Membedah Peta Kekuatan dan Modal Cawapres
Merdeka.com - Persaingan sejumlah tokoh agar dilirik menjadi calon wakil presiden di Pemilu 2024 terus berlangsung. Beberapa nama mulai stabil di posisi lima besar survei. Siapakah yang akan terpilih? Syarat apa yang akan jadi faktor penentu?
Pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2024 kurang dari setahun lagi. Dengan arah koalisi yang mulai terbentuk, diperkirakan paling banyak ada tiga pasang capres-cawapres yang bertarung. Jika nama-nama capres didasarkan pada tren elektabilitas tokoh dalam setahun terakhir, tiga capres yang akan menggantikan Presiden Jokowi adalah Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.
Di posisi RI 2, Erick Thohir kini mulai menyodok dalam survei-survei terbaru. Menteri BUMN itu difavoritkan bakal mendampingi Ganjar Pranowo. Sementara Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berada di urutan terdepan menjadi cawapres Anies Baswedan. Saingan AHY di internal Koalisi Perubahan adalah Ahmad Heryawan.
-
Siapa yang akan bersaing di pemilu 2024? Dalam demokrasi yang padat modal keberpihakan adalah sebuah keniscayaan. Di sini AMSI mendorong agar media massa menghasilkan berita atau konten berdasarkan undang-undang pers.
-
Siapa saja yang dipilih dalam Pemilu 2024? Pemilu 2024 adalah pemilihan umum serentak untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta kepala daerah di seluruh Indonesia.
-
Siapa saja yang bisa dipilih di Pemilu 2024? Masyarakat akan memilih Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota DPR, DPD, dan DPRD untuk periode mendatang.
-
Bagaimana tahapan Pilkada 2024? Tahapan sendiri dimulai dari Perencanaan Program dan Anggaran telah dilaksanakan sejak Januari 2024 lalu. Tahapan Lengkap Pilkada 2024 Tahapan Pilkada 2024 secara rinci terbagi menjadi dua, yaitu tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan pemilihan.
-
Siapa yang akan dipilih di Pilkada 2024? Pilkada 2024 akan menjadi momen penting dalam peta politik Indonesia, di mana rakyat akan memilih pemimpin-pemimpin daerah yang akan memegang kendali pemerintahan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Siapa yang akan dipilih dalam Pilkada 2024? Pilkada ini mencakup pemilihan untuk gubernur, bupati, dan wali kota di 37 provinsi, dengan pengecualian Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak ikut serta dalam pemilihan gubernur.
Posisi Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB yang sudah mendeklarasikan koalisi Kebangkitan Indonesia Raya bersama Gerindra pada Agustus 2022 lalu, ternyata belum aman untuk menjadi cawapres Prabowo. Kedua partai itu hingga kini belum mengumumkan duet pasangan yang akan resmi diusung.
Elektabilitas Ridwan Kamil mulai mapan di posisi tiga besar. Sementara Airlangga Hartarto, Puan Maharani, belum bisa menembus lima besar dan masih kalah dari Sandiaga Uno.
Peneliti lembaga survei Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menjelaskan, berdasarkan sigi yang dilakukan lembaganya, tiga nama cawapres yang konsisten mendapatkan angka elektabilitas di atas 10 persen adalah Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan AHY.
Bawano memaparkan, Sandiaga masih banyak dipilih karena memori publik saat Pilpres 2019, di mana dia menjadi cawapres Prabowo masih melekat di benak publik. Sandiaga cukup populer dengan statusnya saat ini sebagai menteri pariwisata dan ekonomi kreatif.
Untuk AHY, Bawono mengungkapkan, semenjak Partai NasDem mendeklarasikan Anies sebagai capres pada Oktober 2022 lalu, ketua umum Partai Demokrat itu giat mempromosikan diri sebagai cawapres.
"Walau tidak secara vulgar tapi kan Demokrat selalu promosi sosok AHY paling pantas mendampingi anies jadi cawapres," ujarnya kepada merdeka.com pekan lalu.
