Pertarungan Jokowi di internal pendukung
Merdeka.com - Jokowi memang tipe petarung. Meski raut mukanya menunjukkan keluguan, kata-katanya terbata-bata, dan tindak tanduknya terkesan seenaknya, namun begitu menghadapi masalah dia fokus dan tuntas.
Lihatlah, bagaimana dia meredakan ketegangan politik yang ditimbulkan oleh pertarungan kubu Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dalam memperebutkan kursi pimpinan DPR/MPR. Banyak tokoh yang mencoba melerai, tapi tidak mempan. Tetapi begitu Jokowi turun tangan, semua selesai. Sebab, apapun dilakukan demi mencairkan ketegangan politik yang memang dikehendaki rakyat.
Pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di hadapan MPR pada Senin (20/10) lalu pun jadi momen indah. Prabowo Subianto, Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie dan beberapa tokoh yang terlibat persaingan politik selama dan sesudah pemilu presiden, mengikuti dengan khidmat acara pelantikan. Masa depan Indonesia seakan cerah karena para pemimpinnya tampak guyup rukun bersiap membangun bangsa.
-
Bagaimana Jokowi memimpin rapat? Hal itu dinilai karena Jokowi mampu memimpin rapat secara efektif, pekerja keras tanpa lelah serta melakukan safari ke berbagai wilayah Indonesia.
-
Kenapa Jokowi reshuffle kabinetnya? Presiden Joko Widodo kembali melakukan reshuffle kabinet menteri dan wakil menteri hari ini Senin (17/7).
-
Apa yang dibicarakan Jokowi dengan PKB? Menurut dia, Jokowi memuji raihan suara PKB dalam Pileg 2024.
-
Kapan Jokowi menandatangani berkas capim KPK? Untuk diketahui, Jokowi telah menandatangani berkas laporan hasil akhir daftar nama calon pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024—2029. Berkas capim dan dewas yang dilaporkan oleh panitia seleksi telah ditandatangani sejak Senin (14/10) sore.
-
Siapa yang Jokowi minta untuk segera selesaikan RUU Perampasan Aset? Jokowi menyebut, pemerintah telah mengajukan RUU perampasan aset kepada DPR. Kini tinggal DPR untuk menindaklanjuti RUU tersebut.
-
Apa sikap Jokowi terkait Jampidsus dikuntit? 'Sudah enggak ada masalah memang enggak ada masalah apa-apa,' imbuhnya.
Namun setelah resmi jadi presiden dan menikmati acara syukuran rakyat, Jokowi menghadapi situasi pelik. Dia harus menyelesaikan pertarungan politik internal koalisi dalam menyusun kabinet. Pertarungan ini lebih sulit untuk diselesaikan, sehingga rencana untuk membentuk kabinet secepatnya tidak kesampaian.
Di sini tidak hanya dibutuhkan kelenturan dan persuasi, tetapi juga ketegasan dan kemandirian. Padahal yang dihadapi Jokowi adalah elit politik puncak: Megawati, Surya Paloh, Muhaimin Iskandar, Wiranto, Sutiyoso, termasuk Jusuf Kalla yang notebene adalah wakil presidennya. Jokowi juga harus mendengar pesan-pesan para relawan, yang berkontribusi besar dalam pemenangan pemilu presiden.
Di satu pihak, Jokowi harus menghadapi tuntutan publik, dan tetap berkomitman membangun kabinet bersih, berintegritas, dan profesional; di lain pihak, dia tidak bisa menghindar begitu saja dari tekanan para elit politik dan botoh-botohnya. Di satu sisi, Jokowi harus memastikan, orang yang ditunjuknya benar-benar cocok dan mumpuni; di sisi lain, dia harus mengakomodasi orang titipan dan catatan banyak kalangan.
Padahal waktu terus berjalan. Meskipun sudah menyusun daftar kabinet beberapa pekan sebelum pelantikan, tetapi dia tidak serta merta bisa menyampaikan nama-nama itu untuk diperiksa oleh PPATK dan KPK. Ini soal kepatutan saja: tidak pada tempatnya belum resmi menjadi presiden tetapi sudah meminta lembaga resmi melakukan tindakan penting yang menyangkut penggunaan otoritas lembaga. Padahal PPATK dan KPK juga butuh waktu untuk menelisik integritas para calon menteri.
Keterdesakan waktu PPATK dan KPK di satu pihak, juga hasrat ingin cepat mengumumkan anggota kabinet, di pihak lain; akhirnya menimbulkan komplikasi-komplikasi pelik. Pada saat Jokowi hendak mengumumkan anggota kabinet di Tanjung Priok, Rabu (22/10) lalu, tiba-tiba KPK memasukkan catatan baru akan rapor merah dan kuning calon menteri. Disebut-sebut ada delapan nama yang tidak patut jadi menteri.
