Thrifting, Fanatik Merek tapi Sensitif Harga
Merdeka.com - Thrifitng menjadi istilah kekinian di kalangan generasi Z untuk kegiatan jual beli busana bekas impor. Mereka mencari pakaian bermerek dengan harga terjangkau.
Menurut arti kata, thrifting berarti hemat. Tapi di sebagian kalangan, kegiatan thrifting justru sebaliknya, menjadi tren bagi para kolektor mencari kaos atau baju langka dengan motif tertentu yang sudah tidak diproduksi lagi, walaupun dengan harga mahal.
Berbeda dengan pusat pakaian bekas di Pasar Senen, pakaian thrifting vintage dipasarkan melalui internet. Media sosial digunakan sebagai sarana promosi.
-
Kenapa thrifting diminati kelas menengah ke atas? Thrifting juga digandrungi oleh kaum menengah ke atas, karena bisa dimanfaatkan buat berburu barang yang masih punya high value di antara timbunan barang yang sudah disingkirkan.
-
Bagaimana thrifting mendukung fashion berkelanjutan? Thrifting dianggap bisa menjadi salah satu cara untuk mendukung slow fashion sekaligus kepedulian terhadap lingkungan.
-
Baju bekas impor apa yang paling banyak dicari? Jenis pakaian yang banyak dicari biasanya celana, jaket, kemeja, sepatu, hingga topi yang berasal dari brand-brand fast fashion, seperti Zara, Uniqlo, H&M, Forever 21, Levi's dan lainnya.
-
Kapan thrifting mulai populer? Lagi booming, thrifting sekarang bukan lagi sebatas fashion untuk kaum yang budgetnya pas-pasan saja.
-
Kenapa orang Indonesia suka pakai baju bekas impor? Tingginya Permintaan Masyarakat Indonesia Menjamurnya peredaran baju bekas karena didukung tingginya permintaan masyarakat. Terutama masyarakat yang tak mampu membeli baju baru.
-
Dimana jual beli baju bekas impor? Jual-beli pakaian bekas impor marak terjadi di berbagai kota di Indonesia, seperti Bandung, Surabaya, Malang dan banyak lagi lainnya. Bisnis pakaian bekas impor menggiurkan Selain banyak permintaan dari pembeli, keuntungan yang didapatkan oleh penjual juga relatif besar.
Salah satu pedagang thrifting online Muhammad Fairuz (23) menuturkan, baru satu tahun terakhir terjun ke bisnis ini. Berawal dari hobinya berburu kaos-kaos bekas bermerek dan langka untuk koleksi pribadi, Fairuz banyak mendapat pesanan dari teman-temannya.
"Ternyata menghasilkan. Ya udah mulai jualan," ujarnya kepada merdeka.com.
Pakaian bekas yang peminatnya tinggi adalah kaos vintage era 1990-an dengan motif band-band legendaris. Kemudian kaos-kaos karakter kartun klasik. Fairuz menyebut, pembelinya adalah mereka-mereka yang pernah mengalami cerita dari baju itu dan ingin bernostalgia.
"Bisa dibilang juga kolektor. Atau mungkin dulu mereka belum punya uang pas kaos itu keluar, dan baru punya uangnya sekarang," kata Fairuz.
Ada beberapa cara mendapatkan kaos-kaos itu. Pertama, dari sesama pedagang yang mengimpor langsung dari luar negeri. Fairuz memesan kaos-kaos yang statusnya limited atau sudah tidak diproduksi lagi.
Cara kedua, Fairuz mendatangi pedagang besar di Pasar Senen. Saat mereka membongkar bal pakaian impor, para pedagang thrifting ini memilih terlebih dahulu.
"Kita sortir dan ambil dulu di situ. Di Pasar Senen sebenarnya dulu sering kayak gitu. Cuma akhir-akhir ini sudah jarang," ujarnya.
Semakin langka kaos yang didapatkan, harga yang dipatok pedagang semakin mahal. Sebab, modal yang dikeluarkan juga semakin besar. Fairuz pernah menebus satu kaos dengan harga modal Rp500 ribu.
Untuk mendapatkan untung berlipat, dia menggunakan sistem lelang dalam penjualan kaos yang statusnya langka. Dia mempromosikan kaos itu melalui media sosial seperti Instagram. Agar lebih menarik, keterangan berupa sejarah kaos disertakan.
Pembeli yang menawar dengan harga tertinggi yang bisa mendapatkan. Fairuz mengaku pernah menjual satu kaos dengan harga Rp1 juta.
Fairuz menceritakan, cara lain untuk mendapatkan kaos langka adalah dengan mencari langsung di pasar pakaian bekas di negara tetangga. Dia pernah bolak-balik ke Singapura dan Malaysia untuk berburu kaos-kaos langka tersebut.
Di kedua negeri jiran itu, satu kaos bisa dia dapatkan dengan modal di bawah Rp100 ribu. Namun pada suatu ketika, saat kembali ke Indonesia, dua koper barang bawaannya sempat ditahan di Bandara Soekarno-Hatta oleh petugas Bea dan Cukai. Dia membawa barang terlalu banyak. Setelah diperiksa, barang-barang Fairuz akhirnya bisa keluar.
Bagi Fairuz, yang membedakan bisnis thrifting yang dia lakoni dengan penjualan baju bekas di Pasar Senen adalah alasan dari para pembeli. Dengan harga yang mahal, kaos-kaos yang dijual Fairuz ditujukan untuk para kolektor.
"Barang di Pasar Senen mungkin lebih untuk pemakaian daily (harian), kalau kita kan emang lebih ke kolektor. Meskipun, asal barangnya sama dari bal juga," tukasnya.
