Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dilema Jokowi, pilih elit atau berpihak rakyat

Dilema Jokowi, pilih elit atau berpihak rakyat Presiden Jokowi konpers kisruh KPK-Polri. ©Setpres RI/Cahyo

Merdeka.com - Sudah lebih dari dua pekan dunia politik nasional gonjang-ganjing. Serangkaian peristiwa membuat rakyat marah dan elit saling tekan. Tidak jelas benar, sampai kapan dan bagaimana gonjang-ganjing ini akan berakhir.

Proses politik ini benar-benar menguji kepemimpinan Presiden Jokowi. Jika cepat tuntas dan memuaskan rakyat, ia akan terlihat sebagai pemimpin hebat; tetapi jika terus berlarut, itu akan membenarkan tuduhan lawan politiknya: dia pemimpin boneka.

Bermula dari surat Presiden ke DPR, yang mengajukan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai calon Kapolri, Jumat (9/1). Usulan Jokowi itu menuai protes banyak pihak karena BG tersangkut daftar rekening gendut.

KPK lalu menetapkan BG sebagai tersangka, Selasa (13/1). Meski demikian, Rabu (14/1), Komisi III DPR tetap melakukan fit and proper test kepada BG. Besoknya, Kamis (15/1), rapat paripurna DPR menetapkan BG sebagai calon Kapolri, tapi Jumat (16/1) Presiden Jokowi menyatakan, menunda pelantikan BG.

Selanjutnya Presiden mengangkat Wakil Kapolri Komjen Badrodin Haiti sebagai Plt Kapolri. Sejurus kemudian Badrodin memecat Kabareskim Komjen Suhardi Alius dan menggantikannya dengan Irjen Budi Waseso, yang dikenal sebagai kawan dekat BG.

Sampai sejauh itu pertarungan politik masih di tingkat elit. Kaum tua yang diwakili Jusuf Kalla, Megawati, dan Surya Paloh (KMP baru) menekan Jokowi untuk mengangkat BG. Sebaliknya, kaum muda pendukung Jokowi, mendesak agar Jokowi tidak melantik orang yang terindikasi korupsi.

Masalah menjadi meluas dan melibatkan publik secara intesif ketika Rabu (20/1) pagi Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) ditangkap Bareskim, dengan tuduhan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu. Rakyat pun marah. Apalagi adegan penangkapan BW terekam bagaikan penangkapan teroris atau gembong narkoba.

Para aktivis anti korupsi bergerak membela BW dan melindungi KPK. Apalagi kampanye menyerang KPK sudah dilakukan sebelumnya, Selasa (21/1), ketika Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menuduh Ketua KPK Abraham Samad main politik dalam pemilu presiden.

Gerakan para aktivis anti korupsi ini mendapatkan dukungan publik di mana-mana. Mereka melancarkan protes dan mengecam Jokowi karena membiarkan saja kesewenangan menimpa BW dan KPK. Dua kali pidato Jokowi tidak menunjukkan adanya penyelesaian, justru semakin membuat ketidakpastian.

Jokowi dalam posisi terjepit. Membatalkan pelantikan BG sama artinya menghadapi semua kekuatan politik DPR. Sebab, tidak hanya Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang didalangi Mega dan Surya Paloh yang setuju BG diangkat, tetapi juga Koaliasi Merah Putih (KMP) yang dipimpin Aburizal Bakrie, Prabowo, dan Anies Matta. Namun kalau Jokowi nekat melantik BG, maka dia akan ditinggalkan rakyat yang mendukungnya.

Situasi menggantung ini tidak boleh terus berlama-lama. Selain menimbulkan keresahan publik juga membuat keraguan para pelaku ekonomi. Di sini, KPK bisa lumpuh karena kriminalisasi yang dilakukan Bareskrim terhadap pimpinannya. Sebaliknya, Polri juga terancam berantakan karena intrik-intrik antarperwira tinggi dalam berebut posisi.

Jokowi memang sudah menyatakan agar Polri dan KPK tidak ada gesekan, tidak ada kriminalisasi. Jokowi juga minta agar masing-masing pihak menghormati proses hukum. Tetapi Jokowi tidak sadar dengan seruan menghormati proses hukum semata, sebetulnya Jokowi telah memenangkan BG dan Polri dibandingkan BW dan KPK.

Pertama, undang-undang kepolisian tidak mengharuskan BG berhenti atau mundur jadi calon Kapolri meski menyandang status tersangka; sebaliknya undang-undang KPK mengharuskan BW mundur karena berstatus tersangka.

Kedua, Polri bisa menjadikan tersangka pimpinan dan pejabat KPK secara cepat dan bisa langsung membatalkannya; sedangkan KPK tidak bisa melakukan langkah seperti itu. Ketiga, Polri memiliki jenderal tidak sedikit untuk mengendalikan institusi jika ada pimpinan yang terejerat hukum, sedang KPK jumlah pimpinan tinggal tiga, sehingga jika mereka dikriminilasi, KPK bisa lumpuh.

