Benteng Tujuh Lapis, Bangunan Kokoh saat Melawan Penjajah di Desa Dalu-Dalu Riau
Benteng Tujuh Lapis menjadi salah satu pertahanan kokoh dalam melawan para penjajah di Riau.
Dalam melawan penjajah, masyarakat Indonesia pastinya memiliki benteng untuk bertahan, salah satunya Benteng Tujuh Lapis di Riau.
Benteng Tujuh Lapis, Bangunan Kokoh saat Melawan Penjajah di Desa Dalu-Dalu Riau
Sejarah Benteng
Melansir dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sumatra Barat, Riau, dan Kepulauan Riau, Benteng Tujuh Lapis ini terletak di Desa Dalu-Dalu, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau dan didirikan pada tahun 1835. Pembangunan benteng ini tak lekang dari pendirinya yaitu Tuanku Tambusai. Tuanku Tambusai lahir pada zaman Kekuasaan Duli yang menjadi tuan besar raja ke-14 di Kerajaan Tambusai. Benteng ini merupakan salah satu dari beberapa benteng seperti Kubu Baling-Baling, Kubu Gedung, dan Kubu Talikemain. Semua benteng ini dipersiapkan untuk menahan serangan para penjajah Belanda sekaligus mempertahankan kedaulatan Tanah Air.
-
Bagaimana bentuk benteng itu? 'Eksplorasi arkeologi mengungkap keberadaan (kira-kira 14,4 kilometer) tembok benteng yang sampai sekarang tidak diketahui, (sekitar 5 kilometer) di antaranya merupakan bagian dari jaringan luar yang mengelilingi kawasan oase,' kata para arkeolog.
-
Bagaimana bentuk benteng ini? Benteng Redoute de Baros memiliki bentuk persegi dengan bastion di sudut utara dan selatan. Bastion tersebut berbentuk setengah lingkaran.
-
Dimana letak benteng kuno itu? Khaybar berada di bagian barat Arab Saudi.
-
Siapa yang membangun benteng? Dikenal sebagai Helpideburg, 'benteng berbentuk cincin yang sangat besar' ini didirikan selama periode Karoling, sekitar akhir abad ke-8.
-
Siapa yang membangun benteng ini? Penjajahan Bangsa Belanda di Indonesia menyisakan peninggalan-peninggalan yang hingga kini masih bisa kita jumpai keberadaannya.
-
Kapan benteng itu dibangun? Arkeolog mengatakan benteng ini dibangun antara tahun 2250 SM dan 1950 SM, dan mereka memperkirakan benteng ini digunakan setidaknya selama empat abad, sampai sekitar tahun 1626 dan 1542 SM.
Benteng Kokoh dan Kuat
Pada saat para penjajah Belanda melakukan serangkaian penyerangan, Benteng Tujuh Lapis sangatlah kokoh dan kuat. Tak tanggung-tanggung, para penjajahan dibuat kewalahan dan kesulitan untuk menembus benteng tersebut. Keunggulan dari Benteng Tujuh Lapis ini adanya tanggul pertahanan yang berjumlah tujuh lapis. Benteng ini juga dilengkapi dengan parit sedalam 10 meter yang diisi air yang dilapisi kubu kecil dengan lubang-lubang bedil. Kubu-kubu itu dilingkari bambu duri dan diselingi traverzen atau jalan pintas dan rumah-rumah jaga. Bagian belakang benteng langsung terhubung dengan Sungai Batang Sosah untuk mengantisipasi jika benteng sudah dimasuki musuh.
Kerahkan Ribuan Pasukan
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari beberapa sumber, pertempuran yang dipimpin oleh Kolonel Michiels pada tahun 1837 itu sungguh kewalahan melawan Tuanku Tambusai berkat benteng tersebut. Kolonel Michiels pun sampai meminta bantuan ke Batavia untuk mengerahkan empat kompi dan dibantu pasukan pribumi yang pro Belanda. Saat pertempuran, beberapa orang penting di kubu Belanda menjadi korban, di antaranya Mayor Beethoven, Kapten Schaen, dan Mayor Westenberg. Pada tahun 1838, Michiels berhasil merebut Benteng Tujuh Lapis, namun sang pemimpin yaitu Tuanku Tambusai berhasil melarikan diri ke Semenanjung Malaya.
Peran Tuanku Tambusai
Selain berkat kekokohan Benteng Tujuh Lapis, peperangan ini juga tak lepas dari peran Tuanku Tambusai. Pertempuran ini melibatkan warga Indonesia yang menjadi pengikut Tuanku Tambusai karena kecerdikannya, kewibawaannya, dan jiwa kepemimpinan yang tinggi. Karena perjuangan dan kehebatannya, Tuanku Tambusai di juluki "De Padriesche Tiger van Rokan" atau Harimau Paderi dari Rokan yang bertempur di Riau.
Kondisi Benteng
Kondisi saat ini Benteng Tujuh Lapis telah menjadi cagar budaya dan bukti peninggalan sejarah. Pada bagian Timur benteng sudah mengalami erosi. Untuk pos-pos pemantau di sekitar benteng sudah tidak terlihat jelas. Kawasan benteng pun dimanfaatkan oleh warga setempat sebagai tempat tinggal. Sayangnya, fasilitas di tempat ini kurang memadai apabila dijadikan kunjungan wisata sejarah.