Ciu, cemceman anak tikus dari Sukoharjo yang melegenda
Merdeka.com - Hampir setiap wilayah di Nusantara mempunyai minuman tradisional yang kesohor. Minuman tersebut tidak sedikit yang mengandung alkohol alias memabukkan.
Salah satu minuman tradisional memabukkan dan sangat fenomenal adalah Ciu. Minuman ini berasal dari sebuah daerah kecil di Desa Bekonang, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Lalu bagaimana cara membuat ciu?
Bila anda berkunjung ke Desa Bekonang, Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, pasti ada dua kesan yang dapat ditemui di lokasi itu. Yang pertama, sejauh mata memandang yang terlihat hanya drum-drum besar menyerupai gentong di depan rumah warga.
-
Dimana BRImo tersedia? Buruan download BRImo sekarang yang tersedia di Google Play, App Store, dan AppGallery secara gratis!
-
Dimana layanan BRImo bisa diakses? Saat ini, super apps BRImo dapat memberikan berbagai layanan keuangan yang dapat diakses nasabah, mulai dari tabungan, investasi, asuransi, hingga fasilitas untuk menjadi merchant BRI.
-
Dimana dia berjualan? Saat ini ia rutin mangkal di Jalan Bulak Rantai, Kampung Tengah, Kecamatan Kramat jati, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
-
Di mana bantuan diberikan? Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini atau Risma serahkan santunan kepada para korban banjir dan tanah longsor di Nagari Sungai Durian Kecamatan Patamuan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar).
-
Di mana pengedar Pil Koplo membeli barang? 'Saya beli ini di Tangerang Selatan. Satu paket. Saya tahunya dari teman. Saya jualan ini baru dua bulan,' kata Gery, dikutip dari YouTube Liputan6 (22/2).
-
Siapa saja yang dekat? Salah satunya adalah Safeea Ahmad, yang merupakan satu-satunya adik perempuan. Safeea juga dekat dengan kakak-kakaknya, termasuk El Rumi.
Tak hanya itu saja, kesan selanjutnya yang terekam dalam benak setiap orang yang datang ke desa tersebut adalah bau yang mirip aroma minuman anggur. Hanya saja, aroma yang keluar lebih tajam dan sangat menusuk hidung. Ya, Desa Bekonang selama ini memang terkenal sebagai sentra industri etanol di Sukoharjo. Bahkan di Jawa Tengah.
Di tengah aktivitas puluhan perajin yang setiap harinya memproduksi cairan medis ini, ada pekerjaan sambilan lain yang dilakukan warga setempat. Warga kerap menyuling sisa-sisa cairan etanol yang dicampur dengan tetesan tebu. Proses penyulingan ini dilakukan berulang kali, dicampur beberapa bahan lainnya sebelum diendapkan selama tujuh hari. Hasil penyulingan sisa etanol inilah yang biasanya gemar diminum banyak orang sampai mabuk.
Ciu Bekonang, begitu orang mengenalnya memang diracik melalui tahapan tersebut. Kadar alkohol yang terkandung di dalam ciu tentu berbeda dengan miras lainnya. Komposisinya, bila kadar alkohol di dalam cairan etanol murni mencapai alkohol 90 persen, bio-etanol sekitar 99,5 persen tapi kadar alkohol pada ciu sekitar 35 persen. Konon untuk menambah rasa ciu orang mencampurnya dengan cindil atau anak tikus yang masih merah dan belum membuka mata. Cindil ini kemudian ikut direndam bersama cairan etanol tersebut.
Yang menarik, perajin etanol ini sebenarnya diatur dalam Perda setempat. Namun yang diatur adalah etanol atau alkohol, sedangkan produk ciu masih dianggap ilegal. Meski demikian karena peminatnya sangat banyak, perajin etanol di Bekonang nyuri-nyuri dan tetap memproduksi ciu.
