Kami mengedepankan pelayanan penumpang
Merdeka.com - Pesawat Fokker 100 berlogo bendera Timor Leste itu mendarat mulus di landasan Bandara Internasional Presidente Nicolau Lobato, Dili, Rabu pekan lalu. Sang pendiri perusahaan, Sardjono Jhony Tjitrokusumo nyaris menitikkan air mata. Bola matanya tak henti-henti melongok keluar landasan melalui jendela. Dia terkagum-kagum melihat reaksi warga Timor Leste menyambut kedatangan burung besi dengan logo bendera negara mereka di buntut pesawat.
Warga Timor Leste memiliki nasionalis tinggi, kata Sardjono Jhony Tjitrokusumo. "Ini adalah hadiah untuk warga Timor Leste," ujarnya sambil menyeka air mata sebentar lagi akan jatuh.
Djony, begitu Sardjono Jhony Tjitrokusumo dikenal memang bukan orang baru dalam dunia penerbangan Indonesia. Karirnya sudah malang melintang sebagai pilot pesawat terbang. Terakhir, mantan Pilot Etihad ini singgah di kursi direktur utama PT Merpati Nusantara Airlines. Tiga tahun lalu dia pun menjajaki bisnis untuk membuat perusahaan penerbangan kelak ia namakan Leste Aviation Lda. Tahun ini adalah puncak mimpinya terwujud.
-
Siapa yang terbang ke Jakarta? 'Puji Tuhan, Selasa malam rapat pleno KPU Papua Pegunungan selesai dilaksanakan walaupun banyak yang mengajukan keberatan dan kami bersama komisioner KPU Papua berangkat dan setibanya di Jakarta akan langsung mengikuti rapat pleno di KPU RI,' kata Theodorus Kossay.
-
Apa konsep Bandara Banyuwangi? Bandara Banyuwangi menjadi bandara pertama di Indonesia yang berkonsep ramah lingkungan.
-
Kenapa Jagoan Banyuwangi dijadiin Pilot Project? 'Kami akan berkolaborasi dan juga melihat secara langsung bagaimana pengembangan dan pembinaan UMKM Banyuwangi yang terkait dengan Jagoan Banyuwangi.''Program ini sudah sering kami dengar dan bahkan sudah direplikasi oleh daerah lain, karena itu kami ingin agar pengembangannya bukan hanya berbasis lokal, tapi juga nasional bahkan internasional,' kata Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) Kemenkeu, Adi Budiarso saat bertemu Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani di Banyuwangi, Senin (22/4).
-
Bagaimana Lion Air berkembang? “Kemampuan beradaptasi Rusdi telah membantunya dengan baik dalam bisnis penerbangan yang bergejolak,“ tulis Forbes.com dikutip di Jakarta, Jumat (18/8). Perjalanan karier Rusdi Kirana dan saudaranya Kusnan merintis bisnis penerbangan Lion Air dimulai pada tahun 1999 silam. Saat itu, keduanya hanya memiliki modal sebesar USD900.000. Namun, dalam waktu relatif singkat Lion Air mampu menjadi maskapai penerbangan terbesar di Indonesia.
-
Siapa arsitek Bandara Banyuwangi? Berdirinya Bandara Banyuwangi berkat peran besar sang arsitek, Andra Matin.
-
Dimana Jetour Dashing pertama kali diluncurkan? Mobil ini pertama kali diluncurkan di China pada tahun 2022 dan menggunakan sasis yang disebut Kunlun.
Mimpi Djony mendirikan perusahaan penerbangan memang tak muluk-muluk. Tujuannya hanya satu, sebagai orang Indonesia dia ingin memberikan sumbangsih memajukan industri penerbangan Timor Leste. Apalagi harga tiket buat menuju negara matahari terbit itu lumayan mahal. "Dan ini adalah entry point dari keseluruhan pembangunan industri aviasi," ujarnya saat berbincang dengan merdeka.com di langit menuju Bandara I Gusti Ngurahrai, Bali.
Berikut petikan wawancara lengkap Sardjono Jhony Tjitrokusumo dibalik mimpinya mendirikan Leste Aviation Lda kepada Arbi Sumandoyo dari merdeka.com.
Apa alasan mendasar Anda ikut aktif dalam memajukan industri penerbangan di Timor Leste?
