10 Prabrik Tekstil Skala Besar di Jateng Bangkrut akibat Predatory Pricing
Sedikitnya 10 pabrik tekstil berskala besar di Jawa Tengah bangkrut sehingga sekitar 10 ribu karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sedikitnya 10 pabrik tekstil berskala besar di Jawa Tengah bangkrut sehingga sekitar 10 ribu karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Perusahaan gulung tikar akibat dampak predatory pricing yang menyebabkan industri tekstil dalam negeri kalah bersaing.
10 Prabrik Tekstil Skala Besar di Jateng Bangkrut akibat Predatory Pricing
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, Lilik Setiawan menyebut, seiring dengan kian terpuruknya sektor industri tekstil dan produk tekstil, jumlah perusahaan tekstil yang gulung tikar terus bertambah.
Pada gelombang pertama ada 6 pabrik tekstil yang tutup. Pada gelombang kedua, ada 4 perusahaan tekstil besar Jawa Tengah yang gulung tikar, di antaranya berlokasi di wilayah Solo Raya.
"Dari data yang ada di BPD API Jawa Tengah itu sudah ada 6 perusahaan besar. Total karyawan yang terdampak cukup signifikan. Dari 6 perusahaan besar itu jumlahnya ada sekitar 7-8 ribu atau mungkin lebih. Yang di Ungaran, jumlahnya cukup banyak juga,” ujar Liliek kepada wartawan di AK-Tekstil Solo, Rabu (26/6).
Pemecatan ribuan karyawan tak lepas dari terus lesunya penjualan tekstil dan produk tekstil (TPT) belakangan ini.
"Gelombang kedua ini ada 4 perusahaan yang menutup usaha," kata Liliek .
Jadi anggota API Jawa Tengah yang menutup usahanya itu ada 10 perusahaan," sambungnya.
Liliek menambahkan, jumlah karyawan yang di-PHK dari 10 perusahaan tersebut diperkirakan mencapai 10 ribu karyawan. “Jadi total yang masuk anggota API dan kemarin melakukan penutupan usaha sudah ada 10 perusahaan. Kalau yang Solo Raya itu yang paling banyak di Karanganyar dan Boyolali,” ungkap dia.
Liliek menilai, banyaknya jumlah karyawan yang diberhentikan karena industri tekstil merupakan program padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja.
Dia mengemukakan, penyebab tutupnya perusahaan tekstil di Jawa Tengah karena dampak dari sistem perekonomian yang gagal untuk memproteksi pelaku maupun pasar dalam negeri.
"Dengan sistem seperti itu maka yang terjadi saat ini tidak sekedar dumping tetapi juga sudah mencakup predatory pricing karena sesuatu yang tidak sehat," katanya.
"Jadi ada upaya dari kekuatan-kekuatan perekonomian. Kekuatan perekonomian di pasar ini kan ada invisible hand. Nah kekuatan perekonomian ini berusaha menciptakan sebuah sistem monopoli dengan cara mematikan pelaku yang lain. Predatory pricing ini sudah pasti seharusnya tidak diterima karena ujung-ujungnya akan mematikan UMKM bukan hanya industri besar,” pungkasnya.