Pencoretan delapan nama tentu saja harus segera dicari penggantinya. Daftar calon pengganti sudah ada, tetapi tidak gampang memasukkan ke pos-pos kosong, karena hal itu tidak semata mempertimbangkan kompetensi calon meteri, tetapi juga komposisi kabinet: profesional murni, profesional partai, dan jatah masing-masing partai.
Mau tidak mau harus ada penataan ulang. Itu artinya dimulai lagi pengujian dan perundingan. Pengujian dilakukan terhadap beberapa nama calon menteri; perundingan dilakukan dengan pimpinan partai koalisi, botoh, relawan, dan tentu saja Jusuf Kalla.
Sikap pimpinan KPK juga menjepit Jokowi. Demi menjaga integritas kabinet, Ketua KPK Abraham Samad berkali-kali menegaskan: mereka yang masuk kategori merah dan kuning, tidak pantas jadi menteri. Saking ingin menegaskan betapa penting rekomendasinya, Abraham berujar, "yang merah butuh setahun jadi tersangka, yang kuning butuh dua tahun."
Sebaliknya, demi menjaga komitmennya, Jokowi-JK berkali-kali menekankan, bahwa rekomendasi PPATK dan KPK pasti dijalankan. Dalam hal ini, Jokowi dan JK memang tidak bisa balik badan. Janji sudah diucapkan, nama sudah disampaikan, maka rekomendasi PPATK dan KPK pun harus dijalankan. Inilah yang menyebabkan muncul kesan, bahwa yang menyusun kabinet, bukan Jokowi dan JK, tetapi PPATK dan KPK.
Kesan itu tidak terhindarkan, karena mencari orang bersih, berintegritas dan profesional, di negeri ini memang tidak mudah. Tetapi sebagai petarung sejati, Jokowi pasti bisa mengatasi pihak-pihak yang ingin mengerdilkan arti kabinet bersih, berintegritas dan profesional. Sebab tanpa tiga ciri itu, pemerintahan Jokowi-JK tidak ada bedanya dengan yang pemerintahan sebelumnya: transaksional.
Pemerintahan Jokowi-JK sudah terkunci untuk mendapatkan dukungan mayoritas DPR yang dikuasai Koalisi Merah Putih. Untuk menaikkan daya tawar, tidak ada lain yang harus dilakukan adalah mengunci rapat-rapat peluang transaksi, dan sebaliknya mengandalkan dukungan rakyat. Hal ini hanya bisa terjadi bila kabinet benar-benar diisi orang-orang bersih, berintegritas, dan profesional. (mdk/tts)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi membantah berkomunikasi dengan Golkar dan PAN sebelum mendukung Prabowo.
Baca SelengkapnyaJokowi membantah berkomunikasi dengan Golkar dan PAN sebelum kedua partai itu mendeklarasikan dukungan untuk Prabowo.
Baca SelengkapnyaAndi Gani memastikan Jokowi tak ikut campur dalam kisruh internal Kadin.
Baca SelengkapnyaHasto menduga terjadi fragmentasi atau perpecahan di jajaran menteri KIM.
Baca SelengkapnyaJokowi beralasan, fokusnya bekerja saat ini juga dilandasi kekhawatiran situasi global yang tidak menentu.
Baca SelengkapnyaJokowi ternyata sempat bertemu dengan para ketua umum partai politik pendukungnya
Baca SelengkapnyaSebab, Jokowi menilai koalisi saat ini belum final.
Baca SelengkapnyaJokowi terbuka jika Arsjad Rasjid maupun Anindya Bakrie ingin bertemu dengan dirinya. Asalkan, masalah Kadin diselesaikan baik-baik.
Baca SelengkapnyaBudi Arie menegaskan, hubungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan presiden terpilih Prabowo Subianto terjalin solid.
Baca SelengkapnyaKetua Umum Pimpinan Pusat (PP) Jaringan Nasional (Jarnas) 98, Sangap Surbakti merasa heran dengan sindiran Politikus PDIP Deddy Sitorus
Baca SelengkapnyaMenurut dia, politik adu domba tersebut sudah usang dan tidak disukai oleh masyarakat kita.
Baca SelengkapnyaPKB mengungkapkan hubungan Jokowi dan Megawati Soekarnoputri sedang tidak baik-baik saja.
Baca Selengkapnya