Sebenarnya sih begini, kan bohong lah kalau bilang tidak ada bisnisnya. Pertama kita melihat opportunity aja. Waktu itu belum ada, pasar Dili kan ditinggal bangkrut oleh Batavia. Ditinggal berhenti oleh Merpati. Nah rute itu tidak ada yang melayani. Sampai kemudian Sriwijaya melayani rute itu single handed, hanya dilayani sendiri saja. Ketika itu harga tiket masih USD 300 sampai USD 320 untuk 1 jam 50 menit. Ada rasa 'wah ini kesempatan yang baik', tetapi ada juga rasa 'Gila juga ya sampai USD 320 untuk 1 jam 50 menit'. Nah datang lah kita ke Timor Leste pada tahun 2013 itu, bukan soal penerbangannya tetapi soal konsep pembangunan industri aviasi di Timor Leste.
Nah pembangunan industri aviasi itu sendiri mencakup semua hal. Ada lima pilar utama yang menurut kita itu seharusnya bisa dikembangkan di Timor Leste. Timor Leste negara yang ramah investasi dan juga lahan serta pembangunannya sedang bergiat begitu ya, sehingga saya lihat ini cocok. Jadi yang pertama, ternyata Timor Leste belum memiliki badan regulasi sendiri atau regulator. Karena belum punya, dia tidak bisa mengeluarkan regulasi. Karena tidak bisa mengeluarkan regulasi, maka dia tidak bisa melakukan sertifikasi, validasi maupun hal-hal yang sifat Authority lainnya. Sehingga belum ada maskapai di Timor Leste. Belum ada perusahaan penerbangan. Nah ini yang terpenting adalah penguatan dari Civil Aviation Division mereka atau Civil Authority mereka.
Waktu itu saya sarankan, saya sampaikan kepada menteri perhubungan waktu itu, Pak Fedro Lai. Saya bilang sebaiknya ketika mendirikan Civil Aviation atau Civil Authority tidak berkiblat pada FFA(Federal Aviation Administration), maupun pada CAA (Civil Aviation Authority). Karena Timor Leste adalah anggota PBB yang meratifikasi aturan-aturan di organisasi ICAO (International Civil Aviation Organization), saya menyarankan berkiblatnya pada ICAO. Kalau kiblatnya pada ICAO, maka Civil Authority Indonesia yang juga berkiblat pada ICAO, bisa turun tangan membantu. Baik itu transfer pengetahuan maupun teknologi. Itu intinya untuk penguatan Civil Aviation.
Pilar kedua adalah penataan kebandaraan internasional Timor Leste. Timor Leste punya delapan atau sembilan airport yang terdaftar dan memiliki kode airport di ICAO. Tetapi yang punya Air strip hanya empat, yaitu Suai, Dili sendiri yaitu Presidente Nicolau Lobato, Oecusse dan Baucau. Yang tiga itu tidak bisa dipakai, yang bisa dipakai cuma Nicolau Lobato. Intinya tata bandaranya perlu ditata.
Jadi pilar ke empat yang kita dorong dibangun oleh pemerintah Timor Leste adalah national facility. Kita tahu di daerah Indonesia saja kekurangan. Fasilitas untuk perawatan pesawat. Jadi Timor Leste dengan lahannya, dengan keterbukaannya itu bisa mengundang keterbukaan investor untuk membangun fasilitas nasional di situ. Mengundang dan menciptakan lapangan pekerjaan baru walaupun kecil-kecil untuk katakan 50 atau 100 orang dari Timor Leste. Kan itu. Itu sudah lumayan.
Kemudian yang terakhir adalah peningkatan SDM dan training-training yang benar. Perlu didirikan aviation training center atau tempat pelatihan penerbangan di Timor Leste yang tidak saja mengakomodir kebutuhan SDM di Timor Leste, tetapi juga bisa menjadi tempat pelatihan bagi banyak sekali calon-calon penerbang, calon-calon teknisi di Indonesia yang tidak tertampung oleh kapasitas pendidikan di Indonesia. Nah lima pilar ini lah yang kita tawarkan dan kita sampaikan kepada Pemerintah Timor Leste.
Leste Aviation dikarenakan tidak ada regulasi tadi, kan tetap harus hadir. Tetap harus eksis dulu. Bagaimana caranya dan kenapa?. Karena ini adalah entry point yang disebabkan oleh harga tiket yang tinggi, yang tadi dilayani oleh satu operator dan ini adalah entry point dari keseluruhan pembangunan industri aviasi. Jadi begitu, tujuan Leste Aviation didirikan bukan sebagai maskapai karena perangkat regulasinya belum ada.