Kelumpuhan KPK inilah yang dikehendaki banyak politisi. Sebab inilah satu-satunya lembaga yang bisa menahan mereka untuk tidak melakukan korupsi sesuka hati. Kolaborasi Polri dan DPR dalam melumpuhkan KPK tampak ketika mereka mengecam sikap KPK dalam menetapkan BG sebagai tersangka, namun diam seribu bahasa ketika Bareskim menetapakan BW sebagai tersangka.

Kini kembali kepada Jokowi: mau terus membiarkan polisi dan politisi melakukan korupsi, atau mencegahnya. Sebuah pilihan sulit, sebab dia bisa ditinggalkan Megawati dan PDIP sekaligus dihabisi oleh partai-partai lain. Atau, Jokowi tetap berdiri kokoh di hadapan pendukung sejatinya: rakyat. (mdk/war)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jokowi Jawab Tudingan Bangun Dinasti Politik Usai Gibran Jadi Cawapres Prabowo
Jokowi Jawab Tudingan Bangun Dinasti Politik Usai Gibran Jadi Cawapres Prabowo

Jokowi mempersilakan masyarakat untuk menilai terhadapnya.

Baca Selengkapnya
Analisis Pakar soal Efek Buruk Secara Politik atas Ucapan Jokowi Presiden Boleh Kampanye dan Memihak
Analisis Pakar soal Efek Buruk Secara Politik atas Ucapan Jokowi Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyoroti penyataan Jokowi soal Presiden boleh kampanye dan memihak.

Baca Selengkapnya
Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye dan Memihak, Timnas AMIN: Secara Etik Sebaiknya Tidak Terlibat
Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye dan Memihak, Timnas AMIN: Secara Etik Sebaiknya Tidak Terlibat

Timnas AMIN menanggapi pernyataan Jokowi bahwa presiden bisa kampanye dan memihak.

Baca Selengkapnya
Timnas AMIN Tolak Penjelasan Jokowi soal Presiden Boleh Kampanye
Timnas AMIN Tolak Penjelasan Jokowi soal Presiden Boleh Kampanye

Padahal Jokowi sudah menggunakan kerta besar mengenai Undang-Undang Pemilu.

Baca Selengkapnya
PSI: Dukungan Jokowi ke Capres dan Parpol Bukan Dosa, Hal Lazim di Dunia Politik
PSI: Dukungan Jokowi ke Capres dan Parpol Bukan Dosa, Hal Lazim di Dunia Politik

"Tidak masalah, tidak berdosa memberikan dukungan politik," kata Sekjen PSI

Baca Selengkapnya
Paslon Kantongi Elektabilitas Tinggi Potensi Kalah di Pilkada Jakarta, Begini Analisisnya
Paslon Kantongi Elektabilitas Tinggi Potensi Kalah di Pilkada Jakarta, Begini Analisisnya

Ridwan Kamil-Suswono yang diusung koalisi gemuk, kemudian Pramono Anung dan Rano Karno calon dari PDIP.

Baca Selengkapnya
Romo Magnis di Sidang Sengketa Pilpres: Presiden Seperti Bos Mafia Jika Pakai Kekuasaan untuk Untungkan Pihak Tertentu
Romo Magnis di Sidang Sengketa Pilpres: Presiden Seperti Bos Mafia Jika Pakai Kekuasaan untuk Untungkan Pihak Tertentu

Romo Magnis mengingatkan, bahwa Presiden adalah penguasa atas seluruh masyarakat. Karena itu, hal yang harus dituntut kepadanya adalah etika.

Baca Selengkapnya
Pesan Jokowi Kepada Relawan: Jangan Pilih Pemimpin Enak-enakan Duduk di Istana
Pesan Jokowi Kepada Relawan: Jangan Pilih Pemimpin Enak-enakan Duduk di Istana

Jokowi mengingatkan para relawan untuk tidak memilih pemimpin yang hanya ingin menikmati kenyamanan dan fasilitas negara.

Baca Selengkapnya
Ekspresi Prabowo saat Jokowi Sebut Presiden Boleh Ikut Kampanye dan Memihak
Ekspresi Prabowo saat Jokowi Sebut Presiden Boleh Ikut Kampanye dan Memihak

Ekspresi calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto terlihat mengangguk beberapa kali ketika Presiden Jokowi menyatakan Presiden boleh memihak

Baca Selengkapnya
Anies Baswedan Respons 'Lirikan' PDIP di Pilkada Jakarta
Anies Baswedan Respons 'Lirikan' PDIP di Pilkada Jakarta

Anies menjawab, bahwa saat ini partai politik tengah memutuskan diantara dua pilihan.

Baca Selengkapnya