Demikian juga Ridwan Kamil. Bawano menyebut, jabatan sebagai gubernur Jawa Barat membuat Ridwan Kamil cukup pantas dan cocok sebagai cawapres, bukan capres. "Apalagi dari beberapa elite mendorong RK mendampingi Ganjar," ujarnya.
Bawono memprediksi, nama-nama ketua umum parpol akan menjadi pesaing kuat para kandidat cawapres non parpol yang memiliki elektabilitas tinggi. Dia menyebut Airlangga Hartarto dan Muhaimin Iskandar walau elektabilitas keduanya tidak cukup oke dalam survei-survei.
"Artinya, bisa jadi posisi cawapres akan ditempati oleh para ketum parpol yang punya kekuasaan di partai meskipun tidak memiliki elektabilitas yang cukup baik," tukasnya.
Tiga Modal Jadi Cawapres
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengungkapkan, ada tiga syarat penentu yang saling melengkapi agar kandidat cawapres dilirik dan dipilih.
Pertama, modal elektabilitas. Tanpa angka keterpilihan yang tinggi, seorang cawapres tidak akan memberikan tambahan pemilih bagi sang capres.
Kedua, modal logistik. Seorang cawapres yang elektabilitasnya tidak cukup, membutuhkan logistik yang besar untuk berkampanye dan menarik perhatian pemilih. "Enggak mungkin calon wakil presiden dari kelompok dhuafa ya kan. Karena pertarungan ini kan high cost, besar biayanya. Paling tidak wakil presiden penting juga dalam pembiayaan, harus mampu dalam pembiayaan itu," ujar Pangi kepada merdeka.com.
Ketiga, tegas Pangi, sosok cawapres harus bisa menarik dukungan parpol untuk mendukungnya. Selain PDIP yang bisa mencalonkan sendiri capres-cawapres, parpol-parpol yang lain harus berkoalisi agar syarat presidential threshold terpenuhi.
"Kalau kita cermati dari data yang kita punya, beberapa kali survei, tren kecenderungan naik itu memang ada pada AHY, kemudian Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, termasuk Khofifah," jelasnya.
Kembali kepada tiga modal cawapres, Pangi mencontohkan kombinasi ketiganya ada pada AHY. Posisinya sebagai ketum Demokrat menjadi modal utama, ditambah elektabilitas yang terus naik. AHY juga bisa membawa logistik untuk kebutuhan kampanye.
Untuk Sandiaga, Pangi melihat ganjalan terbesar ada pada modal partai karena Gerindra telah mendeklarasikan Prabowo sebagai capres. Demikian juga Erick Thohir. "Dia bisa bawa elektabilitas dan logistik. Tapi partai, sampai saat ini enggak tahu, PKB jadi apa enggak," imbuhnya.
Pangi menilai, dengan memakai tiga syarat di atas, sulit untuk melihat dalam waktu yang tersisa akan muncul 'kuda hitam' sosok cawapres di luar nama-nama yang sudah ada saat ini.
Pun jika PDIP memaksakan Puan Maharani menjadi cawapres Ganjar, Pangi menganggap hal itu bisa saja terjadi. Namun akan menjadi kerugian bagi PDIP karena Ganjar dan Puan berasal dari segmen pemilih yang sama. Basis pemilih Ganjar tidak akan bertambah dan kombinasi keduanya tidak ideal.
Soal kombinasi capres dan cawapres, Pangi menyebut, kedua sosok harus saling melengkapi. Cawapres harus punya segmen pemilih yang berbeda dari capresnya. Dan tidak kalah penting, cawapres harus menjadi penutup kelemahan atau menjadi pelengkap kekurangan capres.
"Anies itu ideal cawapresnya bisa Sandi, AHY, Khofifah. Kalau Ganjar bisa Erick, Khofifah kemudian juga bisa Andika Perkasa. Kalau Prabowo, Cak Imin bisa, Sandi bisa, Khofifah. Yang penting cawapres itu bisa memastikan punya segmen pemilih yang berbeda," ujarnya.
