BPIP Soroti Etika dan Moralitas Pejabat Negara: Perlunya UU Lembaga Kepresidenan
Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, Darmansjah Djumala, mengaku prihatin dengan kondisi Indonesia akhir-akhir ini.
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan Focus Group Discusion (FGD) yang bertema ‘Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara’, di Jakarta (27/8).
Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, Darmansjah Djumala, mengaku prihatin dengan kondisi Indonesia akhir-akhir ini.
Khususnya, sejak persiapan pilpres sampai dengan pilkada tahun ini, rakyat Indonesia melihat dengan kasat mata bagaimana elit politik dan pejabat negara bersiasat dalam memperjuangkan kepentingan politiknya.
Djumala seorang diplomat yang pernah bertugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Austria dan PBB di Vienna. Menurut dia, demi kekuasaan, elit politik rela menyiasati hukum.
Rakyat menyaksikan dengan geram: hukum menghamba pada kepentingan politik.
Dalam konteks itulah, menurut Djumala, BPIP melihat urgensi untuk membahas kerapuhan etika dan moralitas penyelenggara negara.
Perlu UU Baru
Etika dan moralitas mestinya berada di atas hukum dan politik. Dubes Djumala, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden/Sekretaris Presiden Jokowi periode pertama, mengungkapan, BPIP berhasil menyusun serangkaian rekomendasi kebijakan.
Antara lain tentang perlunya disusun UU Lembaga Kepresidenan yang mengatur tata-laku lembaga eksekutif tertinggi itu guna menghindari conflict of interest.
Dikatakannya, untuk lembaga legislatif dan yudikatif sudah ada regulasi etika masing-masing, sedangkan di lembaga eksekutif /kepresidenan belum ada.
“Sebagai penuntun etika dan moralitas penyelenggara negara, BPIP juga merekomendasikan perlunya dibentuk semacam Office of Government Ethics (OGE) yang tugasnya nanti menilai apakah etika dan tata-laku penyelenggara negara selaras dengan nilai-nilai luhur Pancasila,” terang Djumala.
Untuk itu, tambah dia, BPIP tentu akan melibatkan publik secara inklusif dalam pembahasannya. “Inisiatif BPIP mendiskusikan kerapuhan etika penyelenggara negara merupakan upaya benah diri dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Diharapkan ke depannya akan ada standard etika dan moralitas penyelenggara negara yang selaras dengan nilai Pancasila“, ujar Dubes Djumala.
Para Pakar Kumpul
FGD yang dipandu oleh Prof. Dr. Amin Abdullah, anggota Dewan Pengarah BPIP, mendengarkan pandangan dari belasan pakar dan akademisi dalam dua sesi, yaitu tentang Etika Demokrasi dan Praktik Hukum, dan Etika Penyelenggara Negara.
Cendekiawan Muslim, Prof. Amin Abdullah menilai, BPIP perlu menampung aspirasi dari berbagai stakeholders di tengah maraknya keterpurukan etika dan moral para penyelenggara negara.
Para pakar dan akemisi yang hadir antara lain Ikrar Nusa Bhakti, Hafid Abbas, Agustinus Prasetyantoko, Ramlan Surbakti, Harkristuti Harkrisnowo, Martin L. Sinaga, Andi Widjajanto, Bivitri Susanti, Sulistyowati Irianto, Thony Saut Situmorang, Budiman Tanuredjo, Ismail Hasani, Fachry Aly, Mikhael Dua Tengangatu, Hamdi Muluk, dan Yenti Garnasih.
Menurut rencana, FGD sejenis tapi dengan topik berbeda juga akan digelar secara serial di 7 kota. Dari rangkaian diskusi itu, BPIP berharap dapat menyerap aspirasi publik tentang etika dan tata-laku penyelenggara negara.