Kunci Merebut Hati Pemilih Pemula di 2024
Merdeka.com - Saban berangkat menuju kampusnya di kawasan Meruya, Jakarta Barat, mata Fadhel tertuju pada alat peraga kampanye. Baliho, spanduk, dan poster bakal calon anggota legislatif berjejalan menghiasi ruang publik. Wajah dan nama mereka terpampang jelas. Isinya memohon dukungan dipilih menjadi anggota DPR.
Fadhel (21), mahasiswa Universitas Mercu Buana, Jakarta hanya melihat sekilas. Tak banyak yang dia ingat kecuali warna latar poster. Biru, merah, hijau dan kuning mendominasi.
"Ya gitu, cuma nama, wajah, sama partai mereka. Isinya mohon doa restu," ujarnya kepada merdeka.com.
-
Apa yang Gen Z cari di media sosial? Menurut Aulia, itulah yang mereka cari secara umum dari bersosial media.
-
Bagaimana pengaruh media sosial terhadap Gen Z? Tumbuh dengan media sosial, Generasi Z mengkurasi diri mereka di dunia maya dengan lebih hati-hati dibandingkan generasi sebelumnya, dan mereka cenderung beralih ke tren anonimitas, mengatur feed sosial media secara lebih personal, dan memiliki kehadiran secara online (online presence) yang lebih kecil, meskipun generasi ini sangat rakus mengonsumsi media online.
-
Platform media sosial apa yang disukai Gen Z? Salah satu temuan dari laporan Invinyx dan Jakpat menunjukkan bahwa platform Instagram tetap menjadi media sosial paling populer di kalangan Gen Z selama 2023.
-
Bagaimana poster pemilu menarik minat pemilih? Keindahan visual ini bertujuan untuk menangkap perhatian pemilih dan membuat pesan kampanye lebih mengesankan.
-
Bagaimana sosialisasi Pemilu 2024 dilakukan? 'Kami membuat kertas brosur yang berisi imbauan agar tidak mudah terprovokasi, dan juga tidak menyebarkan berita hoaks.' 'Termasuk kebencian sehingga dapat terwujudnya pemilu yang aman dan damai 2024,' katanya.
-
Apa pesan sosialisasi Pemilu 2024? 'Kami membuat kertas brosur yang berisi imbauan agar tidak mudah terprovokasi, dan juga tidak menyebarkan berita hoaks.' 'Termasuk kebencian sehingga dapat terwujudnya pemilu yang aman dan damai 2024,' katanya.
Menurut Fadhel yang akan menggunakan hak pilihnya untuk pertama kali pada Pemilu 2024, cara kampanye dengan spanduk atau baliho seharusnya sudah tidak dipakai lagi. Para bakal caleg diminta mengangkat isu-isu yang akan mereka perjuangkan.
Sayangnya, hal itu tidak dia temukan. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, Fadhel kini harap-harap cemas memikirkan peluang kerjanya setelah lulus kuliah.
"Kalau mahasiswa kayak saya harus memikirkan ke depannya. Mau kerja di mana, bikin usaha apa. Kalau ada pemimpin yang menjamin dan mengarahkan dua hal itu bisa jadi pertimbangan saya," ujarnya.
Pendapat yang sama dilontarkan Julian (20). Lulusan SMA di Jakarta Selatan yang kini menganggur itu lebih tertarik mengetahui visi dan misi para bakal caleg ketimbang melihat spanduk mereka yang bertebaran.
Julian ingin para calon wakil rakyat memperjuangkan lapangan pekerjaan untuk generasi muda. Dia merasakan sulitnya akses bagi lulusan SMA untuk bekerja.
"Generasi muda masih perlu dorongan pemerintah agar bisa menuangkan kreativitas dan inovasi," tukasnya.
Baik Fadhel dan Julian sepakat, model kampanye poster dan baliho sudah ketinggalan zaman untuk para pemilih dari kalangan generasi Z. Keduanya menyebut aplikasi TikTok dan media sosial seperti Instagram dan Facebook hingga YouTube lebih cocok dan tepat sasaran.
Fadhel mengaku dalam sehari bisa menghabiskan waktu berjam-jam mengakses media sosial. "Jadi kalau ada pesan politik untuk gen z, mungkin lebih baik pakai TikTok, karena di lingkungan saya rata-rata gen z tiap hari pasti buka TikTok," ujarnya.
Demikian juga soal tagline atau jargon kampanye, Fadhel mengaku tidak suka dengan kata-kata yang bombastis, muluk-muluk. Dia lebih suka iklan politik atau kampanye yang realistis, sesuai kondisi di masyarakat.
"Enggak usah bertele-tele, pakai kata-kata akademis tapi pesannya enggak sampai ke kita-kita," imbuhnya.
Salah satu usul Fadhel agar parpol dilirik pemilih pemula adalah, lebih banyak mengusung caleg berusia muda. Dengan begitu, persepsi gen z terhadap parpol berubah. Demikian juga penggunaan platform yang dipakai anak muda. Pendekatan yang dilakukan akan lebih dirasakan.