Artinya, bisa dikatakan Leste Aviation adalah motor penggerak termasuk juga mendirikan fasilitas penerbangan untuk Timor Leste?
Harapan kita, kita dianggap itu. Harapan kita, kita menjadi penggerak.
Pesawat Fokker 100 Leste Aviation ©2016 Merdeka.com
Bagaimana Anda melihat potensi bisnis penerbangan di Timor Leste?
Yang pertama dari sisi bisnis dulu deh, kita tahu kalau kita tidak berinvestasi kita enggak dapat hasil apa-apa. Saya mencoba melihat, mengintip, kira-kira apa ya kalau misalkan saya melayani rute ini apa ya yang akan membedakan saya dengan maskapai lain. Apa ya kira-kira yang menyebabkan orang Timor Leste maupun orang-orang yang mau ke Timor Leste itu mau memilih naik dari pelayanan kita.
Nah saya cuma melihatnya dari layanan. Layanan yang berbeda. Pelayanan yang lebih memperlakukan penumpang seperti penumpang pada umumnya. Bukan sebagai komoditas saja yang diangkut ke sana, diangkut ke sini kemudian kita dapat USD dan lain sebagainya. Nah itu yang akan kita lakukan. Nah kalau kita lakukan itu, modalnya bagaimana yah? saya pikir kalau modal dan biaya pasti seperti bahan bakar, perawatan pesawat dan gaji pilot, itu saya rasa standar lah ya.
Tetapi ada hal-hal lain yang bisa saya kontrol sendiri pengeluarannya. Misalkan, pengeluaran untuk catering, kemudian pengeluaran untuk pembayaran gaji pramugari dan lain sebagainya. Kalau ini bisa saya kontrol dan saya bisa kelola dengan benar, maka urusan keuntungan dari margin yang akan saya ambil nanti ditentukan oleh jenis pelayanan yang saya berikan. Saya tidak percaya semua orang mau beli tiket USD 90, hanya karena untuk dapatkan air mineral, misalnya. Kita percaya kok, orang mau mengeluarkan uang lebih asal dilayani dengan benar dan baik. Itu yang kita lihat bagaimana kita bisa dapat uangnya dari situ.
Tetapi dari sisi bisnis penerbangan Timor Leste, secara geografis memang dia ada tantangan tersendiri dari sisi geografis. Timor Leste saat ini bukan Bali, Timor Leste saat ini bukan Singapura, jadi kalau saya berpikir tidak bermimpi Timor Leste jadi negara seperti Singapura. Artinya negara transit, negara service. Tetapi saya melihat Timor Leste bisa menjadi dua, yang pertama bisa jadi negara tujuan karena alamnya memang indah, kemudian yang kedua adalah bisa menjadi negara produsen. Kenapa?, karena mereka punya lahan dan punya keramahan investasi yang luar biasa. Nah itu sebabnya kita kemarin membawa investor-investor dari China itu untuk membangun Timor Leste. Tujuannya itu, bagi China Timor Leste ada di tengah-tengah pasar mereka. Jadi menarik sekali untuk membawa pabrik baja, membawa pabrik pupuk, membawa segalanya ke Timor Leste.
Nah tinggal bagaimana iklim investasi yang ramah ini dan investasi yang begitu menggebu-gebu dan besar ini bisa di kawinkan. Harus ada take and give, Timor Leste memberikan kemudahan dan kemudian memberikan kemudahan untuk berinvestasi. Oh kita diperbolehkan berinvestasi, oh kita diperbolehkan membangun pabrik. Maka ayo, kita bangun pabrik dengan sistem BOT (Build operate Transfer), artinya dalam jangka waktu tertentu pabrik-pabrik itu akan menjadi milik Timor Leste. Menjadi milik Timor Leste, artinya Timor Leste ke depan akan memiliki BUMN.
Nah yang kedua, tentunya adalah apa nih yang bisa diberikan bagi rakyat Timor Leste secara keseluruhan. Kita tahu kemarin melalui surat yang dikirim itu, oh minatnya swasta dari China itu begitu menggebu-gebu sehingga mereka berani untuk membuat project di setiap yang mereka sepakati dengan pemerintah Timor Leste, minimum akan dibangun 100 rumah batu untuk penduduk. Artinya 100 rumah, artinya ini kan program yang sangan elegan, cantik dan gagah, tidak seperti masuk ke sebuah negara seperti ingin melakukan invasi dan lain sebagainya. Ini yang saya lihat ekonominya.