Murah dan Unik
Selain merek, harga murah dan unik menjadi alasan para pemburu baju bekas di Pasar Senen. Pembeli berharap, kios-kios pakaian impor bekas tidak ditutup pemerintah.
Saat ditemui merdeka.com pekan lalu, Ago (35) sedang sibuk memilih sejumlah busana di salah satu kios yang menjual kemeja dan kaos di Pasar Senen, Blok III. Dia mengaku sejak SMA rutin membeli pakaian bekas.
"Selain harganya yang murah, modelnya itu unik-unik banget," ujarnya.
Ago mengatakan, dirinya juga mendapatkan keuntungan dari baju bekas ini. Banyak temannya yang menitip dibelikan baju bekas di Pasar Senen.
"Kebijakan kemarin mengganggu sekali, maksudnya kalau kegiatan ini membunuh UMKM, thrifting kan udah dari puluhan tahun lalu, kenapa baru sekarang diurusnya," protes Ago.
Sementara Novriansyah (28), mengaku baru pertama kali mengunjungi Pasar Senen. Siang itu, dia datang bersama adiknya. Tampak kebingungan memilih, Novriansyah kaget dengan harga pakaian bekas dalam kondisi bagus dibandrol dengan sangat murah.
"Saya tahu tempat ini dari teman, harganya murah dan adik saya juga suka belanja di sini," ujarnya.
Seperti Ago, Novriansyah berharap pemerintah tidak melarang penjualan pakaian bekas.
Menkop UKM Teten Masduki menyebut, bisnis thrifting bisa terus eksis karena ada peminat. Namun, para peminat ini tidak mau mengeluarkan uang banyak.
"Thrifting ini peminatnya banyak, banyak dari kalangan muda. Masyarakat masih lebih menyukai brand (merek) tapi sensitif harga," kata Teten beberapa waktu lalu.
Segmen Berbeda
Rissalwan Habdy Lubis, pengamat sosial dari Universitas Indonesia menilai, bertahannya bisnis penjualan pakaian bekas karena masyarakat mencari alternatif mendapatkan pakaian dengan harga murah.
Selain itu, proses saat mencari dan memilih pakaian bekas merupakan pengalaman tersendiri yang bagi sebagian orang dianggap menyenangkan. Apalagi ketika pembeli bisa mendapatkan barang dengan kualitas yang bagus.
"Saya melihatnya, orang yang beli barang bekas ini bukan karena merek tetapi lebih ke harganya yang murah," ujarnya kepada merdeka.com.
Argumen pemerintah yang menyebut thrifting mengganggu daya beli masyarakat terhadap produksi baju baru, dianggap Rissalwan tidak tepat.
"Enggak ada hubungannya menurut saya, segmennya itu berbeda," tegasnya.
Pun dari segi status ekonomi, Rissalwan menyebut, mayoritas pembeli pakaian bekas ini dari kalangan menengah ke bawah. Justru, yang perlu dikhawatirkan adalah ketika penjualan pakaian bekas ini merambah ke e-commerce atau situs jual beli online.
"Kita perlu melakukan survei kepada konsumen, berapa persen dari mereka yang memang mencari merek. Mungkin ada tetapi tidak besar. Karena kembali lagi, barang itu sebenarnya barang unik. Orang pasti mencari keunikan," tukasnya.
"Hipotesis saya hanya sekitar 20 persen yang mencari merek dan 50-60 persen yang mencari karena harga. Nomor dua mungkin cari keunikan model," kata Rissalwan.
Senada, Fairuz juga tidak setuju dengan alasan pemerintah yang menyebut bisnis pakaian bekas mengganggu UMKM lokal. Menurutnya, pasar thrifitng berbeda dan tidak saling mengganggu.
"Enggak akan jadi saingan juga. Mending UMKM lokalnya yang meningkatkan kreativitas mereka dalam berjualan. Ketimbang usaha-usaha baju bekas yang udah jalan, seperti pedagang di pasar atau online dimatiin, lebih baik pemasoknya saja yang disetop," pungkasnya.
Reporter Magang: Ravi Indra Jaya Putra
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Thrifting bisa jadi pilihan buat yang ingin update gaya.
Baca SelengkapnyaHal ini membuatnya shock karena jaket kampus di Indonesia bisa sampai Amerika.
Baca SelengkapnyaNama Pasar Loak Kebayoran Lama menjadi surga bagi para pecinta barang-barang jadul.
Baca SelengkapnyaMomen itu langsung menarik perhatian publik karena banyak barang-barang bekas yang masih bagus namun sudah dibuang oleh pemiliknya.
Baca SelengkapnyaMerek barang mewah yang laris diperdagangkan di Korea Selatan sepanjang periode Januari-September, yakni Chanel.
Baca SelengkapnyaAda perilaku yang teramati konsumen belanja online terutama saat ada mega sale. Berikut adalah pola perilaku konsumen.
Baca SelengkapnyaBak istana barang bekas, banyak sekali barang layak pakai branded yang dijual.
Baca SelengkapnyaSuka duka mewarnai pedagang pakaian bekas melalui e-commerce.
Baca SelengkapnyaSambil berbincang dengan pedagang mengenai harga batik dan ukurannya. Zulhas dengan senang hati membeli baju batik yang berharga Rp125.000.
Baca SelengkapnyaTeten Masduki menyoroti masih maraknya penjualan pakaian bekas impor di pasaran.
Baca SelengkapnyaKeberadaan fast fashion ternyata memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Kenapa?
Baca Selengkapnya