Menurut sejarahnya, ciu sudah ada sejak abad 17 dan pada masa kolonial Belanda minuman ini sudah dikenal sebagai miras tradisional. Sejak 1966 pun, jumlah pengrajin ciu selalu bertambah sejalan dengan meningkatnya jumlah perajin etanol sampai 200 persen. Kemunculan ciu Bekonang berkaitan dengan berdirinya pabrik gula Tasikmadu di Karanganyar yang kala itu merupakan aset penting Pura Mangkunegaran.
Kini banyak warga Bekonang yang nyambi meracik ciu untuk menyambung hidup. Salah satunya Kardiman. Pria yang menjadi perajin etanol di Desa Bekonang Dusun Sentul Sukoharjo mengatakan, miras jenis ciu ini hanya diproduksi di kampungnya.
Hal ini karena jumlah perajin etanol yang nyambi membuat ciu yang ada saat ini kian membengkak seiring meningkatnya kebutuhan warga yang mengonsumsi minuman haram tersebut. "Banyak sekali. Bahkan saya kira ada lebih dari puluhan orang yang nyambi membuat ciu sebab alasannya macam-macam ada yang membuat ciu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan ada pula karena minuman ini banyak peminatnya," kata Kardiman.
Sementara bagi Mardiyanto perajin etanol lainnya di Dusun Sembung Sukoharjo, meracik minuman ciu lebih disebabkan faktor menurunnya jumlah permintaan etanol di sektor industri medis. "Jadi saya pilih membuat ciu saja. Kalau yang produksi etanol masih tetap jalan tapi tidak sebanyak yang dulu," urainya.
Kesohor ke seantero negeri
Meski diproduksi di desa kecil, namun nama ciu sendiri sudah sangat kesohor seantero negeri. Bahkan di Jakarta peredaran minuman ilegal ini juga banyak.
Nugroho, salah warga Jatinegara, Jakarta Selatan ini mengaku sering membeli ciu untuk dikonsumsi sendiri atau bersama teman-temannya. Nugroho selama ini membeli ciu dari seorang agen kecil di sekitar tempat tinggalnya.
"Di dekat rumah kebetulan ada, bisa deliveri malahan. Kalau butuh tinggal telepon saja. Selain itu pernah juga beli di Pulogadung sama Rawamangun," ujar Nugroho.
Menurut pemuda gondrong dan kerempeng ini, ciu dijual dengan botol bekas air mineral 600 mililiter. Sebotol, Nugroho membeli seharga Rp 20 ribu.
"Lebih nendang aja dibanding minuman bermerek kayak Vodka, Whisky dan sejenisnya. Minum secawan juga langsung bikin nyes, dan hidung nyos. Langsung teler," ujarnya.
Iqbal pun mengaku pernah mendengar jika dalam proses pembuatannya ciu menggunakan cindil atau anak tikus. Namun baginya itu bukan masalah, yang penting rasa dan harganya yang terjangkau.
"Iya katanya dari cindil, tapi kan memang langsung bikin nyos. Beda sama minuman bermerek. Ya minum asal gak banyak sich gak papa," ujarnya.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Namanya adalah Sutomo, pria berusia 70 tahun yang telah menjalani profesi ini selama lebih dari 11 tahun.
Baca SelengkapnyaKomedian Nunung kini memiliki kesibukan baru. Ia terjun ke dunia bisnis kuliner.
Baca SelengkapnyaSelain identik dengan kuliner Gayamnya, ternyata Gegesik juga dikenal sebagai pelestari budaya lokal, salah satunya berburu tikus.
Baca SelengkapnyaKisah pilu nenek berusia 66 tahun hidupi dua cucu seorang diri.
Baca SelengkapnyaLebih dari 30 tahun berjualan, warung rujak cingur ini tak pernah sepi pembeli
Baca SelengkapnyaKakek bernama Nur ini begitu bersemangat mencari pekerjaan di siang hari yang terik untuk membelikan cucunya hadiah.
Baca SelengkapnyaChina adalah importir besar cecak, tokek, dan spesies kadal yang diyakini berkhasiat meringankan berbagai penyakit.
Baca SelengkapnyaWarung nasi uduk ini sudah ada sejak 50 tahun lalu.
Baca Selengkapnya