Budaya Glamor Jemaah Bugis Usai Naik Haji
Gaya nyentrik dan glamor jemaah haji asal bugis rupanya sudah turun temurun.
Orang bugis yang glamor usai berhaji terjadi sudah turun temurun
Budaya Glamor Jemaah Bugis Usai Naik Haji
Demi Status Sosial
Penampilan glamor jemaah haji Debarkasi Makassar menjadi sorotan masyarakat. Tak sedikit, masyarakat yang mencibir penampilan jemaah haji perempuan yang memperlihatkan emasnya saat tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Antropolog Universitas Hasanuddin, Tasrifin Tahara mengatakan, penampilan glamor jemaah haji asal Sulsel usai berhaji bukan hal yang baru. Tasrifin mengaku penampilan glamor tersebut menjadi media lompat status sosial di masyarakat.
Tasrifin menjelaskan, masyarakat Sulsel rela menabung berapa pun agar bisa berangkat haji. Ia kembali menegaskan gelar haji menjadi penanda status sosial di masyarakat.
"Makanya berlomba-lomba masyarakat. Penanda keberhasilan dalam masyarakat adalah salah satunya naik haji" ujarnya melalui telepon Minggu (9/7).
Menurut Tasrifin, hal ini bisa dilihat dalam budaya masyarakat Bugis. Mengantar haji keluarga selalu ramai. Biasanya, untuk mendapatkan berkah, bisa sukses seperti yang diantar.
"Makanya ketika setelah melaksanakan Lempar Jumrah atau berstatus haji secara Islam harus ada diikuti instrumen atau penanda salah satunya adalah pakaian," imbuhnya.
Dengan berpenampilan mencolok menggunakan baju misbah dan emas akan menjadi kebanggaan tersendiri. Termasuk, beli pakaian dan emas saat berada di Arab Saudi. Menurut Tasrifin, Itu yang membedakan dia dengan jemaah haji daerah lain. "Karena tidak hanya ditandai dengan panggilan Puang Haji atau ibu Haji, tapi akan diikuti dengan cara berpakaiannya dan itu akan dipakai pada event-event tertentu seperti pesta yang ada di masyarakat. Jadi itu hanya sebagai penanda status (sosial) menurut saya," urai Tasrifin.
"Sebenarnya sudah bisa dibilang budaya. Karena dilakukan terus-menerus dan hampir setiap tahun. Itu menjadi identitas tersendiri bagi jemaah haji asal Sulsel, karena tidak hanya ditandai dengan pakaian seperti itu tetapi juga mengikut perhiasan dan sebagainya," kata Tasrifin.
Budaya Sejak Kapan?
Meski demikian, Tasrifin mengaku belum mendapatkan literasi sejak kapan budaya tampil glamor usai berhaji terjadi. Dia hanya menyebut, penampilan glamor jemaah haji Sulsel sudah berlangsung lama. "Tapi saya kira ini sudah berlangsung cukup lama dan sejak dulu memang masyarakat Sulsel menempatkan posisi-posisi yang orang berhaji pada struktur sosial yang tertinggi," tegasnya.
Tasrifin menilai, seseorang yang sudah berhaji seperti bangsawan yang memiliki gelar Andi atau Puang di masyarakat. Dia mencontohkan, jika orang memiliki kekayaan, tetapi belum berhaji tidak memiliki arti apa-apa di masyarakat sekitar. "Misalnya mapan ekonomi, tapi kalau tidak ditandai dengan status haji dia tidak punya arti apa-apa. Artinya harus melekat dan satu kesatuan antar ke bangsawan, misalnya seperti Puang atau Andi diikuti dengan status sosial hajinya," ucapnya.MUI: Tak Ada Niat Riya
Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel Muammar Bakry meminta agar tidak lagi mempermasalahkan jemaah yang tampil glamor usai berhaji.
Ia yakin jemaah haji tersebut tidak punya maksud untuk menyombongkan diri.
"Tidak ada masalah. Selama pakaian itu menutup aurat dan tidak memperlihatkan lekukan tubuh, silakan saja,"
Sekretaris MUI Sulsel Muammar Bakry
Merdeka.com
Budaya Glamor BugisMUI: Bukan Sombong, Tapi Budaya
Menurut, Muammar apa yang dilakukan jemaah haji tersebut tak masuk kategori riya atau ingin menyombongkan diri. Ia beralasan cara berpakaian seperti itu sudah jadi budaya masyarakat Bugis. "Itu salah satu cara untuk mengekspresikan kebahagiaan. Orang yang sudah berhaji bisa lewat pakaian. Makanya dengan model seperti itu berarti memuliakan diri," kata dia.
Alasan Borong Emas dari Saudi
Borong Emas di Saudi
Salah satu jemaah haji asal Makassar, Suarnati Dg Kanang (46) mengaku senang bisa kembali ke Makassar usai menjalankan ibadah haji. Ia mengaku sudah menunggu selama 13 tahun untuk bisa berangkat berhaji. "Saya tidak bisa berkata-kata, senang banget, karena sudah dinanti. Sudah 13 tahun penantian dan baru kali ini (berangkat haji). Waktu tahun 2020 tertunda dan baru kali ini berangkat," ujarnya kepada wartawan di Aula Arafah Asrama Haji Sudiang Makassar, Rabu (5/7).
Terkait penampilannya yang glamor saat tiba di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, perempuan berusia 46 tahun ini mengaku sudah menyiapkannya sejak berada di pesawat. Bahkan, Suarnati mengaku total emas yang terpasang ditubuhnya hampir 180 gram. "Ada 100 gram saya beli (dari Makkah). Sekitar 80 gram saya bawa (dari Makassar)," ungkapnya. Suarnati tak ingat habis berapa untuk membeli emas di Makkah, Arab Saudi. Ia hanya ingat harga per gram emas di Arab Saudi sebesar Rp1,2 juta.
"Jadi ini di Mekkah, (bayar) lewat ATM, jadi tidak tahu. Pokoknya per gram sekitar Rp1,2 juta, tapi kalau di konfersi ke Riyal saya tidak tahu,"
Kata Suarniati
Merdeka.com
Suarniati mengaku sudah menazarkan mengenakan perhiasan emas saat tiba di Indonesia. Ia mengaku terinspirasi dari jemaah haji terdahulu yang terlihat glamor usai berhaji.
"Saya sudah bernazar dari awal. Belum mendaftar saya sudah Nazar. Seandainya saya ke tanah suci bisa engga ya saya begini (pakai emas), karena saya siapa sih," kata dia.