Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Tergiur fulus Jalan Pantura

Tergiur fulus Jalan Pantura Pijat Refleksi. Shutterstock

Merdeka.com - "Saya baru 9 bulan bekerja di sini," kata Kokom, 29 tahun seorang pemijat refleksi membuka perbincangan dengan merdeka.com, Sabtu malam pekan lalu. Wajah Kokom gusar ketika ditemui. Senyum sumringah mulai keluar ketika ada pelanggan datang. Namun sayang, pelanggan itu tak ingin diterapi.

Kokom kembali duduk di pojok ruangan. Sambil memainkan seluler, dia berharap ada tamu lagi datang buat pijat terapi. Dari segi fisik Kokom begitu menggoda. Kemeja motif kembang merah dengan paduan celana gemes. Namun jangan salah, pakaian para terapis itu hanya untuk mengundang pelanggan singgah, bukan selebihnya.

Rumah spa dan pijat tempat Kokom bekerja bersama empat terapis lainnya tak melayani urusan arus bawah alias pijat plus-plus. Meski Kokom membuka dua kancing kemejanya, namun ia menolak melayani syahwat. Hal itu bukan tanpa sebab, meski tempat kerjanya berdekatan dengan lokasi prostitusi, namun keberadaan panti pijat ini tak melayani urusan birahi. "Di sini enggak bisa kang," ujarnya.

Kokom memang segelintir orang yang bertumpu dengan menjalani profesi sebagai pemijat di Jalan Pantai Utara. Tergiur pendapatan lumayan besar menjadi seorang terapis, dia meninggalkan pekerjaannya dulu sebagai pengawas bayi di bilangan Kota Wisata, Cibubur, Jakarta Timur. Kebutuhan untuk hidup sehari-hari menjadi alasan bagi Kokom untuk mencari rizki pemijat refleksi di Jalan Pantura.

Apalagi Kokom kini menjadi single parent. Untuk membesarkan buah hatinya yang kini baru masuk Sekolah Menengah Pertama, terpaksa dia berkelana hingga Pantura. "Kalau pulang ke Cianjur enggak tentu, minggu kemarin baru pulang," ujar janda asli Cianjur, Jawa Barat ini.

Teman seprofesi Kokom, Sari, 28 tahun, baru tiga bulan ini bekerja di rumah pijat. Meski baru terjun sebagai terapis, namun Sari sempat merasakan dua bulan kejayaan sebagai pemijat di Jalan Pantura. Sebelum dibukanya akses Tol Cipali, Sari mengatakan pelanggan yang datang untuk pijat refleksi membludak. Paling dikit, saban hari dia memijat empat pelanggan.

Artinya, uang Rp 100 ribu per hari sudah dikantongi Sari. Belum lagi, uang tips yang diberikan pelanggan yang kisaran jumlahnya cukup lumayan. "Biasanya sehari bisa mijit 4 orang. Tapi sekarang sepi karena ada Tol Cipali itu mas. Jadi sekarang paling cuma 2 orang sehari," kata Sari.

Dia mengatakan jika pelanggan panti pijat tempatnya bekerja merupakan pengemudi kendaraan pribadi. "Ngaruh juga tolnya, jadi jarang ada yang lewat sini. Biasa yang pijit di sini kendaraan pribadi, bukan sopir truk atau ekspedisi," ujarnya.

Sebelum bekerja sebagai terapis, dulu Sari merupakan buruh di Kawasan Berikat Nusantara, Cakung, Jakarta Timur. Memilih untuk pulang kampung dan mencari rizki di kota kelahirannya setelah di-PHK. Suaminya pun mengizinkan Sari untuk menjadi pemijat.

"Suami masih kerja di Jakarta. Pulang seminggu sekali. Enggak masalah kerja di sini soalnya kan cuma mijit aja, enggak yang lain-lain," tuturnya.

Saking enaknya bekerja sebagai terapis lantaran duit yang dihasilkan banyak, Sari pun memilih untuk mencari rizki dari profesinya saat ini. "Udah capek kerja di pabrik jadi buruh. Ya mending kerja gini aja. Kerja buruh capek dimarahin terus, kerjaannya juga banyak." (mdk/mtf)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kondisi Pabrik Lagi Krisis, Ini Kisah Buruh di Semarang Semakin Terhimpit Kebijakan Tapera
Kondisi Pabrik Lagi Krisis, Ini Kisah Buruh di Semarang Semakin Terhimpit Kebijakan Tapera

Penolakan atas kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) secara masif dilakukan di berbagai tempat.

Baca Selengkapnya
Kampanye di Karawang, Ganjar Dicurhati Ibu-Ibu 'Cari Kerja Dipersulit, Harus Bayar Rp5 Juta ke Ordal'
Kampanye di Karawang, Ganjar Dicurhati Ibu-Ibu 'Cari Kerja Dipersulit, Harus Bayar Rp5 Juta ke Ordal'

Di hadapan Ganjar, Eli menceritakan dua anaknya yang lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kesulitan mencari kerja.

Baca Selengkapnya
Curhat Buruh di Yogyakarta saat May Day: Susah dengan Gaji Kecil Bisa Beli Rumah
Curhat Buruh di Yogyakarta saat May Day: Susah dengan Gaji Kecil Bisa Beli Rumah

Sejumlah serikat buruh di Yogyakarta memperingati Hari Buruh atau May Day

Baca Selengkapnya
⁠Demi Biaya Pendidikan Anak di Bangku Kuliah, Wanita Penjaga Warung Rela Menjadi Tukang Pijat
⁠Demi Biaya Pendidikan Anak di Bangku Kuliah, Wanita Penjaga Warung Rela Menjadi Tukang Pijat

Sebuah video memperlihatkan seorang perempuan yang rela jadi tukang pijat demi anak sekolah.

Baca Selengkapnya