Saran lain adalah penggunaan influencer atau pemengaruh untuk menyampaikan pesan politik. "Mereka punya pengikut yang loyal dan banyak. Jadi apa pesan yang disampaikan si influencer, sampai ke followers-nya," ujar Fadhel.
Sementara Julian mengungkapkan, di akun media sosialnya kini berseliweran konten-konten tokoh politik maupun kegiatan parpol yang kian banyak. Ada beberapa tokoh yang dia ikuti untuk mengetahui aktivitas mereka. Julian berharap, para tokoh atau parpol bertanggung jawab dengan visi dan misi serta janji-janji yang disampaikan.
"Jangan sampai cuma janji-janji kosong saja," ujarnya.
Kampanye Mengikuti Zaman
Gagal di Pemilu Legislatif 2019, Kamhar Lakumani tak kapok. Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat itu kini menyiapkan strategi berbeda. Dia mengincar pemilih muda.
Empat tahun lalu, Kamhar mengaku tidak maksimal selama masa kampanye. Dia harus menunggui ibunya yang sakit di Jakarta selama enam bulan. Sementara daerah pemilihannya di Sulawesi Tengah. Minimnya sosialisasi dan bertemu langsung masyarakat, dirasakan Kamhar sangat mempengaruhi perolehan suaranya.
"Saya tidak turun ke lapangan. Itu memang pilihan berat buat saya, tapi ya sudah. Almarhumah ibu saya sakit waktu itu dan saya sendiri di Jakarta, itu problemnya," cerita Kamhar kepada merdeka.com.
Setahun jelang pencoblosan Pemilu 2024, Kamhar mengaku belum menentukan daerah pemilihan tempat dia akan bertarung. Dia masih mempertimbangkan berbagai masukan dan berhitung di wilayah mana bisa maksimal mendapat dukungan untuk lolos ke Senayan. DPP Partai Demokrat baru akan memutuskan nama-nama caleg tiap dapil pada Maret mendatang.
Belajar dari pemilu sebelumnya, Kamhar melakukan evaluasi. Berbagai platform media sosial akan dia maksimalkan. Dan yang paling penting adalah turun ke dapil bertemu masyarakat.
"Ini juga bagian dari pendidikan politik sekaligus mengajak anak muda untuk lebih peduli dengan politik," ujarnya.
Bagi Kamhar, bertemu konstituen tidak bisa digantikan dengan interaksi di media sosial. Kombinasi model kampanye lama dengan cara kekinian harus dilakukan agar dia lebih dikenal.
"Bertatap muka, ketemu langsung itu tidak tergantikan untuk menangkap aspirasi mereka, gestur mereka. Termasuk mereka menilai kita sebagai caleg apa pantas atau patut," ujarnya.
Anggota DPR dari Partai Golkar Dave Akbarshah Fikarno mengatakan masih akan menggunakan poster dan baliho untuk kampanye. Menurutnya, di negara-negara maju dengan segala kecanggihan teknologinya, penggunaan alat peraga masih lazim dilakukan untuk memperkenalkan diri kepada warga.
Dave yang terpilih dari dapil Jawa Barat VIII (Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kota Cirebon) pada Pemilu 2019, selama ini memanfaatkan momen perayaan hari besar keagamaan dan peringatan hari nasional untuk memasang spanduk ucapan selamat yang bergambar wajahnya.
Meski cara kampanye Pemilu 2024 bakal bergeser ke media sosial, Dave menyebut, ongkos yang dikeluarkan tidak akan lebih murah. Media sosial menurut Dave, berguna untuk memperluas jangkauan kampanye. Dari hitungan biaya, Dave memperkirakan tidak akan jauh berbeda. Sebab, dibutuhkan konten-konten yang bagus agar calon pemilih tertarik.
"Mungkin outreach-nya bisa lebih besar, lebih cepat. Untuk menggunakan sosial media kan harus menggunakan konten. Buat konten kan enggak selalu murah juga. Konten kalau bagus pasti biayanya makin mahal," ujar Dave yang akan kembali maju di Pileg 2024.
Modal Minim Hasil Maksimal
Pemilu legislatif 2024 akan menjadi medan laga pertama bagi Joedea Aris Theofilus (24). Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu mengincar satu kursi anggota DPRD DKI Jakarta dari daerah pemilihan 4 Jakarta Timur.
Joe, sapaan akrabnya, akan memperebutkan suara pemilih di Kecamatan Cakung, Kecamatan Pulogadung, dan Kecamatan Matraman.
Sebagai bakal caleg dari kalangan gen z, Joe tertarik menggarap para pemilih berusia 20-30 tahun. Saat ini, Joe mulai memperkenalkan diri melalui alat peraga. Bagaimanapun, dia mengakui, poster dan spanduk di lokasi-lokasi strategis sangat membantu.