Koalisi Parpol dan Politik Identitas
Pendapat berbeda disampaikan Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby. Faktor koalisi parpol, yang akan menjadi penentu utama siapa cawapres yang akhirnya dipilih. Dia mencontohkan, Anies dan Ganjar yang punya elektabilitas tinggi bahkan belum punya tiket final sebagai capres.
"Sehingga para ketum parpol pun berpeluang menjadi cawapres. Misalnya Airlangga (Golkar), AHY (Demokrat), dan Cak Imin (PKB)," ujar Adjie kepada merdeka.com.
Faktor lainnya adalah politik identitas. Meski kini tidak terlalu menjadi fokus pemilih, kombinasi capres-cawapres Jawa dan non Jawa dinilai Adjie tetap menjadi penentu. Apalagi, pemilih di pulau Jawa tercatat masih yang terbanyak dari total jumlah pemilih seluruh Indonesia.
"Oleh karena itu misalnya Khofifah, dan RK menjadi opsi cawapres karena mereka representasi dua daerah di pulau Jawa yang basis pemilihnya besar (Jatim dan Jabar)," kata Adjie.
Sementara di mata Pangi Syarwi Chaniago, kombinasi capres dan cawapres nasionalis dengan religius, Jawa dan luar Jawa, kemudian kombinasi sipil-militer, masih relevan.
"Jadi kombinasi yang paling ideal itu adalah kombinasi yang bisa memberikan dampak yang positif kepada masyarakat. Capres yang dari Jawa biasanya cawapresnya dari luar Jawa," imbuhnya.
Sedangkan Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menyatakan, kombinasi pasangan capres-cawapres dengan berbasis politik identitas bisa jadi penting, tapi pertimbangan kombinasi elektabilitas yang akan menjadi penentu.
Dari tiga nama capres teratas, Bawono mencontohkan Anies. Dari data survei Indikator, mantan Gubernur DKI Jakarta itu kurang kuat di Jateng dan Jatim. Sebagai orang Jawa, apakah Anies akan lebih memilih sosok cawapres dari luar Jawa atau yang bisa menambah suaranya.
"Atau Anies akan mengambil cawapres dari Jawa juga tapi (bisa menambah elektabilitas) di Jateng dan Jatim," ujar Bawono.
Kondisi yang sama juga dialami Ganjar, yang berdasarkan survei kuat di Jateng tapi lemah di Jabar, Banten dan DKI Jakarta.
"Apakah nanti dia akan mengambil cawapres yg berasal dari suku Jawa juga?" imbuh Bawono.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hari pencoblosan Pemilu semakin dekat. Empat lembaga survei memotret elektabilitas para Capres Cawapres.
Baca SelengkapnyaPutusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menuai kontroversi ternyata mempengaruhi elektabilitas para capres.
Baca SelengkapnyaMereka disebut bakal meramaikan kontestasi Pilgub DKI
Baca SelengkapnyaTiga nama tersebut saling kejar dalam survei elektabilitas sejumlah lembaga polster. Khususnya, Ganjar dan Prabowo yang selisihnya tak sampai 10 persen.
Baca SelengkapnyaMenurut dia, hal ini tercermin dari elektabilitas Prabowo-Gibran
Baca SelengkapnyaPKB menyebut, jika cawapres menjadi faktor penentu pendongkrak elektabilitas capres.
Baca SelengkapnyaJK, SBY hingga Megawati akan turun gunung memenangkan jagoannya masing-masing.
Baca SelengkapnyaDinamika elektabilitas masih terus terjadi jelang kampanye dimulai.
Baca SelengkapnyaBerikut jawaban Kaesang Pangarep saat ditanya alasan masuk PSI karena ingin menangkan Gibran.
Baca SelengkapnyaPotensi kerawanan Pilkada 2024 tinggi dikarenakan persaingan yang sangat tinggi antarcalon kepala daerah.
Baca SelengkapnyaMenurut Hanta Yuda, kalau terus meningkat dan mencapai angka di atas 45 persen, Prabowo-Gibran berpotensi menang satu putaran.
Baca Selengkapnya