Untuk penerbangannya sendiri, kita tidak pernah bermimpi untuk national careers Timor Leste punya lebih dari lima pesawat. Yah paling banyak punya 5 jenis Airbush tipe 320. Pesawat-pesawat dengan kapasitas 100-150 tempat duduk untuk menghubungkan Dili, ibu kota Timor Leste dengan ibu kota-ibu kota negara tetangga. Saya sih melihatnya, begitu saja. Mungkin kita punya pesawat dengan kapasitas 20 penumpang untuk melayani rute domestik, seperti melayani perintis dan lain sebagainya.
Sardjono Jhony Tjitrokusumo pendiri Leste Aviation ©2016 Merdeka.com
Artinya kalau seperti ini Leste Aviation memiliki peluang bisnis yang besar?
Betul..Betul..Betul.
Bagaimana dengan penggunaan logo bendera Timor Leste, apakah ada kemungkinan akan menjadi BUMN Timor Leste?
Saya yang pertama kali mungkin sebelum jadi BUMN Leste Aviation harus jadi maskapai dulu. Jadi saat ini, perusahaan kita adalah perusahaan yang paling dekat untuk menjadi maskapai. Kita sudah punya pesawat yang sudah di cat, kita sudah punya crew sendiri yang dititipkan di PT Transwisata Prima Aviation, kita sudah punya kemampuan financial dan lain sebagainya. Jadi sehingga ketika regulasi tentang pendirian maskapai ini sudah dimiliki, kita tinggal memenuhi persyaratan financial yang dibutuhkan pemerintah Timor Leste, kita jadi maskapai.
Setelah jadi maskapai, nanti ada kemungkinan baru membuat Leste Aviation menjadi bagian dari aset negara Timor Leste. Mungkin nanti bisa jadi BUMN-nya, atau jadi perusahaan negara atau pemerintah memiliki saham. Saya dengan senang hati melepas saham saya di Leste Aviation kalau pemerintah Timor Leste menginginkannya. Karena begitu pemerintah mengambil alih Leste Aviation dan menjadi sebagai national flag carrier-nya, tidak ada arah lain selain Leste Aviation jadi lebih kuat. Buat saya, merintis sesuatu di sebuah negara yang sedang berkembang itu namanya, itu jauh lebih dari cukup karena itu sangat membanggakan. Saya rasa itu. (mdk/arb)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Erick menyebut hal ini bentuk adaptif BUMN dalam menghadapi perubahan zaman.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, landasan pacu Nusantara Airport sudah mulus. Pembangunan bandara in ditargetkan selesai Desember tahun ini.
Baca SelengkapnyaJokowi mengaku tak ada evaluasi maupun koreksi terkait Bandara IKN.
Baca SelengkapnyaPenetapan Bandar Udara Internasional dapat memperkuat sektor penerbangan nasional.
Baca SelengkapnyaDi tahun 2023 hingga bulan Agustus, Bandara Ngurah Rai telah melayani sebanyak 13.910.685 penumpang.
Baca SelengkapnyaLangkah ini juga bertujuan untuk meningkatkan efisiensi sehingga arah bisnis kedirgantaraan pelat merah lebih fokus, terarah, dan terukur.
Baca SelengkapnyaStasiun Purwokerto yang memiliki wajah baru sejak awal tahun 2024. Dengan tujuan memberikan pelayanan yang unggul, memberikan nilai tambah.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi yakin Kertajati jadi bandara masa depan.
Baca SelengkapnyaBandara ini menjadi bandara alternatif bagi yang ingin menuju ke Kediri tanpa harus melalui bandara Juanda.
Baca SelengkapnyaKalibrasi dilakukan dengan pesawat King Air 350 selama 2 hari.
Baca SelengkapnyaUntuk tahap awal, lapangan udara tersebut masih bersifat VVIP sebagai tempat pendaratan pesawat presiden dan untuk kepentingan IKN.
Baca SelengkapnyaJika diubah menjadi bandara komersial maka akan bermanfaat bagi masyarakat sekitar, misalnya bisa gunakan untuk penerbangan haji hingga umrah.
Baca Selengkapnya