gabungan, yaitu adminnya menteri pertahanan. Begitu ada ancaman, kepala staf ini dari darat, laut, udara yang kemudian menentukan sesuai dengan medan laganya. Jadi enggak ada rebutan lagi ingin jadi panglima. Sekarang ini anak-anak tidak ada yang mau lagi masuk angkatan udara, ngapain gue jadi kambing congek.
(mdk/mtf)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mutasi tersebut tertuang dalam keputusan Panglima TNI Nomor Kep/851/VII/2024 dan hasil sidang Wanjakti Tahun Anggaran (TA) 2024 pada 18 Juli 2024.
Baca SelengkapnyaMutasi ini berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1264/X/2024 tanggal 18 Oktober 2024.
Baca SelengkapnyaTotal ada 130 perwira tinggi (Pati) yang mendapatkan jabatan strategis.
Baca SelengkapnyaMutasi terdiri atas 68 perwira tinggi TNI Angkatan Darat, 39 perwira tinggi TNI Angkatan Laut, dan 23 perwira tinggi TNI Angkatan Udara.
Baca SelengkapnyaPanglima TNI menyebut rotasi dan mutasi dalam rangka penyegaran di lingkungan TNI.
Baca SelengkapnyaMutasi dan promosi jabatan ini tertuang dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1470/XII/2023
Baca SelengkapnyaPanglima TNI juga mengganti Kapuspen TNI dan Kadispenad.
Baca SelengkapnyaRotasi dan mutasi itu berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1332/X/2024 tanggal 31 Oktober 2024
Baca SelengkapnyaTotal ada 256 Pati di lingkungan Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU).
Baca SelengkapnyaKabidpenum Puspen TNI, Letkol Laut (KH) Bazisokhi Gea mengatakan, rotasi jabatan ini dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi.
Baca SelengkapnyaRancangan Peraturan Pemerintah yang membahas manajemen aparatur sipil negara (ASN) mendekati hasil akhir di Kemenpan-RB
Baca SelengkapnyaAgus menilai dwifungsi ataupun multifungsi ABRI/TNI dilakukan demi kebaikan bangsa dan negara.
Baca Selengkapnya