Tahap selanjutnya, Joe secara serius menyiapkan konten-konten yang akan disebar melalui berbagai media sosial. Dia berharap, materi kampanye yang disampaikan bisa menembus ruang-ruang privat gen z.
"Mereka di kamar pegang handphone, mereka di dapur pegang handphone, dan saat hal tersebut terjadi, artinya pesan-pesan yang ingin kita perjuangkan, pesan-pesan yang ingin kita kampanyekan dan kita suarakan bagi masyarakat bisa sampai dalam kegiatan sehari-harinya meskipun mereka hanya di ruangan saja," tutur Joe.
Dalam menyiapkan konten kampanye, Joe menggunakan pesan-pesan yang santai dan ringan. Anak gen Z menyebutnya dengan istilah 'relate' yang berarti konten yang disampaikan terkait dengan permasalahan di kehidupan sehari-hari mereka. Joe ingin apa yang diperjuangkan dirinya nanti dan apa yang sudah dilakukan PSI selama ini diketahui secara luas.
"Semuanya kita sesuaikan dan memang apa yang menjadi perjuangan kita ke teman-teman gen z. Dan pesan-pesannya juga isinya yang menjadi keresahan dan kebutuhan teman-teman gen z, seperti pekerjaan, perubahan iklim," ujarnya.
Joe juga sudah mulai melakukan sosialisasi dengan bertemu warga. Agar sosialisasi tepat sasaran, Joe mengaku menggunakan data dari konsultan politik berupa hasil survei agar isu-isu yang dia sampaikan pada calon pemilih cocok dengan kebutuhan.
"Perlu ada data yang terekam bahwa memang kebutuhan gen Z seperti itu. Enggak cuma data, tapi kita harus ke turun lapangan langsung," ujarnya.
Dalam berkampanye, Joe menegaskan tidak akan mengimingi warga dengan bagi-bagi sembako gratis atau uang. Dia lebih memilih menggelar bazar sembako murah ketimbang membagikan secara cuma-cuma. Cara itu sudah dilakukan PSI dalam beberapa kesempatan saat minyak goreng langka.
"Kita mau edukasi kepada masyarakat, kalau gratis itu artinya kita seperti menyogok ya, memberikan harapan segala macam," ujarnya.
Soal dana kampanye, Joe mengaku tidak mengeluarkan mahar untuk PSI. Biaya terbesar sejauh ini adalah untuk alat peraga, transportasi dan konsumsi keliling wilayah daerah pemilihannya. Dia menganggap, uang yang sudah dikeluarkan masih dalam batas wajar.
"Kita blusukan ke mana-mana, butuh biaya makan kita pribadi dan tim kita, bukan untuk menyogok masyarakat," tukasnya.
Joe menceritakan, banyak caleg-caleg PSI pada Pemilu 2019 lalu yang mengeluarkan ongkos kampanye cuma belasan juta rupiah. "Mereka punya uangnya segitu, ya mereka bergerak dengan kemampuan yang ada," imbuhnya.
Berapa rupiah yang sudah dia habiskan hingga kini, Joe enggan mengungkapkan. "Terbilang kecil sih sebenarnya, jadi memang enggak banyak," pungkasnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Data tahun 2023, pengguna media sosial di Indonesia sudah mencapai 167 juta orang.
Baca SelengkapnyaPemimpin harus bisa menjanjikan keadilan bagi seluruh anak muda, tidak hanya yang berada di kota melainkan juga di pelosok daerah.
Baca SelengkapnyaTKN Fanta Prabowo-Gibran menyasar 22 juta suara anak muda untuk memenangkan Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaDemi meningkatkan kualitas dan kuantitas pemilu 2024, diperlukan adanya partisipasi dari masyarakat yang rasional, mandiri, dan berdaulat.
Baca SelengkapnyaMenurut Ganjar, para pemilih pemuda lebih menikmati gimik (gimmick) atau permainan peran yang disajikan para peserta.
Baca SelengkapnyaPoster pemilu memiliki peran strategis dalam menciptakan kesadaran politik dan membentuk opini publik.
Baca Selengkapnya"Kamu tuh harus menentukan masa depan kamu, jangan sampai diatur sama orang-orang yang tidak kompeten,” ujar Ridwan Kamil.
Baca SelengkapnyaIni merupakan hasil riset yang dilakukan Invinyx dan Jakpat tentang kecenderungan Gen Z memilih media sosial.
Baca SelengkapnyaStudi Pew juga menemukan bahwa konsumen berita reguler di Nextdoor, Facebook, Instagram, dan TikTok lebih cenderung adalah perempuan.
Baca SelengkapnyaTerpantau, sejak awal Januari 2023 sampai September 2023, hoaks politik sudah mencapai 1.700an menjurus ke pemilu.
Baca SelengkapnyaKalau milenial pilih Prabowo, maka beliau yang akan terpilih menjadi presiden," kata Juri
Baca SelengkapnyaMenurut survei, platform yang disukai Gen Z menampilkan konten yang relevan dan lebih cepat dibanding Google.
Baca Selengkapnya